POV AMAR
[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Klik!Malam ini, di depan kantor, aku mengirimkan pesan itu pada Via--istriku. Hal yang sudah sering aku lakukan selama satu tahun selingkuh dengan Nura. Aku selalu membohongi Via dengan alasan lembur.Padahal, aku selalu pergi berduaan dengan Nura. Entah untuk ke cafe, ke mall, bahkan ke apartemen. Ini memang hal gila yang aku lakukan.Tapi, aku sendiri tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menyelingkuhi Via. Aku juga mencintai Nura yang merupakan sahabat Via.Apartemen yang biasanya aku tinggali bersama Via, kini menjadi tempat perselingkuhan ku dengan Nura. Aku, bahkan sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Nura di apartemen itu.Nura juga pernah mengatakan, jika akulah lelaki yang pertama kali menyentuhnya dan membuatnya tidak menjadi gadis lagi.Aku juga percaya itu. Karena, saat pertama kalinya aku melakukan hal itu pada Nura di apartemen ku, terdapat bercak darah dari inti kegadisannya itu. Aku juga sempat merasa bersalah. Namun, lama-lama hal gila itu menjadi terasa terbiasa. Aku dan Nura menjadi sering melakukannya tanpa memperdulikan rasa dosa dihatiku.Ini semua terjadi karena aku yang tidak bisa menahan diriku sendiri.Entah kenapa, sejak pertama kali Nura masuk kerja sebagai sekretaris ku, ia seperti selalu berusaha menggoda ku. Ia selalu berpakaian yang ketat dan rok yang sangat pendek seperti ingin membuat aku tertarik.Kadang, ia juga selalu perhatian dengan merapikan dasi ku."Maaf, Pak. Sepertinya dasinya agak kurang rapi. Saya bantu rapikan, ya ?" ucapnya kala itu. Tangannya langsung meraih dasi yang menggantung di kerah bajuku dengan tatapan yang terlihat menggoda.Padahal, aku rasa, dasi itu sudah rapih, Via--istriku yang selalu memasang dan merapikannya setiap kali aku akan berangkat ke kantor. Aku pun menyadari, jika perlakuan Nura, ia hanya berusaha menggoda ku.Aku masih berusaha tahan juga dengan tubuhnya yang begitu menggoda. Bagian tertentu-nya terlihat membentuk begitu memakai baju yang ketat.Darah kelakian ku selalu saja mendesir dan membuat ku selalu menelan saliva berkali-kali karena tergiur akan tubuhnya. Apalagi, kami sering ada kerjaan berdua. Entah itu meeting atau ketemu di kantor untuk membahas pekerjaan. Apalagi, aku dan Nura satu ruangan.Keimananku benar-benar lemah.Puncaknya, saat dua bulan Nura bekerja. Saat kami pulang lembur. Diluar hujan begitu deras.Karena kasihan, aku mengajak Nura untuk pulang bareng naik mobil bersama ku. Aku semakin tidak tega membiarkan dia pulang sendirian malam-malam dan disaat hujan deras.Tak ada taksi satupun yang melintas saat itu. Apalagi, Nura sahabatnya Via--istriku. Jadi, aku merasa kepikiran untuk membantunya.Di dalam mobil, pandangan ku tak bisa fokus. Sesekali aku melihat pada Nura. Roknya minim sekali, memperlihatkan pahanya yang begitu putih dan menggoda. Seperti biasa, Nura selalu memakai baju yang ketat. Aku benar-benar kesulitan menahan diriku.Namun, tak lama setelah itu, saat aku tengah menyetir mobil, Tiba-tiba Nura memainkan jemarinya di kancing kemeja ku yang membuat ku langsung tersentak kaget hingga menghentikan mobilku.Darah kelakian ku berdesir hebat dengan perlakuannya itu. Ia benar-benar menggoda ku. Segera aku memarkirkan mobilku