Malam ini, ketika Mas Amar mengerjakan pekerjaan kantor-nya di ruangan kerja.sedangkan, aku langsung mendengar rekaman kemarin sambil tiduran di atas tempat tidur. Meskipun suaranya terdengar pelan, tapi masih bisa terdengar jelas.
(Mas, Emang bener, Via mau beli pesawat ?) terdengar suara wanita ular itu nampak gelisah.Aku tersenyum geli mendengarnya. Ternyata benar, ia sampai kepikiran akan ucapanku yang ngelantur itu.Beli pesawat ? Jelas tidak akan aku lakukan ? Aku tidak kepikiran sama sekali. Lebih baik aku gunakan uangnya untuk hal yang lainnya yang lebih penting dan lebih bermanfaat.(Kata siapa ?) tanya Mas Amar.(Via sendiri yang bilang, Mas. Katanya dia mau nabung buat beli pesawat. Biar kalian punya pesawat sendiri kalo mau jalan-jalan ke luar negeri.)(Via cuman becanda kali.. mana mungkin dia mau beli pesawat yang harganya kamu tau sendiri 'kan ? pasti sampai miliyaran. Pesawatnya juga mau disimpan dimana ? Masa dibiarkan terbang dan turun di depan halaman rumah, yang ada tetangga pada ribut.)(Tapi, Via 'kan suka serius kalo bicara, Mas. Via selalu jujur. Pokoknya, aku juga mau beli pesawat!) terdengar suara Nura cukup menekan.Tidak percuma selama ini aku selalu jujur ketika menceritakan hal apapun padanya. Ia jadi kepikiran dan menganggap semua itu serius.Seperti dugaan ku, ia pasti akan mengikuti apapun yang aku inginkan. Benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikirnya!(Pokoknya aku gak mau tau ya, Mas! Aku mau beli pesawat juga! Kamu harus belikan aku pesawat juga! Emang kamu mau, Via tau kita sering tidur bareng ?)Deg! Aku langsung tertegun.Tidur bareng ? Apa maksudnya ? Apa memang benar mereka sudah melakukan hal itu ?Tanganku langsung mengepal erat. Semakin lama, rasanya emosi ini semakin ingin meledak.*****Ceklek! Pintu kamar di buka oleh Mas Amar."Sayang, kamu udah tidur ?" Mas Amar bertanya padaku yang tengah tiduran dengan posisi menyamping. Dari tadi, aku kepikiran soal isi rekaman itu.Mas Amar ikut naik ke atas tempat tidur, ia ikut membaringkan tubuhnya dan lalu memelukku dari belakang.Perlakuan yang biasa dia lakukan. Tapi, sekarang menjadi terasa ji-jik ketika dia menyentuhku."Lepasin, Mas. Aku gerah," ucapku sambil melepaskan tangannya yang tadi melingkar di perutku.Aku mengubah posisi menyamping kearahnya, hingga bisa melihat wajahnya."Malam dingin begini, masa kamu bilang gerah ?""Iya, Mas. Menurut aku ini gerah banget.""Kamu ini ada-ada aja. Gerah, tapi kok pakai selimut, sih ?" tatapannya melihat pada selimut yang menutupi sebagian tubuhku."Pokoknya aku lagi gak mau di peluk-peluk aja. Risih!""Kamu kenapa, sih, Sayang ? 'kok kayaknya sekarang jutek mulu ?"Rupanya ia menyadari rasa marahku. Aku memang agak kesulitan menyembunyikan rasa marahku. Aku tidak begitu pandai masih bersikap manis setelah tahu apa yang mereka lakukan.Segera aku menarik nafas, berusaha tersenyum dan tak memperlihatkan marah."Aku emang cuma lagi risih aja, sayang," jawabku disertai dengan senyum. Ia ikut tersenyum."Hem gitu. Kalo kamu gerah, malam ini kita mendingan..." ucapannya menggantung sambil menaikkan satu alisnya. Aku mengerti apa maksudnya.Ia meminta ku untuk melayaninya di atas ranjang ini. Cih! Aku tidak sudi!Setelah apa yang dia lakukan, aku tidak sudi untuk memberikan tubuhku lagi padanya. Aku ji-jik, sangat ji-jik. Enak sekali dia, setelah bisa selingkuh dengan wanita ular itu, dia juga meminta jatah padaku!"Aku lagi dapet, Mas. Jadi aku gak bisa layani kamu dulu. Gak papa 'kan ?" Jawabku beralasan."Ohh.., sayang banget ya ? Yaudah, gak papa. Lain waktu aja kalo kamu udah gak dapet." Ia nampak kecewa.Mungkin, aku tidak akan pernah lagi memberikan jatah untuknya. Aku sudah tidak sudi lagi, memberikan tubuhku lagi pada lelaki yang telah mengkhianati aku!Begitu aku mendapat bukti memergoki Mas Amar melakukan hal itu dengan Nura, aku akan segera urus perpisahanku dan Mas Amar ke pengadilan.Bahkan, bukti yang aku dapatkan kemarin, itu juga sudah cukup untuk membuat dia kalah di pengadilan. Ia jelas salah karena terbukti selingkuh.Aku hanya ingin mendapatkan satu bukti itu lagi saja untuk semakin membulatkan keputusan ku untuk berpisah dengannya. Entah kenapa, aku yakin jika mereka sudah sampai sejauh itu.