Haaa, whaaat?
Sampai aku terbangun jam sembilan keesokan paginya dan langsung memeriksa chat room kami, Papa masih belum membaca chat-ku padahal delivered. Dalam hitungan detik, demi melihat kenyataan yang semenyakitkan itu, aku meradang. Mengerang, menggeliat kuat-kuat lalu menyisir rambut dengan kasar. Menguncir ekor kuda dengan karet gelang berwarna oranye dan melangkah lebar-lebar menuju kamar mandi. Sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam hidupku, bisa dikatakan langka, malah. Selama ini aku belum pernah bersikap segusar itu oleh karena apapun yang dilakukan Papa, sungguh. Ummm, kenapa sih, aku justru sering tersakiti oleh Papa, sosok yang sangat sangat sangaaat berarti di seluruh planet? Padahal, yaaa, padahal setahuku … You know lah, bagaimana aku terhadap Papa. Sampai-sampai terjebak dalam pernikahan di atas kert
Siiirrr dug, dug, duuuggg!Miss D sudah menungguku di ruang kerjanya begitu aku sampai di rumah sakit. Raut wajahnya melambangkan keseriusan tingkat langit ke tujuh, begitu aku menatapmya dengan air mata darah yang berlinang-linang. Ups, sorry, mungkin aku berlebihan tapi bagaimana nggak kalau ternyata Kenzy si Batu Karang sekaligus Manusia itu ternyata sakit? Huaaa, ooohhh, my God! Aku benar-benar nggak menyangka. Kenzy yang usil, jahil dan ya, yaaahhh kadang-kadang menyebalkan itu ternyata sakit. Sakit apa? Belum tahu, Miss D nggak menjelaskan di chat room tadi dan itulah kenapa aku menemuinya di sini. Sederhananya, untuk mencari tahu, penyakit apa yang telah dengan kejamnya bersarang di tubuh Kenzy.By tye way ta
Oh God, time flies so fast!Mau nggak mau, suka nggak suka itulah kenyataan yang ada. Sudah tiga bulan ini Kenzy sakit. Stadium dua, Liver Cancer. Sejujur-jujurnya kukatakan, nggak punya target lain lagi sekarang, kecuali menjaga dan merawat Kenzy sampai sembuh. Termasuk, bekerja di DE SUPER ICE CREAM. Aku sudah berhenti, bahkan sejak baru tahu kalau ternyata ada cancer cells yang menggerogoti tubuh Kenzy. Sebenarnya, Emma masih ingin mempertahankanku dengan memberikan pekerjaan yang lebih ringan dari pada telephone operator tapi aku menolak. Dengan sehalus mungkin, tentu saja agar tak menyakiti atau menyinggung perasaannya. Well, selama tiga bulan bekerja di sana, bukan hanya sekadar fee yang kudapatkan, melainkan persahabatan. DE SUPER ICE CREAM sungguh keluarga yang ramah, hangat dan membahagiakan bagiku.
Untuk menyambut musim gugur kali ini---musim gugur ke dua kami di Netherlands---aku memutuskan untuk mengadakan weekend dinner bersama para tetangga. Jadi, hari ini aku sibuk menulis undangan dan menyebarkannya dari rumah ke rumah. Well, meskipun ini jaman internet---bisa saja membuat E-Inviting Card yang bisa sampai hanya dalam hitungan detik--tapi menurutku kurang sopan. Ya ampuuun! Kami kan tetangga, nggak sampai berjalan sejauh ratusan meter untuk mencapai rumah mereka. Ya, yaaahhh, kecuali rumah Elize, sih. Itu pun hanya sekitar dua ratus meter.So, this is the inviting card that I wrote happily lovely!Dear ………………We lovely to invite yo