ke pinggir jalan."Nura, apa yang kamu lakukan ?!" sentakku kala itu akan perlakuannya yang tak sopan. Ia menunduk terlihat menyesal."Maaf, pak. Saya tidak sengaja. Saya hanya tahu jika bapak tertarik dengan saya 'kan ?"Ucapannya membuat ku tersentak kaget. Ia begitu berani mengatakan itu. Tak lama, ia mengangkat kepalanya."Bapak tidak usah berbohong. Saya tahu bapak selalu memperhatikan saya. Saya tahu kalo bapak itu tertarik dengan saya 'kan ?""Pak Amar. Jujur! Saya mencintai bapak! Maafkan saya, pak!" Lanjutnya terang-terangan dengan tatapan lekat. Aku tertegun menatapnya. Namun, apa yang dikatakannya benar. Aku, memang tertarik padanya."Nura, apa maksud kamu ?! Kamu mencintai saya ?" tanyaku."Iya, Pak. Bapak juga mencintai saya 'kan ? Pak, kita bisa melakukan hubungan diam-diam. Saya tidak akan beritahu pada Via.""Tapi, Via 'kan sahabat kamu, Nura ? Apa kamu tega mengkhianati sahabat kamu dengan menjadi selingkuhan ku ?""Saya tau, Pak. Tapi, cinta memang seperti itu 'kan ? Cinta memang gila. Ia bisa membuat seseorang menjadi tidak waras 'kan ?"Aku masih terdiam saat itu. Nura seperti tak ada rasa takut sama sekali jikalau aku akan marah padanya. Namun, aku juga tidak bisa memarahinya. Aku akui, aku tertarik padanya."Kamu benar-benar mencintai ku ? Kamu mau jadi selingkuhan ku ?" tanyaku mengulangi.Nura mengangguk sambil tersenyum. Ia terlihat begitu yakin untuk mau menjadi selingkuhan ku. Sejak itu, kami pun mulai menjalani hubungan diam-diam sebagai seorang pacar."Iya, Pak. Sungguh. Kalo bapak mau, saya juga bersedia untuk melayani bapak malam ini." Ia mengucapkan itu dengan tatapan menggoda. Benar-benar diluar dugaan. Entah apa yang ada dipikiran Nura. Wanita itu, benar-benar rela diperlakukan buruk oleh seorang laki-laki.Ia menawarkan sendiri kehormatannya untuk di hancurkan oleh seorang lelaki yang bahkan telah beristri. Di saat hujan deras, aku seperti orang yang tengah sangat kehausan, lalu disuguhi air minum."Ka-mu serius ?""Iya, Pak. Saya serius. Emangnya wajah saya terlihat bercanda ?" tanyanya. Aku hanya tersenyum.Seperti mendapatkan durian runtuh dengan pohonnya. Aku adalah lelaki yang bahkan ditawarkan Nura untuk merenggut kenikmatan bersamanya. Tanpa pikir panjang, aku yang tengah merasa tergoda, langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan itu."Oke. Kita ke apartemen ya ?" ucapku sambil mengedipkan sebelah mata ku dengan nakalnya.Kala itu, aku benar-benar seperti manusia yang tidak sadar. Dan saat itu, kami pun melakukan hal terlarang itu di apartemen ku.*****"Aku udah bilang lembur sama Via. Yaudah yuk, berangkat ke apartemen," ucapku saat ini sambil membukakan pintu mobil untuk Nura. Hal yang biasa akan kita lakukan. Hanya untuk bersenang-senang seperti satu tahun sebelumnya."Iya, Mas. Bagus kalo Via udah berhasil kamu bohongi," jawab Nura. Ia lalu masuk ke dalam mobilku.Awalnya, Nura sudah seperti wanita yang bisa dipakai dan di anggur-kan kapan pun aku mau. Jika aku tengah 'ingin', dengan mudahnya aku bisa memintanya untuk melayaniku.Bukankah dia sendiri yang menawarkan dirinya untukku ? Jadi, pandangan ku begitu rendah padanya.Namun, lama kelamaan, perasaan cinta itu mulai tumbuh. Aku mencintai Nura karena dia sosok yang ambisius, ia selalu berusaha keras untuk