*****Aku terbangun, lalu melihat jam dinding yang ada di kamar, menunjukkan pukul satu malam.Segera aku beranjak dari tempat tidur dengan hati-hati. Aku berjalan pelan lalu mengambil handphonenya Mas Amar yang ada di atas laci.Mas Amar memang pintar sekali, ia bahkan memberitahu password handphone-nya yang mungkin agar aku tidak menaruh curiga.Tak ada sedikitpun jejak yang menunjukkan jika dia tengah selingkuh. Contohnya, pesan dengan Nura pun tak ada sama sekali.Tapi aku juga tidak bodoh, kali ini aku mengotak-atik HP-nya untuk memasang GPS di handphone-nya, Agar aku tahu kemana saja dia pergi.Jika memang mereka melakukan sampai ke hal itu. Aku berharap bisa tahu dimana tempat mereka melakukannya!*****Pagi ini, aku sudah menyiapkan sarapan di meja makan untuk Mas Amar yang hendak berangkat kerja. Lelaki yang sudah bersiap-siap dengan memakai jas kantor itu menuruni tangga untuk turun ke bawah."Sayang, seperti biasa. Tolong rapihkan dasinya." Sambil tersenyum, ia mengatakan itu setelah menghapiri ku. Setiap hari aku sudah biasa merapikan dasinya.Segera aku merapikan dasinya yang belum terpasang dengan rapih itu."Oh, iya, Mas. Aku boleh gak minta uang lagi ?" Aku bertanya sambil merapikan dasinya. Sengaja aku meminta uang, setidaknya jika aku berpisah dengannya, aku tidak rugi-rugi amat.Dan semoga saja, jatah untuk Nura jadi berkurang. Aku tidak rela uang suamiku dipakai untuk memanjakan selingkuhannya itu. Aku istrinya, Aku yang lebih pantas atas uang suamiku, Bukan wanita busuk itu!"Uang ? Emang uang bulanan yang aku kasih masih kurang ?""Masih ada, sih. Tapi, kalo untuk keinginan ku yang sekarang ini gak akan cukup, Mas.""Emang kamu pengen beli apa ?""Aku pengen beli kalung. Tapi, harganya 75 juta. Uang bulanan yang dari kamu cuma sisa 10 juta.""Oh.." Mas Amar manggut-manggut. Lalu, ia merogoh ponsel dari saku celananya. Sepertinya, rencanaku berhasil."Udah aku transfer seratus juta ya ?" Setelah mengucapkan itu ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Aku tersenyum senang mendengarnya.Lumayan juga jika dia sering memberikan aku uang yang cukup banyak. Setidaknya, aku bisa menggunakan uang darinya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat ketimbang dia pakai untuk memanjakan wanita murahan itu.Sebagian uangnya, akan aku sumbang ke panti asuhan seperti biasanya. Aku biasa memberikan ke panti asuhan 25 juta setiap bulannya. Dan sisanya lagi aku tabung untuk keperluan lainnya.*****"Yaudah, aku berangkat ya ?" Mas Amar beranjak dari tempat duduk setelah sarapan. Seperti biasa, aku menyalami punggung tangannya saat dia hendak pergi atau pulang dari kantor.Aku juga mengantarkannya sampai keluar pintu rumah. Mas Amar mulai masuk kedalam mobilnya. Aku masing menunggunya di luar."Aku berangkat ya, Sayang." Serunya padaku sambil melambaikan satu tangannya begitu mobil sudah dia lajukan menuju keluar gerbang rumah."Iya, Mas. Hati-hati." Jawabku sambil melambaikan telapak tangan juga."Lihat saja, Mas. Sekarang, aku akan tahu kemanapun kamu pergi." Gumam ku setelah mobil Mas Amar hilang dari pandangan. Aku akan lihat di manapun keberadaannya dari GPS yang semalam aku pasang di handphonenya.