[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]
Malam ini, aku membaca pesan itu. Dulu, aku selalu percaya setiap kali dia mengatakan lembur. Tapi, tidak untuk sekarang.Segera aku lihat GPS di handphone ku. Aku ingin melihat keberadaan Mas Amar sebenarnya."Sialan! Mas Amar membohongi ku!"Benar saja kecurigaan ku. Mas Amar berbohong, ia tidak tengah di kantornya yang bernama PT Laskar Angkasa. Selama ini, mungkin sudah banyak sekali dia berbohong dengan alasan lembur seperti ini.Dari GPS, justru dia tengah ada di sebuah apartemen yang lokasinya merupakan lokasi tempat dimana apartemen milik Mas Amar.Aku mengepal tangan dengan erat. Rasa marah dalam dada seketika bergejolak."Brengs*k kamu, Mas! Kamu bohong! Kamu gak ada di kantor! Tapi di apartemen kita! Apa yang kamu lakukan disana, Mas ?! Apa kamu tengah bersama wanita busuk itu ?! Aku akan susul kamu, Mas!" decak ku dengan rasa marah.*****Aku menyetir mobil untuk menyusul ke apartemen. Dengan perasaan yang penuh amarah, aku tetap terus berusaha menyetir. Pikiranku sudah tidak bisa berpikir hal yang baik lagi. Hati ini benar-benar sudah tidak bisa tenang.Benar saja, sesampainya di tempat parkiran apartemen. Ada mobil Mas Amar disana. Perasaan ku semakin memburu dengan penuh amarah. Aku segera turun dari pintu mobil.Ruang apartemen kami ada dilantai dua nomor 17. Butuh waktu yang singkat untuk kesana. Aku naik lift agar lebih cepat sampai dan sedikit berjalan untuk menuju ruangan apartemen kami.Sesampainya di depan pintu ruangan apartemen kami, aku menghela nafas, berusaha kuat menerima apapun yang akan terjadi.'Kamu harus kuat, Vi. Harus kuat, gak boleh nangis disini!'Pintu pun aku buka dengan kartu akses apartemen. hanya aku dan Mas Amar yang memiliki kartu itu. Satu lagi dipegang oleh Mas Amar.Saat kartu pintu akses itu sudah berhasil membuka pintu, Aku membuka pintunya sedikit dengan pelan-pelan.Clek!Deg! Aku tertegun begitu melihat apa yang ada dihadapan ku. Mas Amar dengan tanpa memakai baju dan hanya memakai celana pendek (color) tengah mencumbui bibir wanita murahan itu.Nura--wanita busuk itu begitu menikmati dengan mata yang terpejam dan dengan tubuh yang sepertinya telanjang yang terbalut selimut putih hingga dadanya. Mereka bahkan sampai tidak menyadari kehadiran ku.'Benar-benar men-ji-ji-kan!'Dadaku semakin bergemuruh penuh amarah. Dengan cepat aku mengambil handphone dalam tas ku, aku merekam perbuatan bejat mereka meski dengan tangan yang gemetar dan tubuh yang terasa akan runtuh.Kali ini, perasaan ku bukan ingin menangis. Tapi lebih ke ingin marah dan segera menghajar wanita busuk itu. Setelah berhasil merekamnya, aku kembali memasukkan handphone ke dalam tas."Jadi ini yang kamu lakukan, Mas!"Mas Amar terlihat langsung mengentikan apa yang tengah dia lakukan. Dengan cepat dia menoleh dan terlihat terkejut menatap ku.Begitu juga dengan wanita busuk itu yang tercengang dan langsung terbangun duduk diatas ranjang sambil memegang selimut yang menutupi badannya."Vi ? Ka-mu ada kesini ? A-aku bisa jelaskan, sayang.." Mas Amar mengatakan itu dengan terbata. Ia terlihat begitu panik.Hati ini benar-benar sudah merasa murka. Aku tak bisa lagi menahan emosi."Minggir kamu, Mas! Akan aku kasih pelajaran wanita murahan itu!"Dengan tatapan kaget, Mas Amar segera beranjak dari tempat tidur.Terlihat, wanita busuk itu juga menohok