mendapatkan apapun yang dia mau. Aku jatuh cinta akan semangatnya."Oh, iya. Kamu kapan mau menceraikan Via ?"Deg. Aku menelan ludah dengan susah begitu mendengar Nura mengatakan itu. Meskipun bukan yang pertama kalinya dia mengucapkan itu, tapi tetap saja selalu membuatku bingung.Menceraikan Via sungguh hal yang sulit untuk aki lakukan. Aku juga masih sangat mencintai Via istriku itu."Mas, 'kok kamu gak jawab pertanyaan aku, sih ?!" tanya Nura kembali karena aku hanya diam saja.Sambil menyetir mobil, aku menoleh sejenak padanya."Aku 'kan juga mencintai Via, sayang. Mana mungkin aku mesti menceraikan dia. Aku 'kan juga udah bilang berapa kali hal ini sama kamu." Jawabku."Akh! Kamu selalu aja begitu!" Sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, Nura mengucapkan itu dengan raut wajah kesal. "Terus sampai kapan aku mesti jadi selingkuhan kamu, Mas ?! Aku udah capek pacaran sembunyi-sembunyi terus kayak gini!"Satu tanganku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aku benar-benar bingung."Ya.. aku juga bingung, Ra." Jawabku."Ya kamu jujur aja sama Via soal hubungan kita! Aku gak masalah 'kok kalo mesti jadi istri yang kedua!" Masih dengan raut wajah kesal, Nura mengucapkan itu.Aku hanya terdiam tak menjawabnya. Aku inginnya juga begitu. Aku ingin Via dan Nura sama-sama menjadi milikku. Tapi, aku tidak siap jika Via mengetahui perselingkuhan ku dengan Nura.Aku tidak yakin Via mau diduakan. Bagaimana kalo sampai Via malah minta pisah sama aku ? Akh, aku benar-benar tidak mau itu terjadi."Yaudah, kamu sabar dulu aja, ya. Aku butuh waktu yang tepat dulu untuk jujur pada Via." Aku berusaha mengulur waktu. Nura hanya terdiam melihat kedepan masih dengan kedua tangan di depan dada dan dengan raut wajah yang kesal. Ia marah padaku.---------Bersambung....[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Malam ini, aku membaca pesan itu. Dulu, aku selalu percaya setiap kali dia mengatakan lembur. Tapi, tidak untuk sekarang. Segera aku lihat GPS di handphone ku. Aku ingin melihat keberadaan Mas Amar sebenarnya."Sialan! Mas Amar membohongi ku!"Benar saja kecurigaan ku. Mas Amar berbohong, ia tidak tengah di kantornya yang bernama PT Laskar Angkasa. Selama ini, mungkin sudah banyak sekali dia berbohong dengan alasan lembur seperti ini. Dari GPS, justru dia tengah ada di sebuah apartemen yang lokasinya merupakan lokasi tempat dimana apartemen milik Mas Amar.Aku mengepal tangan dengan erat. Rasa marah dalam dada seketika bergejolak."Brengs*k kamu, Mas! Kamu bohong! Kamu gak ada di kantor! Tapi di apartemen kita! Apa yang kamu lakukan disana, Mas ?! Apa kamu tengah bersama wanita busuk itu ?! Aku akan susul kamu, Mas!" decak ku dengan rasa marah.*****Aku menyetir mobil untuk menyusul ke apart
Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (8)"Ka-kamu, Via ' kan ?" Lelaki dihadapanku itu menatap ku terlihat sama terkejut.Aku manggut-manggut dengan air mata yang berlinang. Untuk bicara saja rasanya sesak. Setelah lama tidak bertemu, sekarang dia ada di Indonesia. "Via kamu kenapa ? A-apa yang tengah terjadi ?!" Ia terlihat ikut panik."Aku gak bisa jelaskan sekarang, Rasya. Aku harus cepat pergi," ucapku pada Rasya. "Via! Tunggu sayang!" Mas Amar sudah sampai di lobby. Sejenak aku menoleh, lalu cepat-cepat berjalan menuju mobil. Aku cepat-cepat membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Bruk! Bruk! Bruk! Saat aku parkir, Tangan Mas Amar terus menggedor-gedor kaca mobilku. Aku tidak peduli. Langsung aku lajukan mobilku menuju keluar area apartemen. Saat ini, aku sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.