-------Bersambung...POV AMAR[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Klik!Malam ini, di depan kantor, aku mengirimkan pesan itu pada Via--istriku. Hal yang sudah sering aku lakukan selama satu tahun selingkuh dengan Nura. Aku selalu membohongi Via dengan alasan lembur. Padahal, aku selalu pergi berduaan dengan Nura. Entah untuk ke cafe, ke mall, bahkan ke apartemen. Ini memang hal gila yang aku lakukan.Tapi, aku sendiri tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menyelingkuhi Via. Aku juga mencintai Nura yang merupakan sahabat Via.Apartemen yang biasanya aku tinggali bersama Via, kini menjadi tempat perselingkuhan ku dengan Nura. Aku, bahkan sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Nura di apartemen itu. Nura juga pernah mengatakan, jika akulah lelaki yang pertama kali menyentuhnya dan membuatnya tidak menjadi gadis lagi. Aku juga percaya itu. Karena, saat pertama kalinya aku melakukan hal itu pada Nura di apartemen k
[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Malam ini, aku membaca pesan itu. Dulu, aku selalu percaya setiap kali dia mengatakan lembur. Tapi, tidak untuk sekarang. Segera aku lihat GPS di handphone ku. Aku ingin melihat keberadaan Mas Amar sebenarnya."Sialan! Mas Amar membohongi ku!"Benar saja kecurigaan ku. Mas Amar berbohong, ia tidak tengah di kantornya yang bernama PT Laskar Angkasa. Selama ini, mungkin sudah banyak sekali dia berbohong dengan alasan lembur seperti ini. Dari GPS, justru dia tengah ada di sebuah apartemen yang lokasinya merupakan lokasi tempat dimana apartemen milik Mas Amar.Aku mengepal tangan dengan erat. Rasa marah dalam dada seketika bergejolak."Brengs*k kamu, Mas! Kamu bohong! Kamu gak ada di kantor! Tapi di apartemen kita! Apa yang kamu lakukan disana, Mas ?! Apa kamu tengah bersama wanita busuk itu ?! Aku akan susul kamu, Mas!" decak ku dengan rasa marah.*****Aku menyetir mobil untuk menyusul ke apart
Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (8)"Ka-kamu, Via ' kan ?" Lelaki dihadapanku itu menatap ku terlihat sama terkejut.Aku manggut-manggut dengan air mata yang berlinang. Untuk bicara saja rasanya sesak. Setelah lama tidak bertemu, sekarang dia ada di Indonesia. "Via kamu kenapa ? A-apa yang tengah terjadi ?!" Ia terlihat ikut panik."Aku gak bisa jelaskan sekarang, Rasya. Aku harus cepat pergi," ucapku pada Rasya. "Via! Tunggu sayang!" Mas Amar sudah sampai di lobby. Sejenak aku menoleh, lalu cepat-cepat berjalan menuju mobil. Aku cepat-cepat membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Bruk! Bruk! Bruk! Saat aku parkir, Tangan Mas Amar terus menggedor-gedor kaca mobilku. Aku tidak peduli. Langsung aku lajukan mobilku menuju keluar area apartemen. Saat ini, aku sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.*****Aku pulang ke rumah, lalu langsung mengunci pintu rumah. Aku tak ingin Mas Amar masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya pulang ke rumah
Setelah kembali masuk ke kamar, aku memasukkan beberapa pakaian ku ke dalam koper. Besok pagi, aku harus pergi dari rumah ini.Tiba-tiba aku teringat pada Rasya. Aku sangat kaget dengan kehadiran Rasya di Indonesia. Ia sahabat ku sejak kecil. Setelah lulus SMA, ia pergi ke Singapura untuk kuliah kedokteran di Singapura. Kemarin, ingin sekali rasanya aku bisa berbincang kembali dengannya setelah lama tidak bertemu. Namun, keadaannya tidak memungkinkan.Delapan tahun kita tidak pernah bertemu langsung. Dalam delapan tahun itu, enam tahun masih saling berkabar meski hanya dengan saling mengirim pesan, telponan, dan video call. Enam Tahun itu saat aku masih kuliah hingga aku kerja sebagai sekretarisnya Mas Amar. Sedangkan, saat aku sudah kerja menjadi sekretaris, saat itu Rasya tengah kuliah lagi. Ia kuliah spesialis jantung, cita-citanya sejak dulu. Namun, Dua tahun yang lalu, aku benar-benar tidak pernah tahu kabar Rasya sama sekali. Entah apa yang terjadi. Ia bahkan sulit untuk dihu