kaget. Namun, ia tak beranjak sedikitpun dari tempat tidur. Ia masih tetap memegang selimut yang menyelimuti dadanya."Kamu mau apa, Vi ?" tanya Mas Amar panik.Tanpa menjawab pertanyaan Mas Amar, aku langsung berjalan menghampiri Nura. Aku naik ke atas ranjang. Dan segera aku menjambak rambutnya dengan kuat."Eughhh!! Dasar pelakor! Murahan kamu, Ra! Rendahan! Gak punya harga diri! Pengkianat kamu, Ra!" Cercaku bertubi-tubi.Ia meringis kesakitan. Satu tangannya berusaha melepaskan tanganku dari rambutnya. Sedangkan, satu tangannya lagi tetap memegang selimut. Jika saja selimutnya tidak dia pegang, ia pasti akan telanjang dan memperlihatkan seberapa murahan-nya dia sampai memberikan tubuhnya pada Mas Amar.Aku tidak peduli dengan rintihannya. Aku terus semakin kuat menjambak-nya.Hati ini benar-benar sakit. Benar-benar terasa nyeri. Perih sekali. Aku tidak terima ia sampai memiliki semua raga Mas Amar!"Via.. lepasin Vi.. sakit..""Aku gak peduli! Aku yang lebih sakit disini! Tega kamu, Ra! Murahan kamu, Ra! Kenapa harus suami aku, hah ?!""Sayang.. sudah sayang.. kasihan dia.." pinta Mas Amar yang dari tadi berdiri. Ia bahkan masih membela wanita busuk itu. Yang jelas-jelas sudah menghancurkan rumah tangga ku dan dia. Hatiku semakin hancur dan marah.Aku menatapnya tajam tanpa melepaskan tanganku dari rambutnya Nura."Diam kamu, Mas! Kamu juga sama aja! Brengsek kamu, Mas!"Kembali aku melihat pada Nura."Ra! Kenapa, Ra ?! Kenapa kamu tega rebut suami aku ?! Jawab aku, Ra ?!" tanganku semakin kuat menjambak rambutnya."Aduhh!! Via.. lepasin dulu, Vi. Sakit. Aku bisa jelaskan.""Aku gak peduli, Ra! Ma-ti sekalian kamu, Ra! Dasar perempuan busuk kamu, Ra! Kamu udah nusuk aku dari belakang! Benar-benar busuk kamu, Ra! " antara sadar dan tidak sadar, aku benar-benar marah dan tidak peduli jika Nura ma-ti sekalipun."Sayang, kamu bisa dihukum jika berbuat kasar kepada Nura," ucap Mas Amar.Mendengar itu, segera aku melepaskan tanganku dari rambutnya wanita busuk itu. Nafas ini tersengal-sengal karena marah. Hati ini Panas dan pedih sekali rasanya."Silakan laporkan aku ke polisi, Mas! Aku yakin! Wanita diluaran sana akan banyak yang membela aku dari pelakor ini!"Aku mengatakan itu sambil menunjukkan telunjuk pada Nura. Wanita itu kembali menunduk, tak memperlihatkan sifat aslinya seperti ketika dia menusukku dari belakang dengan selingkuh dengan Mas Amar.Mas Amar terdiam. Aku beranjak dari tempat tidur. Tatapanku kembali melihat dengan penuh kebencian pada Nura.Sedangkan, ia tidak menatap ku sama sekali. Ia masih menunduk dan menangis. Entah apa yang dia tangisi. Bukankah aku disini yang dikhianati ?!"Kamu ini udah aku anggap sebagai sahabat aku, Ra! Aku udah anggap kamu orang yang paling aku percaya! Kenapa kamu jahat kayak gini sama aku, Ra ?!""Maafkan, aku Via. Aku mencintai Mas Amar. Kami saling mencintai." ia mengucapkan itu setelah dia mendongakkan kepalanya.PLAK! Dengan penuh rasa benci, aku menamparnya. Wanita itu menyentuh pipinya."Cinta kamu itu salah, Ra! Mas Amar itu udah punya istri! Kamu juga tau itu! Dan Harusnya kamu ngerti, kalo kamu salah jika sampai menjadi selingkuhan Mas Amar! Apalagi sampai memberikan tubuh kamu seperti ini! Murahan kamu, Ra!"Lagi-lagi dia hanya terdiam. Mu-ak sekali rasanya dengan sifat munafik-nya."Via.. aku khilaf, sayang. Aku bisa jelaskan semuanya." ucap Mas