Segera, tanpa berpikir panjang dan berliku-liku, aku menyeret tubuh kembali ke dalam tanpa melihat ke arah Kenzy lagi. Entah apa yang dilakukannya di sana, sekarang. Bagaimana perasaannya terhadap sikapku yang nggak biasa tadi. Rasanya, ooohhh, rasanya seperti pencuri yang tertangkap basah. Bedanya, bahkan aku nggak tahu, apa yang telah aku curi?
Biasanya, jangankan melongok ke luar pintu, memandang ke arah pintu pun aku nggak pernah. Lebih tepatnya, nggak sudi. Untuk apa? Melepas kepergian Kenzy yang tanpa permisi dan basa-basi? No, no, no. Big no. Well, kadang-kadang aku sampai lupa mengunci pintu. Itu yang paling berbahaya, sebenarnya. Bukan, ini bukan tentang orang lain tetapi Kenzy.
So far so good sih, hanya sedikit
Dengan penuh semangat perjuangan, aku mendorong troli yang penuh dengan belanjaan keluar dari kopermolen. Sebenarnya, ummm, biasanya aku nggak pergi berbelanja seorang diri, karena selalu ada Elize yang menemani. Bisa dikatakan, ini belanja besarku yang pertama setelah kepergiannya. Ya, yaaahhh, tentu aku lebih senang begini … Kalau boleh jujur, masih sakit rasanya jika teringat akan hal itu. Maksudku, Elize yang tega menjalankan BSLS (Back Street Love Story) bersama Kenzy.Bayangkan!Dia bahkan sampai hati memberikan kunci pintu kamarku pada Kenzy. Well, padahal kan dia paham, kalau itu benteng perlindunganku dari Kenzy. Apa, sahabat model apa itu, namanya? Aku sih, sama sekali nggak menyesal kehilangan dia, sungguh. Untuk apa bert
Blank. Blank. Blank.Itu yang kurasakan begitu sampai di depan pintu pagar. Kosong dalam arti bingung, dengan semua yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini. Lebih tepatnya, semenjak memergoki Elize dan Kenzy menikmati kemesraan mereka di depan rumah Elize. Begitu menikmatinya kukira, sehingga tak ada seorang pun yang menyadari keberadaanku di sana. Di jalan kecil menuju rumah kami yang jaraknya tak lebih dari lima belas meter.Kalau Elize dalam posisi membuka mata, seharusnya ekor matanya bisa menangkap bayanganku. Rasionalnya begitu, bukan? Ya ampuuun, aku kan, bukan patung yang terekat di jalan? Kecuali, yeaaahhh, dia sengaja melakukan itu untuk membakar hatiku sampai hangus.
Auuuhhh, benarkah?Terakhir berjumpa dengannya, di Home Room sepekan yang lalu. Saat dia mengatakan kalau harus mengantarkan titipan ibunya untuk temannya. Dia juga meminta maaf karena nggak sempat memberitahuku sebelumnya. Jadi, dengan nada bicara yang berat, dia mengatakan, "Sorry Sa, kamu jadi pulang sendirian?"Untung, walaupun remuk hati dan jujur sedikit tersinggung dengan sikapnya, tapi aku masih bisa menjawab dengan sopan, "No, it's allright, Sophia! Ya ampuuun, aku kan, bukan anak kecil!"Kami sama-sama tertawa, waktu itu. Saling menatap, mengulas senyuman dan akhirnya melambaikan tangan dengan penuh saya
Kamuflase Penambah Luka"Anyelir, please ...?" Kenzy masih memohon-mohon, meratap-ratap di sampingku, "Aku kan, sudah minta maaf? Aku benar-benar khilaf tadi, sumpah. Janji deh, besok nggak lagi!" terangnya, sambil menyentuh punggungku yang sudah basah oleh keringat namun kuhempaskan dengan emosional.Bukannya menyerah atau bagaimana, Kenzy malah mengikutiku berdiri, menyambar beberapa lembar tissue dan mengangsurkannya padaku, "Anyelir, sekali lagi aku minta maaf, ya? Sumpah, aku nggak bermaksud nyakitin kamu, kok. Nggak bermaksud buat kamu tergores dan nangis sampai kayak gini, sumpah!"Aku nggak percaya.
Leiden, 27 Maret 2018Dear Angel,Apa yang bisa kuceritakan padamu hari ini? Ada banyak, sebenarnya. Banyak sekali. Tapi aku hanya ingin membagikan yang ini untukmu. Jangan marah, ya? Jangan tersinggung!Hoaaa, Sophia meninggal dunia empat hari yang lalu karena gerd. Ugh, jahat banget nggak, sih? Memangnya, seberapa tinggi sih, asam lambungnya sampai bisa membuat dia meninggal?Oooh, Sophia!RIP
De swiiing!Kenzy memoles wajahnya dengan senyuman yang super duper manis, padahal aku mendelik maksimal. Maksudnya? Bangga karena berhasil mencuri pipi kananku lagi? Ummm, setelah tragedi kunjungan Om Dirga untuk yang ke dua kalinya?Bayangkan!Dua kali kunjungan saja, dia bisa menghabiskan seluruh wajahku, bagaimana dengan kunjungan-kunjungan berikutnya? Apa nggak habis, aku? Tamat. Eh? No, no, no!Big no!'Keep positive thinking, Anyelir!'
Oh, my God, syukurlah!Aku masih bisa bernapas dengan normal meskipun di depan pintu sana---aku melihatnya dari kaca cermin di atas wastafel---Kenzy masih berdiri dengan senyum usilnya. Cukup membuat marah sebenarnya tapi aku nggak melakukannya. Nggak ada gunanya, kecuali mengulur-ulur waktu dan akhirnya mati kelaparan. Tentu saja aku nggak menginginkan hal yang paling memprihatinkan sekaligus konyol itu terjadi.Bagaimana dengan Papa, nanti?"Sorry, Kenzy kataku setelah membalikkan badan dengan santai dan sempurna, "Aku mau lewat!"Tanpa ber
How, how can Marcella be here?Oooh, ooohhh, my God! Rasanya seperti terjatuh dari ketinggian dan langsung ambyar. Pyaaarrr, ambyar kuadrat. Ummm, banyak orang yang mengatakan kalau kebahagiaan itu bukan sekotak hadiah melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan. Tapi buktinya aku langsung menyusut seperti siput yang ditaburi setoples garam, begitu kebahagiaan yang baru mulai kuciptakan terjajah oleh Marcella. Bagaimana nggak? Hellooo, any body home? Itu, Marcella sungguhan kan, bukan kloningan? Bagaimana dia tahu kalau aku eh Kenzy ada di sini, sih?"Cella?" Kenzy terlihat shocked, benar-benar shocked---bukan sandiwara karena aku telah memindai kejujuran dari sorot matanya---lalu berdiri dan berjalan mendekatinya. Nggak terlalu dekat menu