*****Aku pulang ke rumah, lalu langsung mengunci pintu rumah. Aku tak ingin Mas Amar masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya pulang ke rumah
Setelah kembali masuk ke kamar, aku memasukkan beberapa pakaian ku ke dalam koper. Besok pagi, aku harus pergi dari rumah ini.Tiba-tiba aku teringat pada Rasya. Aku sangat kaget dengan kehadiran Rasya di Indonesia. Ia sahabat ku sejak kecil. Setelah lulus SMA, ia pergi ke Singapura untuk kuliah kedokteran di Singapura. Kemarin, ingin sekali rasanya aku bisa berbincang kembali dengannya setelah lama tidak bertemu. Namun, keadaannya tidak memungkinkan.Delapan tahun kita tidak pernah bertemu langsung. Dalam delapan tahun itu, enam tahun masih saling berkabar meski hanya dengan saling mengirim pesan, telponan, dan video call. Enam Tahun itu saat aku masih kuliah hingga aku kerja sebagai sekretarisnya Mas Amar. Sedangkan, saat aku sudah kerja menjadi sekretaris, saat itu Rasya tengah kuliah lagi. Ia kuliah spesialis jantung, cita-citanya sejak dulu. Namun, Dua tahun yang lalu, aku benar-benar tidak pernah tahu kabar Rasya sama sekali. Entah apa yang terjadi. Ia bahkan sulit untuk dihu
POV NURADengan kesal, aku segera kembali memakai semua pakaianku yang berantakan diatas tempat tidur apartemen miliknya Mas Amar. Mas Amar tega sekali, ia meninggalkan aku sendirian di apartemen-nya. Apalagi, sekarang sudah sangat malam. Aku tidak mungkin untuk pulang sekarang. Terpaksa, aku memilih untuk berdiam dulu di apartemen ini hingga pagi. Aku mencoba menelponnya, namun dengan sepihak Mas Amar mematikan panggilannya.'Benar-benar menyebalkan!'Wajahku dan rambut ku juga basah gara-gara ulah Via. Ternyata dia galak juga. Aku pikir dia wanita yang manis dan lembut seperti yang aku kenal selama ini. Aku beranjak dari tempat tidur karena ingin mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku."Aw..sss....." Si-al. Kaki ku menginjak pecahan gelas yang Via lemparkan waktu malam tadi. Aku berjongkok sambil melihat luka di telapak kakiku. Ada sedikit darah yang keluar, namun rasanya sangat perih hingga terasa berdenyut."Akh! Dasar! Via Sialan! Awssss... Kakiku sakit banget lagi!" ce
Karena masih terasa pusing, Via memilih berangkat naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Rasanya tak mungkin baginya untuk menyetir mobil sendiri dalam keadaannya yang sedang tidak enak badan seperti sekarang ini.Badannya benar-benar terasa mual. "Bu, Via mau ke rumah sakit dulu ya." Ucap Via pada ibu Nazwa yang tengah membaca majalah di kursi yang ada di teras luar rumahnya. Bu Nazwa menaruh majalahnya ke meja, ia melihat pada Via dengan khawatir karena tahu keadaan putrinya tengah tidak baik-baik saja."Loh, tadi katanya mau istirahat ?" "Via gak kuat, Bu. Kayaknya ini gak bisa ditidurkan. Kepala Via rasanya benar-benar pusing. Badan Via juga terasa mual, gak enak banget.""Kalo gitu ibu antar, ya ?""Jangan, Bu. Via akan naik taksi aja." Sergah Via yang tak mau merepotkan Ibunya."Oh yaudah deh kalo itu mau kamu. Tapi kamu mesti hati-hati ya, Nak.""Iya, Bu.""Oh iya, Bu. Rasya udah pulang ya ?" tanya Via sambil melihat pada Rumah Rasya yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ah,