Amar yang ada di sebelah ku."Sudah berapa lama kamu selingkuh sama dia, Mas ?!" tatapanku tajam menatapnya. Wajahnya Mas Amar sangat gugup."Sa-satu tahun, Vi. Aku minta ma-af, aku benar-benar khilaf, sayang.."PLAK! Aku menamparnya dengan keras. Aku tidak peduli apapun yang dia katakan lagi. Rasanya sangat benci dan muak akan kelakuannya.lelaki yang tengah tidak memakai baju itu menyentuh pipinya. Namun, tak lama ia kembali menatap ku dengan tatapan lirih."Via.. aku mohon dengarkan aku dulu..""Kita pisah, Mas!"Mas Amar menohok.Sebelum pergi, aku mengambil air dalam gelas yang ditaruh diatas laci apartemen. Aku menggugurkannya dengan keras pada wajah wanita busuk itu.Byurrr! Ia mengusap wajahnya yang basah, dan tak ada perlawanan sama sekali. Mas Amar juga terdiam saja, ia tidak membela Nura."Silahkan ambil suamiku! aku sudah tidak butuh!"Prank! Gelas sisa tadi, aku lempar ke lantai hingga menimbulkan suara. Segera aku melangkah pergi dan keluar dari pintu apartemen."Via! Tunggu, Sayang!"Terdengar suara Mas Amar menyeru. Aku tidak peduli, aku terus berjalan dengan hati yang terasa remuk. Air mata yang sejak tadi ditahan agar tidak menangis, akhirnya jatuh juga tak tertahan.Aku cepat-cepat berjalan menuju pintu lift, hingga aku menuju lobby apartemen untuk segera ke parkiran mobil. Aku tergesa-gesa berjalan cepat untuk menghindari Mas Amar.Bruk!"Awh!"Bahuku sedikit kesakitan begitu bertubrukan dengan seseorang yang tengah berjalan masuk ke lobby."Eh, ma-af, ma-af. Aku gak sengaja," ucapnya, terdengar oleh ku.Aku mendongakkan kepala untuk melihat wajahnya.Deg! Jantungku rasanya berdebar kencang. Tubuhku rasanya mau runtuh.Aku dan lelaki berjas putih seperti pakaian dokter itu saling bertatapan. Wajah yang tak asing. Laki-laki seusia-ku yang sudah bertahun-tahun tidak ada kabar.Seseorang yang juga ada kaitannya dengan tante Sinta yang merupakan ibunya Nura yang dulunya seorang wanita pelacur.Dan kini, aku bertemu dia lagi setelah sekian lamanya.*****Bersambung...Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (8)"Ka-kamu, Via ' kan ?" Lelaki dihadapanku itu menatap ku terlihat sama terkejut.Aku manggut-manggut dengan air mata yang berlinang. Untuk bicara saja rasanya sesak. Setelah lama tidak bertemu, sekarang dia ada di Indonesia. "Via kamu kenapa ? A-apa yang tengah terjadi ?!" Ia terlihat ikut panik."Aku gak bisa jelaskan sekarang, Rasya. Aku harus cepat pergi," ucapku pada Rasya. "Via! Tunggu sayang!" Mas Amar sudah sampai di lobby. Sejenak aku menoleh, lalu cepat-cepat berjalan menuju mobil. Aku cepat-cepat membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Bruk! Bruk! Bruk! Saat aku parkir, Tangan Mas Amar terus menggedor-gedor kaca mobilku. Aku tidak peduli. Langsung aku lajukan mobilku menuju keluar area apartemen. Saat ini, aku sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.*****Aku pulang ke rumah, lalu langsung mengunci pintu rumah. Aku tak ingin Mas Amar masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya pulang ke rumah