Nggak hanya para tetangga, aku juga mengundang keluarga besar DE SUPER ICE CREAM untuk datang ke acara weekend dinner. Tentu saja, Emma and Friends dengan senang hati menerima undanganku. Bahkan, Tosca bersedia menyumbangkan tenaga untuk menjadi chef. Hehehehe. Bukan hanya itu, dengan senang hati, Emma akan membawakan kami es krim yang super duper yummy. Es krim andalan di kedai es krimnya. Es krim varian apakah itu? Cokelat almond, strawberry dan pisang. Kalau di daftar menu sih, tulisannya menjadi seperti ini: CASBANANA. Uwaaauuu nggak sih, kalau begitu? Jujur, aku tersanjung kuadrat.OK!Sepulang dari DE SUPER ICE CREAM untuk mengantarkan kartu undangan itu tadi, aku sekalian pergi berbelanja di kopermolen. Kenzy minta dibuatkan kacang
Kenzy nakal!Coba bayangkan, sempat-sempatnya dia menyentuhkan love kiss ke pipi kananku, sewaktu aku membantunya berjalan menuruni anak tangga. Ah, semoga Om Dirga nggak melihatnya. Bukan apa-apa. Malu, kan? Hehehehe. Ya, yaaahhh, bisa jadi malah senang sih, karena akhirnya keponakannya ini bisa hidup rukun, damai dan bahagia. Yeaaahhh, meskipun sedang dalam ujian berat dari Tuhan, sih. Ummm, nggak ada yang nggak mungkin kan, bagi Tuhan? Kalau Dia kehendaki Kenzy sembuh dalam sekejap mata, niscaya itulah yang akan terjadi. Satu yang pasti, Tuhan nggak akan membebankan apapun pada kami, kecuali kami sanggup memikulnya. Iya, kan?"Iiihhh, Kenzy!" aku berbisik lirih dalam rangka protes, "Malu tahu, ada Om Dirga?" bisikku l
"Breech, ooohhh, my God … Aaaakkk … Breech!" Tante Bethanny menjerit-jerit tertahan di sela-sela kontraksi yang mendorongnya untuk mengejan tapi aku nggak tahu artinya apa sehingga berlari ke luar kamar, memanggil Om Dirga.Nora tidur di stroller jadi Om Dirga bisa segera mengikuti aku, "Ada apa, Anyelir? Auuuhhh, Nora rewel sekali!""Tante Bethanny, ummm, breech …?" sahutku dengan kepanikan yang semakin memuncak, "Breech, apa itu, Om?"Tanpa berkata-kata, Om Dirga berlari ke kamar, napasnya terdengar memburu yang kuterjemahkan dengan panik kuadrat. Meskipun begitu, aku menyempatkan diri melambai-lambaikan tangan pada Kenzy dan men
Amazing tralala!Kenzy rewel sekali hari ini. Hampir saja aku menyerah, sungguh. Rasanya seperti menjaga seorang bayi. Ah! Bahkan, mungkin berlipat-lipat payahnya dari pada itu. Kalau bayi, yang penting kenyang susu dan popoknya kering dan bersih, sudah beres. Dia akan tertidur lelap dengan sendirinya. Ya, yaaahhh, seenggaknya begitulah pengalamanku selama beberapa kali menjaga Nora. Naaahhh, kebetulan Nora type anak yang asyik diajak bermain. Tahan lama lah, nggak mudah bosan atau bagaimana. Dulu, waktu baru berumur satu setengah tahun saja, sudah asyik diajak bermain. Hehe. Apalagi sekarang? Wuaaahhhh, diajak bermain leggo atau balok saja sudah bahagia tiada tara.By the way mungkin karena sakit, ya?Menurutku Kenzy jadi childish. Tahu, kan? Kekanakan. Ng
Oh, God!Kenzy nggak mau dirawat di rumah sakit, meskipun kondisinya sudah semakin parah. Masih sadar tapi semakin lemah, hanya bisa berbaring di tempat tidur. Padahal mulutku sudah sampai berbusa-busa dalam rangka membujuknya supaya mau di rawat tapi tetap saja nggak mau. Bukan hanya aku yang mulutnya berbusa-busa tapi juga Om Dirga, Tante Bethanny dan Miss D juga tapi pendiriannya sudah benar-benar teguh. Alasannya? Dengan penuh ketabahan sekaligus harapan, membisikkan ini padaku, "Kalaupun aku harus pergi menghadap Allah, biarlah itu terjadi di rumah. Bukan di rumah sakit. Anyaaa Anyeliiirrr, aku nggak mau jauh-jauh dari kamu. Aku, maunya, kamu selalu temani aku!"Auuuhhh, bola mataku sudah tergenang air hangat, nyaris tumpah namun kutahan agar tidak menetes ketika mengatakan ini padanya, "Nggak Kenzy, nggak. Aku nggak