POV RASYASebenarnya, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Jika saja bukan karena ayahku terkena lumpuh, aku pasti akan tetap memilih tinggal di Singapura.Aku benci pada ayahku atas apa yang dia lakukan pada ibu saat aku masih SMA. Ibuku yang bernama Almira, sampai pergi untuk selama-lamanya atas perbuatan bejatnya.Datang ke Indonesia juga membuat rasa sakit itu kembali terasa dalam hati ku. Rasa sakit ketika aku melihat ibuku sendiri meninggal di depan mata kepalaku sendiri atas perbuatan ayah ku sendiri. Perih dan pedih sekali rasanya.Namun, saat ini aku berusaha memaafkan kesalahan ayahku. Meskipun itu sangat berat. Aku berusaha ikhlas atas kepergian ibu dan menganggap itu semua memang sudah takdir. Aku berusaha baik lagi pada ayahku. Apalagi, sekarang ayahku tengah sakit. Aku tidak mau menjadi anak durhaka. Dan aku tidak mau sampai tidak ada kesempatan lagi untuk berusaha memaafkannya.Tidak hanya itu, kembalinya aku ke Indonesia juga semakin takut membuat ku tidak bisa menghilan
Amar sampai di rumah ibunya Via---Bu Nazwa. Ia menutup pintu mobilnya dan melihat ada Bu Nazwa yang tengah di teras luar. Berkali-kali Amar menghela nafasnya untuk berusaha berani menanyakan Via pada Bu Nazwa."Kamu harus berani, Mar. Kamu itu lelaki, kamu harus gentle!" batinnya berucap menguatkan dirinya sendiri.Bu Nazwa yang tengah ada diluar menunggu kedatangan Via langsung berdiri begitu melihat Amar datang. Ia merasa sangat kecewa atas apa yang Amar lakukan pada putrinya."Assalamualaikum, Bu." Ucap Amar sambil menjulurkan tangannya setelah menghampiri Bu Nazwa. Ia ragu-ragu melakukan hal itu, karena meyakini jika Bu Nazwa juga akan kecewa padanya."Wa'alaikum salam." Sambil meraih uluran tangan Amar, Bu Nazwa menjawabnya. Meskipun dia merasa kecewa, ia merasa tetap harus bersikap dengan baik."Bu, Maaf saya mau ketemu Via. Via pasti ada disini 'kan, Bu ? Saya mohon ijinkan saya untuk bertemu dengan Via, Bu." Pinta Amar dengan penuh harap. Perasaannya sangat malu sekali karena
BUGH! "Se-tan! Ngapain Nura ke rumah segala!" Amar memukul setir mobilnya dengan keras dan penuh rasa marah begitu melihat Nura sudah ada di teras depan rumahnya. Ia merasa semakin pusing dengan kehadiran Nura dalam kondisi dirinya seperti ini. Lelaki itu merasakan hidupnya benar-benar hancur saat ini. Semua terasa berat untuk dia jalani.Nura yang sudah menunggunya sejak tadi. Ia langsung berdiri begitu melihat mobil Amar masuk ke gerbang dan berhenti di bagasi. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada karena sangat marah pada Amar yang tak bisa dihubungi. Ia tidak terima dengan perlakuan dingin Amar terhadapnya.Dengan perasaan yang terasa mumet, Amar turun dari mobilnya. Ditambah lagi dengan kehadiran Nura yang semakin menambah rasa marah dalam hatinya."Bagus ya, kamu! Aku telpon berkali-kali nomor kamu gak aktif! Ke kantor juga gak datang! Dan waktu malam kamu ninggalin aku sendirian di apartemen! Maksud kamu apa cuekin aku, Mas ?!" tanpa aba-aba Nura langsung menyambar Ama