Setelah kembali masuk ke kamar, aku memasukkan beberapa pakaian ku ke dalam koper. Besok pagi, aku harus pergi dari rumah ini.Tiba-tiba aku teringat pada Rasya. Aku sangat kaget dengan kehadiran Rasya di Indonesia. Ia sahabat ku sejak kecil. Setelah lulus SMA, ia pergi ke Singapura untuk kuliah kedokteran di Singapura. Kemarin, ingin sekali rasanya aku bisa berbincang kembali dengannya setelah lama tidak bertemu. Namun, keadaannya tidak memungkinkan.Delapan tahun kita tidak pernah bertemu langsung. Dalam delapan tahun itu, enam tahun masih saling berkabar meski hanya dengan saling mengirim pesan, telponan, dan video call. Enam Tahun itu saat aku masih kuliah hingga aku kerja sebagai sekretarisnya Mas Amar. Sedangkan, saat aku sudah kerja menjadi sekretaris, saat itu Rasya tengah kuliah lagi. Ia kuliah spesialis jantung, cita-citanya sejak dulu. Namun, Dua tahun yang lalu, aku benar-benar tidak pernah tahu kabar Rasya sama sekali. Entah apa yang terjadi. Ia bahkan sulit untuk dihu
POV NURADengan kesal, aku segera kembali memakai semua pakaianku yang berantakan diatas tempat tidur apartemen miliknya Mas Amar. Mas Amar tega sekali, ia meninggalkan aku sendirian di apartemen-nya. Apalagi, sekarang sudah sangat malam. Aku tidak mungkin untuk pulang sekarang. Terpaksa, aku memilih untuk berdiam dulu di apartemen ini hingga pagi. Aku mencoba menelponnya, namun dengan sepihak Mas Amar mematikan panggilannya.'Benar-benar menyebalkan!'Wajahku dan rambut ku juga basah gara-gara ulah Via. Ternyata dia galak juga. Aku pikir dia wanita yang manis dan lembut seperti yang aku kenal selama ini. Aku beranjak dari tempat tidur karena ingin mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku."Aw..sss....." Si-al. Kaki ku menginjak pecahan gelas yang Via lemparkan waktu malam tadi. Aku berjongkok sambil melihat luka di telapak kakiku. Ada sedikit darah yang keluar, namun rasanya sangat perih hingga terasa berdenyut."Akh! Dasar! Via Sialan! Awssss... Kakiku sakit banget lagi!" ce
Karena masih terasa pusing, Via memilih berangkat naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Rasanya tak mungkin baginya untuk menyetir mobil sendiri dalam keadaannya yang sedang tidak enak badan seperti sekarang ini.Badannya benar-benar terasa mual. "Bu, Via mau ke rumah sakit dulu ya." Ucap Via pada ibu Nazwa yang tengah membaca majalah di kursi yang ada di teras luar rumahnya. Bu Nazwa menaruh majalahnya ke meja, ia melihat pada Via dengan khawatir karena tahu keadaan putrinya tengah tidak baik-baik saja."Loh, tadi katanya mau istirahat ?" "Via gak kuat, Bu. Kayaknya ini gak bisa ditidurkan. Kepala Via rasanya benar-benar pusing. Badan Via juga terasa mual, gak enak banget.""Kalo gitu ibu antar, ya ?""Jangan, Bu. Via akan naik taksi aja." Sergah Via yang tak mau merepotkan Ibunya."Oh yaudah deh kalo itu mau kamu. Tapi kamu mesti hati-hati ya, Nak.""Iya, Bu.""Oh iya, Bu. Rasya udah pulang ya ?" tanya Via sambil melihat pada Rumah Rasya yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ah,
POV RASYASebenarnya, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Jika saja bukan karena ayahku terkena lumpuh, aku pasti akan tetap memilih tinggal di Singapura.Aku benci pada ayahku atas apa yang dia lakukan pada ibu saat aku masih SMA. Ibuku yang bernama Almira, sampai pergi untuk selama-lamanya atas perbuatan bejatnya.Datang ke Indonesia juga membuat rasa sakit itu kembali terasa dalam hati ku. Rasa sakit ketika aku melihat ibuku sendiri meninggal di depan mata kepalaku sendiri atas perbuatan ayah ku sendiri. Perih dan pedih sekali rasanya.Namun, saat ini aku berusaha memaafkan kesalahan ayahku. Meskipun itu sangat berat. Aku berusaha ikhlas atas kepergian ibu dan menganggap itu semua memang sudah takdir. Aku berusaha baik lagi pada ayahku. Apalagi, sekarang ayahku tengah sakit. Aku tidak mau menjadi anak durhaka. Dan aku tidak mau sampai tidak ada kesempatan lagi untuk berusaha memaafkannya.Tidak hanya itu, kembalinya aku ke Indonesia juga semakin takut membuat ku tidak bisa menghilan