POV NURADengan kesal, aku segera kembali memakai semua pakaianku yang berantakan diatas tempat tidur apartemen miliknya Mas Amar. Mas Amar tega sekali, ia meninggalkan aku sendirian di apartemen-nya. Apalagi, sekarang sudah sangat malam. Aku tidak mungkin untuk pulang sekarang. Terpaksa, aku memilih untuk berdiam dulu di apartemen ini hingga pagi. Aku mencoba menelponnya, namun dengan sepihak Mas Amar mematikan panggilannya.'Benar-benar menyebalkan!'Wajahku dan rambut ku juga basah gara-gara ulah Via. Ternyata dia galak juga. Aku pikir dia wanita yang manis dan lembut seperti yang aku kenal selama ini. Aku beranjak dari tempat tidur karena ingin mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku."Aw..sss....." Si-al. Kaki ku menginjak pecahan gelas yang Via lemparkan waktu malam tadi. Aku berjongkok sambil melihat luka di telapak kakiku. Ada sedikit darah yang keluar, namun rasanya sangat perih hingga terasa berdenyut."Akh! Dasar! Via Sialan! Awssss... Kakiku sakit banget lagi!" ce
Karena masih terasa pusing, Via memilih berangkat naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Rasanya tak mungkin baginya untuk menyetir mobil sendiri dalam keadaannya yang sedang tidak enak badan seperti sekarang ini.Badannya benar-benar terasa mual. "Bu, Via mau ke rumah sakit dulu ya." Ucap Via pada ibu Nazwa yang tengah membaca majalah di kursi yang ada di teras luar rumahnya. Bu Nazwa menaruh majalahnya ke meja, ia melihat pada Via dengan khawatir karena tahu keadaan putrinya tengah tidak baik-baik saja."Loh, tadi katanya mau istirahat ?" "Via gak kuat, Bu. Kayaknya ini gak bisa ditidurkan. Kepala Via rasanya benar-benar pusing. Badan Via juga terasa mual, gak enak banget.""Kalo gitu ibu antar, ya ?""Jangan, Bu. Via akan naik taksi aja." Sergah Via yang tak mau merepotkan Ibunya."Oh yaudah deh kalo itu mau kamu. Tapi kamu mesti hati-hati ya, Nak.""Iya, Bu.""Oh iya, Bu. Rasya udah pulang ya ?" tanya Via sambil melihat pada Rumah Rasya yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ah,
POV RASYASebenarnya, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Jika saja bukan karena ayahku terkena lumpuh, aku pasti akan tetap memilih tinggal di Singapura.Aku benci pada ayahku atas apa yang dia lakukan pada ibu saat aku masih SMA. Ibuku yang bernama Almira, sampai pergi untuk selama-lamanya atas perbuatan bejatnya.Datang ke Indonesia juga membuat rasa sakit itu kembali terasa dalam hati ku. Rasa sakit ketika aku melihat ibuku sendiri meninggal di depan mata kepalaku sendiri atas perbuatan ayah ku sendiri. Perih dan pedih sekali rasanya.Namun, saat ini aku berusaha memaafkan kesalahan ayahku. Meskipun itu sangat berat. Aku berusaha ikhlas atas kepergian ibu dan menganggap itu semua memang sudah takdir. Aku berusaha baik lagi pada ayahku. Apalagi, sekarang ayahku tengah sakit. Aku tidak mau menjadi anak durhaka. Dan aku tidak mau sampai tidak ada kesempatan lagi untuk berusaha memaafkannya.Tidak hanya itu, kembalinya aku ke Indonesia juga semakin takut membuat ku tidak bisa menghilan
Amar sampai di rumah ibunya Via---Bu Nazwa. Ia menutup pintu mobilnya dan melihat ada Bu Nazwa yang tengah di teras luar. Berkali-kali Amar menghela nafasnya untuk berusaha berani menanyakan Via pada Bu Nazwa."Kamu harus berani, Mar. Kamu itu lelaki, kamu harus gentle!" batinnya berucap menguatkan dirinya sendiri.Bu Nazwa yang tengah ada diluar menunggu kedatangan Via langsung berdiri begitu melihat Amar datang. Ia merasa sangat kecewa atas apa yang Amar lakukan pada putrinya."Assalamualaikum, Bu." Ucap Amar sambil menjulurkan tangannya setelah menghampiri Bu Nazwa. Ia ragu-ragu melakukan hal itu, karena meyakini jika Bu Nazwa juga akan kecewa padanya."Wa'alaikum salam." Sambil meraih uluran tangan Amar, Bu Nazwa menjawabnya. Meskipun dia merasa kecewa, ia merasa tetap harus bersikap dengan baik."Bu, Maaf saya mau ketemu Via. Via pasti ada disini 'kan, Bu ? Saya mohon ijinkan saya untuk bertemu dengan Via, Bu." Pinta Amar dengan penuh harap. Perasaannya sangat malu sekali karena