Share

6. MENYELIDIKI

POV AMAR

[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]

Klik!

Malam ini, di depan kantor, aku mengirimkan pesan itu pada Via--istriku. Hal yang sudah sering aku lakukan selama satu tahun selingkuh dengan Nura. Aku selalu membohongi Via dengan alasan lembur.

Padahal, aku selalu pergi berduaan dengan Nura. Entah untuk ke cafe, ke mall, bahkan ke apartemen. Ini memang hal gila yang aku lakukan.

Tapi, aku sendiri tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menyelingkuhi Via. Aku juga mencintai Nura yang merupakan sahabat Via.

Apartemen yang biasanya aku tinggali bersama Via, kini menjadi tempat perselingkuhan ku dengan Nura. Aku, bahkan sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Nura di apartemen itu.

Nura juga pernah mengatakan, jika akulah lelaki yang pertama kali menyentuhnya dan membuatnya tidak menjadi gadis lagi.

Aku juga percaya itu. Karena, saat pertama kalinya aku melakukan hal itu pada Nura di apartemen ku, terdapat bercak darah dari inti kegadisannya itu. Aku juga sempat merasa bersalah. Namun, lama-lama hal gila itu menjadi terasa terbiasa. Aku dan Nura menjadi sering melakukannya tanpa memperdulikan rasa dosa dihatiku.

Ini semua terjadi karena aku yang tidak bisa menahan diriku sendiri.

Entah kenapa, sejak pertama kali Nura masuk kerja sebagai sekretaris ku, ia seperti selalu berusaha menggoda ku. Ia selalu berpakaian yang ketat dan rok yang sangat pendek seperti ingin membuat aku tertarik.

Kadang, ia juga selalu perhatian dengan merapikan dasi ku.

"Maaf, Pak. Sepertinya dasinya agak kurang rapi. Saya bantu rapikan, ya ?" ucapnya kala itu. Tangannya langsung meraih dasi yang menggantung di kerah bajuku dengan tatapan yang terlihat menggoda.

Padahal, aku rasa, dasi itu sudah rapih, Via--istriku yang selalu memasang dan merapikannya setiap kali aku akan berangkat ke kantor. Aku pun menyadari, jika perlakuan Nura, ia hanya berusaha menggoda ku.

Aku masih berusaha tahan juga dengan tubuhnya yang begitu menggoda. Bagian tertentu-nya terlihat membentuk begitu memakai baju yang ketat.

Darah kelakian ku selalu saja mendesir dan membuat ku selalu menelan saliva berkali-kali karena tergiur akan tubuhnya. Apalagi, kami sering ada kerjaan berdua. Entah itu meeting atau ketemu di kantor untuk membahas pekerjaan. Apalagi, aku dan Nura satu ruangan.

Keimananku benar-benar lemah.

Puncaknya, saat dua bulan Nura bekerja. Saat kami pulang lembur. Diluar hujan begitu deras.

Karena kasihan, aku mengajak Nura untuk pulang bareng naik mobil bersama ku. Aku semakin tidak tega membiarkan dia pulang sendirian malam-malam dan disaat hujan deras.

Tak ada taksi satupun yang melintas saat itu. Apalagi, Nura sahabatnya Via--istriku. Jadi, aku merasa kepikiran untuk membantunya.

Di dalam mobil, pandangan ku tak bisa fokus. Sesekali aku melihat pada Nura. Roknya minim sekali, memperlihatkan pahanya yang begitu putih dan menggoda. Seperti biasa, Nura selalu memakai baju yang ketat. Aku benar-benar kesulitan menahan diriku.

Namun, tak lama setelah itu, saat aku tengah menyetir mobil, Tiba-tiba Nura memainkan jemarinya di kancing kemeja ku yang membuat ku langsung tersentak kaget hingga menghentikan mobilku.

Darah kelakian ku berdesir hebat dengan perlakuannya itu. Ia benar-benar menggoda ku. Segera aku memarkirkan mobilku ke pinggir jalan.

"Nura, apa yang kamu lakukan ?!" sentakku kala itu akan perlakuannya yang tak sopan. Ia menunduk terlihat menyesal.

"Maaf, pak. Saya tidak sengaja. Saya hanya tahu jika bapak tertarik dengan saya 'kan ?"

Ucapannya membuat ku tersentak kaget. Ia begitu berani mengatakan itu. Tak lama, ia mengangkat kepalanya.

"Bapak tidak usah berbohong. Saya tahu bapak selalu memperhatikan saya. Saya tahu kalo bapak itu tertarik dengan saya 'kan ?"

"Pak Amar. Jujur! Saya mencintai bapak! Maafkan saya, pak!" Lanjutnya terang-terangan dengan tatapan lekat. Aku tertegun menatapnya. Namun, apa yang dikatakannya benar. Aku, memang tertarik padanya.

"Nura, apa maksud kamu ?! Kamu mencintai saya ?" tanyaku.

"Iya, Pak. Bapak juga mencintai saya 'kan ? Pak, kita bisa melakukan hubungan diam-diam. Saya tidak akan beritahu pada Via."

"Tapi, Via 'kan sahabat kamu, Nura ? Apa kamu tega mengkhianati sahabat kamu dengan menjadi selingkuhan ku ?"

