Share

Pov Aris

Happy Reading

--

  Aku begitu terkejut dengan karangan bunga dihadapanku. Aku merasa ini seperti mimpi.

 

Bagaimana bisa ada orang yang tau tentang aku dan Widia, apalagi sampai memajang fotoku, sangat kacau kalau Sifa tau apalagi sampai keluarga besarku tau.

 

 

--

 

 

Tapi di karangan bunga tersebut, tertulis dari istri sah.

 

Berarti?

 

Karangan bunga itu pengirimnya Sifa.

 

 Aku tersentak ketika Widia menarik tanganku, ya semua orang yang ada dikampus memandang kami sambil bersorak sorai, hampir semuanya memegang kamera mengabadikan kejadian ini.

 

Gawat ini, kalo sampe viral.

 

 Aku segera mengajak Widia berlari, melewati begitu banyak kemurunan, yang terus berteriak menyebutkan nama Widia dan menjulukinya pelakor.

 

 Setelah sampai diparkiran aku dan Widia bergegas naik ke mobil. Aku yang begitu panik sampai tidak menyadari wajah Widia memerah dan matanya berkaca kaca, mungkin dia juga merasa sama sepertiku, malu dan takut kalo sampai orangtuanya tau.

 

 "Sayang, kamu gapapa?" tanyaku sembari memegang dagunya, kuarahkan menatapku.

 

 "Aku malu mas, aku takut." jawabnya sambil merangkul tubuhku.

 

 "Kamu yang tenang ya, ada aku disini, aku selalu disampingmu," ujarku menenangkan. 

 

Kulajukan mobilku meninggalkan halaman kampus.

 

 "Tapi karangan bunga tadi tertulis dari istrimu mas, dan kenapa juga ada foto kita disana.

Darimana dia mendapatkan foto itu mas?

Apa dia sudah mengetahui tentang hubungan kita?" tanya Widia sambil menatapku.

 

 

 "Biar mas selidiki nanti, lebih baik mas antar kamu pulang dulu, biar kamu bisa istirahat, biar lebih tenang." jawabku sambil fokus menyetir.

 

_____

 

"Mampir dulu mas, masuk." pinta Widia

 

 Akupun mengikuti Widia masuk kedalam rumahnya, lalu duduk dikursi ruang tamu.

 

 "Bi, tolong bikinin jus seperti biasa dua ya!" perintah Widia kepada Bibi.

 

"Iya non." terdengar sahutan dari Bibi.

 

 "Aku kekamar dulu mas, mau ganti baju sama hapus make up," ucap Widia sambil melangkah naik kekamarnya yang dilantai satu.

 

 Berkali kali kupencet tombol hijau dilayar hpku, nomer Sifa aktif tapi tidak diangkat, pasti dia sengaja mengabaikan telfonku, notif WA centang dua tapi belum dibaca.

 

 

 Ku coba menelfon terus menerus, sial, dia menolak panggilanku, mengabaikan pesanku, dia mungkin benar benar kecewa dan memberi pelajaran padaku.

 

Tiba tiba aku melihat notifikasi dia mengunggah status foto karangan bunga dikampus tadi. Sial, dia benar benar tidak main main membongkar kelakuanku.

 

Aku meremas rambutku, merasakan frustasi, bingung dengan semua ini. Semuanya kacau, bagaimana kalau Sifa meninggalkanku, bagaimana kalau seluruh keluarga tau kelakuanku yang tidak benar ini.

 

 'Ternyata ini semua perbuatan Sifa, sejak kapan dia mengetahuinya, pantas saja akhir akhir ini dia mulai berubah menjadi pendiam, tidak seperti biasanya, aahhh sialan," umpatku dalam hati.

 

 "Ini silahkan minumnya" Ucap Bibi sambil menaruh gelas diatas meja.

 

 

 "Iya makasih Bi."

 

Segera ku teguk sampai habis tak bersisa jus didalam gelas. Aku benar benar bingung, aku merasa frustasi.

 

Ini semua salahku.

 

 Aku bangkit dari dudukku, keluar dari rumah Widia tanpa pamit.

 

Aku harus segera pulang, segera menemui Sifa. Aku harus bicara serius dengannya, masalah ini harus segera ku selesaikan sebelum semuanya tambah runyam.

 

Aku tidak mau kehilangan istriku tercinta.

 

 

--

--

  Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi, agar bisa segera sampai rumah.

 Kriiing..

Suara telfon dihpku berbunyi, aku segera mengangkatnya.

Ternyata dari Widia.

 "Halo" 

 "Halo,

Mas dimana?

Pergi kemana, kok gak pamit?" tanya Widia dengan nada khawatir.