Amar sampai di rumah ibunya Via---Bu Nazwa. Ia menutup pintu mobilnya dan melihat ada Bu Nazwa yang tengah di teras luar. Berkali-kali Amar menghela nafasnya untuk berusaha berani menanyakan Via pada Bu Nazwa."Kamu harus berani, Mar. Kamu itu lelaki, kamu harus gentle!" batinnya berucap menguatkan dirinya sendiri.Bu Nazwa yang tengah ada diluar menunggu kedatangan Via langsung berdiri begitu melihat Amar datang. Ia merasa sangat kecewa atas apa yang Amar lakukan pada putrinya."Assalamualaikum, Bu." Ucap Amar sambil menjulurkan tangannya setelah menghampiri Bu Nazwa. Ia ragu-ragu melakukan hal itu, karena meyakini jika Bu Nazwa juga akan kecewa padanya."Wa'alaikum salam." Sambil meraih uluran tangan Amar, Bu Nazwa menjawabnya. Meskipun dia merasa kecewa, ia merasa tetap harus bersikap dengan baik."Bu, Maaf saya mau ketemu Via. Via pasti ada disini 'kan, Bu ? Saya mohon ijinkan saya untuk bertemu dengan Via, Bu." Pinta Amar dengan penuh harap. Perasaannya sangat malu sekali karena
BUGH! "Se-tan! Ngapain Nura ke rumah segala!" Amar memukul setir mobilnya dengan keras dan penuh rasa marah begitu melihat Nura sudah ada di teras depan rumahnya. Ia merasa semakin pusing dengan kehadiran Nura dalam kondisi dirinya seperti ini. Lelaki itu merasakan hidupnya benar-benar hancur saat ini. Semua terasa berat untuk dia jalani.Nura yang sudah menunggunya sejak tadi. Ia langsung berdiri begitu melihat mobil Amar masuk ke gerbang dan berhenti di bagasi. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada karena sangat marah pada Amar yang tak bisa dihubungi. Ia tidak terima dengan perlakuan dingin Amar terhadapnya.Dengan perasaan yang terasa mumet, Amar turun dari mobilnya. Ditambah lagi dengan kehadiran Nura yang semakin menambah rasa marah dalam hatinya."Bagus ya, kamu! Aku telpon berkali-kali nomor kamu gak aktif! Ke kantor juga gak datang! Dan waktu malam kamu ninggalin aku sendirian di apartemen! Maksud kamu apa cuekin aku, Mas ?!" tanpa aba-aba Nura langsung menyambar Ama
Bu Nazwa tertegun melihat Rasya, anak dari Bu Almira--sahabatnya itu. Bu Nazwa sangat pangling dengan perubahan Rasya yang begitu menakjubkan."Bu. Masih ingat Rasya ?" Sambil menjulurkan tangannya, Rasya tersenyum ramah menatap wanita dihadapannya."Ya Allah... Ini beneran Rasya ? Jadi Nak Rasya beneran pulang ke Indonesia ? Ibu sampai pangling." Bu Nazwa meraih uluran tangan Rasya sambil tersenyum penuh kagum akan perubahan Rasya yang semakin bersih dan tampan.Ia mengelus-elus punggung Rasya saat punggung Rasya masih membungkuk menyalami punggung tangannya. Rasya sudah dianggap seperti anak sendiri baginya. Yang paling membuat Bu Nazwa takjub, sikap rendah hati Rasya yang tidak pernah berubah. Meskipun sudah delapan tahun tidak bertemu, Rasya tetap tidak melupakan dirinya. "Ibu sama bapak gimana kabarnya ?" tanya Rasya setelah kembali menegakkan punggungnya."Alhamdulillah.. ibu baik sama bapak baik, Nak. Ayahnya Via itu sibuk terus. Ia tengah ada kerjaan proyek di luar kota. Kamu