"Saya tau, Pak. Tapi, cinta memang seperti itu 'kan ? Cinta memang gila. Ia bisa membuat seseorang menjadi tidak waras 'kan ?"

Aku masih terdiam saat itu. Nura seperti tak ada rasa takut sama sekali jikalau aku akan marah padanya. Namun, aku juga tidak bisa memarahinya. Aku akui, aku tertarik padanya.

"Kamu benar-benar mencintai ku ? Kamu mau jadi selingkuhan ku ?" tanyaku mengulangi.

Nura mengangguk sambil tersenyum. Ia terlihat begitu yakin untuk mau menjadi selingkuhan ku. Sejak itu, kami pun mulai menjalani hubungan diam-diam sebagai seorang pacar.

"Iya, Pak. Sungguh. Kalo bapak mau, saya juga bersedia untuk melayani bapak malam ini." Ia mengucapkan itu dengan tatapan menggoda. Benar-benar diluar dugaan. Entah apa yang ada dipikiran Nura. Wanita itu, benar-benar rela diperlakukan buruk oleh seorang laki-laki.

Ia menawarkan sendiri kehormatannya untuk di hancurkan oleh seorang lelaki yang bahkan telah beristri. Di saat hujan deras, aku seperti orang yang tengah sangat kehausan, lalu disuguhi air minum.

"Ka-mu serius ?"

"Iya, Pak. Saya serius. Emangnya wajah saya terlihat bercanda ?" tanyanya. Aku hanya tersenyum.

Seperti mendapatkan durian runtuh dengan pohonnya. Aku adalah lelaki yang bahkan ditawarkan Nura untuk merenggut kenikmatan bersamanya. Tanpa pikir panjang, aku yang tengah merasa tergoda, langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Oke. Kita ke apartemen ya ?" ucapku sambil mengedipkan sebelah mata ku dengan nakalnya.

Kala itu, aku benar-benar seperti manusia yang tidak sadar. Dan saat itu, kami pun melakukan hal terlarang itu di apartemen ku.

*****

"Aku udah bilang lembur sama Via. Yaudah yuk, berangkat ke apartemen," ucapku saat ini sambil membukakan pintu mobil untuk Nura. Hal yang biasa akan kita lakukan. Hanya untuk bersenang-senang seperti satu tahun sebelumnya.

"Iya, Mas. Bagus kalo Via udah berhasil kamu bohongi," jawab Nura. Ia lalu masuk ke dalam mobilku.

Awalnya, Nura sudah seperti wanita yang bisa dipakai dan di anggur-kan kapan pun aku mau. Jika aku tengah 'ingin', dengan mudahnya aku bisa memintanya untuk melayaniku.

Bukankah dia sendiri yang menawarkan dirinya untukku ? Jadi, pandangan ku begitu rendah padanya.

Namun, lama kelamaan, perasaan cinta itu mulai tumbuh. Aku mencintai Nura karena dia sosok yang ambisius, ia selalu berusaha keras untuk mendapatkan apapun yang dia mau. Aku jatuh cinta akan semangatnya.

"Oh, iya. Kamu kapan mau menceraikan Via ?"

Deg. Aku menelan ludah dengan susah begitu mendengar Nura mengatakan itu. Meskipun bukan yang pertama kalinya dia mengucapkan itu, tapi tetap saja selalu membuatku bingung.

Menceraikan Via sungguh hal yang sulit untuk aki lakukan. Aku juga masih sangat mencintai Via istriku itu.

"Mas, 'kok kamu gak jawab pertanyaan aku, sih ?!" tanya Nura kembali karena aku hanya diam saja.

Sambil menyetir mobil, aku menoleh sejenak padanya.

"Aku 'kan juga mencintai Via, sayang. Mana mungkin aku mesti menceraikan dia. Aku 'kan juga udah bilang berapa kali hal ini sama kamu." Jawabku.

"Akh! Kamu selalu aja begitu!" Sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, Nura mengucapkan itu dengan raut wajah kesal. "Terus sampai kapan aku mesti jadi selingkuhan kamu, Mas ?! Aku udah capek pacaran sembunyi-sembunyi terus kayak gini!"

Satu tanganku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aku benar-benar bingung.

"Ya.. aku juga bingung, Ra." Jawabku.

"Ya kamu jujur aja sama Via soal hubungan kita! Aku gak masalah 'kok kalo mesti jadi istri yang kedua!" Masih dengan raut wajah kesal, Nura mengucapkan itu.

Aku hanya terdiam tak menjawabnya. Aku inginnya juga begitu. Aku ingin Via dan Nura sama-sama menjadi milikku. Tapi, aku tidak siap jika Via mengetahui perselingkuhan ku dengan Nura.

Aku tidak yakin Via mau diduakan. Bagaimana kalo sampai Via malah minta pisah sama aku ? Akh, aku benar-benar tidak mau itu terjadi.

"Yaudah, kamu sabar dulu aja, ya. Aku butuh waktu yang tepat dulu untuk jujur pada Via." Aku berusaha mengulur waktu. Nura hanya terdiam melihat kedepan masih dengan kedua tangan di depan dada dan dengan raut wajah yang kesal. Ia marah padaku.

---------

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status