 "Ada urusan penting, udah dulu ya, ini dijalan lagi serius nyetir, nanti aja telfonnya kalo su....."

Braaakkkkkkkk,,

Kulempar hpku.

Aku segera turun dari mobil dan melihat apa yang terjadi.

Ternyata aku menabrak pedagang bakso keliling yang berhenti dipinggir jalan, hingga gerobaknya ambruk dan ada beberapa bagian yang rusak, semua dagangannya tumpah.

'Sialan, dari tadi apes mulu.' umpatku dalam hati.

 Banyak orang berbondong bondong datang melihat kejadian, para pengendara lainnya banyak yang berhenti sejenak untuk melihat.

"Waduh, lagi ngantuk kali."

"Kok bisa nyetir sampe nabrak gerobak."

"Kasian sama pentol baksonya, pada menggelinding."

Begitu banyak cibiran dari orang yang berkerumun.

 "Maaf ya pak, saya tidak sengaja, saya akan ganti rugi semuanya, mulai dari gerobak, sampai semua dagangan bapak hari ini, total semuanya berapa?" tanyaku kepada bapak pedagang bakso, raut wajahnya begitu sedih memandangi gerobak dan dagangannya yang hancur.

 "Saya mau diganti dengan gerobak yang baru, sekarang juga anda ganti! Anda carikan gerobak untuk saya dan segera bawa kesini." ucapnya tegas "Total modal saya hari ini 700.000  kalo sama untungnya sekitar 1.500.000 "sambungnya.

 "Oke saya ganti pak, uang ganti modalnya saya transfer dulu pak, saya minta nomer rekening bapak" ujarku.

 "Saya maunya uang cash, dan gerobaknya saya yang milih sendiri." 

Sial.

Nyari kesempatan kayaknya ini.

Aku turuti saja. Daripada dikeroyok massa.

 "Oke! Ayo pak, segera naik ke mobil saya," jawabku dengan cepat.

Buru-buru ingin nyelesaiin masalah. Malah dapat masalah lagi.

-----

 Aku memarkirkan mobilku didepan ATM, mengambil uang cash untuk mengganti modal pedagang bakso dan uang untuk membelikannya gerobak.

 Setelah cukup lama berkendara, sampailah di tempat jualan gerobak yang ditunjukkan bapak pedagang bakso.

--

 "Bapak milih aja sendiri pak, saya tunggu di mobil" ucapku sambil membuka kaca mobil.

 "Baiklah, kamu tunggu disini, jangan kemana mana. Apalagi sampai kabur,awas " ancam pedagang bakso, sembari turun dari mobil.

  "Iya saya tunggu sini, kalo udah nemu yang cocok saya akan keluar membayarnya," jawabku.

 Ku sandarkan kepala disetir mobil. Aku benar benar merasa frustasi, hari ini udah sial dua kali, masalah dikampus belum selesai, ini dapat masalah lagi. Sial, mungkin ini karma untukku karna menyakiti Sifa.

Karma beruntun kalo ini mah.

 Ku coba menghubungi Sifa lagi, sekarang nomernya jadi tidak aktif, mungkin dia mematikan ponselnya sengaja menghindar dariku.

 Setelah selesai jual beli gerobak, aku segera melajukan mobilku untuk pulang menuju rumah. Aku sudah memesankan pick up untuk mengantar pulang bapak pedagang bakso.

____

 Sesampainya dirumah, kulihat rumah dalam keadaan terkunci, aku buka dengan kunci cadangan yang kubawa. Aku melihat sekeliling, rumah dalam keadaan rapi tapi kosong dan sepi.

Aku berkeliling ke seluruh ruangan, nihil, Sifa tak ada. Didapur, ditaman, dikamar. Aku cek lemari semua bajunya masih utuh, tertata rapi. Kemana dia pergi.

 Aku melihat layar ponselku, disana muncul banyak notifikasi telefon dari Mama dan Papaku, mungkin mereka sudah melihat status Sifa, aku mengabaikan telfon mereka dan segera menelfon ibu mertua, barangkali Sifa kerumah Ibunya.

 Ibu mertua mengatakan Sifa tidak disana, dia juga menjawab telfon seperti biasanya, apa mungkin dia belum tau masalahku, atau dia pura pura tidak tahu. 

--

Tak kehabisan akal.

 Aku juga mencoba menelfon Kak Rudi, kakaknya Sifa, malah aku dimaki maki, dimarahi, dikatain lelaki tidak tahu diri, dikatain lelaki yang tidak bersyukur. Bikin tambah pening.

Aku benar benar pusing.

Kulangkahkan kakiku menuju kedapur untuk membuat kopi, agar pikiranku sedikit tenang. Nanti saja kucari Sifa lagi.

-----

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status