Time flies so fast!
Tahu-tahu sudah satu minggu kami di Yogyakarta Hadiningrat, kota yang begitu berarti dan berharga. Terutama bagiku. Bukan hanya lahir, aku juga tumbuh dan besar di sini. Banyak cerita yang nggak bisa aku tuliskan satu per satu, selama aku tinggal di sini. Suka, duka, tangis, tawa … Beraneka rupa dan penuh warna. Standing applause! Karena dengan semua yang pernah membuat hati ini remuk dan lumat, aku masih bisa tersenyum. Dengan penuh keberanian dan rasa percaya diri, menatap dunia yang tak bersekat, tak terbatas. Mengalir seperti air sungai menuju samudera luas, meskipun kadang-kadang ingin berhenti dan mengakhiri semuanya cukup sampai di titik tertentu. Titik yang bagiku memberikan daya mati.
Ah!
What the life!Siapa yang bisa menebak kehendak Tuhan? Nggak ada. Siapapun dia, yang mengaku bisa, berarti dia sudah sesat. Kita, manusia, hanya bisa berencana namun hasil akhirnya tetap berada dalam genggaman kekuasaan Tuhan. Apa saja yang Tuhan kehendaki terjadi, pasti terjadi. Ah! Termasuk meninggalnya Papa Snoek. Walaupun air mata kami berubah menjadi darah sekalipun, tetap itulah yang akan terjadi. Iya, kan? Huaaa, ooohhh, my God! 'Please, give Papa Snoek the most beautiful place there, beside of You.'"Kenzy," panggilku lirih sambil menggenggam jari-jemari tangannya yang dingin, "Kenzy, mau nggak nganterin aku ke lavatory?" aku bertanya dengan hati-hati, "Aku takut, Kenzy!"
Gemetar, aku mengembalikan smartphone Kenzy di atas tas punggungnya, sebisa mungkin sama persis seperti semula. Siapa tahu kan, ternyata Kenzy memiliki karakter perfectionist precious? Itu, karakter yang memperjuangkan kesempurnaan dalam segala sisi kehidupan. Precious atau presisi, kalau meletakkan atau menyimpan sesuatu harus sama persis dengan yang ada di dalam konsepnya. Yeaaahhh, who knows? OK! Semoga ini sudah sama persis dengan posisinya semula, sedikit lebih ke pinggiran tas yang sebelah kiri dan sedikit miring ke kanan.It is finished and now back to the chat!Anak menantu idaman. Anak menantu idaman. Anak menantu idaman. Maksudnya apa, coba? Oh yaaa, satu lagi, Kenzy terima kasih karena kamu sudah membantu kami
Mungkin ini yang disebut dengan keberuntungan tapi aku kurang yakin. Kenzy mengeluarkan smartphone, membuka gallery dan menunjukkan beberapa foto Kinanti. Tenang dan santai, dia menceritakan perihal kapan dan dimana foto-foto itu diambil. Foto pertama, di Bali, dalam acara liburan keluarga. Jadi keluarga mereka sama-sama berlibur ke sana dan sewaktu foto ini diambil, Kinanti mengajak Kenzy jalan-jalan ke pasar Sukowati. Nah, dia ingin sekali berpose di depan pintu masuk, jadi Kenzy menurutinya. Foto ke dua, di pantai Sanur. Kinanti berdiri menghadap ke laut sambil merentangkan kedua tangannya. Pose yang cantik, menurutku karena di sana dia terlihat lebih rileks dan menikmati. Berbeda dengan pose yang di depan pintu masuk pasar Sukowati tadi, senyumnya terkesan kaku. Foto ke tiga, di Besakih. Kinanti duduk di bangku kayu, menyedekapkan kedua tangan dan tersenyum lebar. Cantik, anggun dengan binar mata yang indah. Menu
Hellooo, Rumah Boneka!Akhirnya, sampai juga di rumah dengan selamat. Sehat, tak kurang satu apapun juga kecuali penampilan yang kusut masai dan ya, yaaahhh, you can imagine lah bagaimana kami setelah menjalani penerbangan selama delapan belas jam! Belum lagi, perjalanan darat dari rumah Sosrowijayan ke Adi Sucipto International Airport dan dari Schiepol Airport, Amsterdam ke Sleedorn Tuin. Termasuk waktu transit di Jakarta dan Bangkok. Total, berapa jam? Aku nggak terlalu ingat tapi yang jelas sekarang ini aku sakit, demam.Oooh, mungkin setelah ini aku trauma naik pesawat. Ah! Bisa jadi, phobiaku akan bertambah banyak setelah phobia lift, kegelapan, ketinggian dan kupu-kupu. Apakah itu? Plane Phobia.
"Kenzy!" aku berseru setengah menjerit memanggilnya, kesabaranku sudah di ambang batas sekarang dan nyaris ke luar, melompat menyerangnya, "Jawab aku Kenzy, apa yang kalian bicarakan? Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku, ha?"Nanar dan semakin menggigil, aku menatap Kenzy. Merayapi tubuhnya, inci demi inci. Terbayang kembali dalam benakku, bagaimana mereka berbicara saat video call malam itu, sungguh misterius. Bagaimana isi chat Papa … Sikap mereka selama kami di Yogyakarta pun aneh. Dekat, klik tapi juga aneh. Banyak gesture yang nggak kupahami di antara mereka. Papa menggedikkan bahu, Kenzy ikut juga. Kenzy mengernyitkan dahi, Papa ikut juga atau sama-sama membesarkan pupil mata. Aneh nggak, sih? Padahal kami hanya tergabung dalam sebuah obrolan santai, lho. Ya ampuuun! Memangnya apa saja sih yang kami obrolkan? Paling
Haaa, whaaat?Sampai aku terbangun jam sembilan keesokan paginya dan langsung memeriksa chat room kami, Papa masih belum membaca chat-ku padahal delivered. Dalam hitungan detik, demi melihat kenyataan yang semenyakitkan itu, aku meradang. Mengerang, menggeliat kuat-kuat lalu menyisir rambut dengan kasar. Menguncir ekor kuda dengan karet gelang berwarna oranye dan melangkah lebar-lebar menuju kamar mandi. Sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam hidupku, bisa dikatakan langka, malah. Selama ini aku belum pernah bersikap segusar itu oleh karena apapun yang dilakukan Papa, sungguh. Ummm, kenapa sih, aku justru sering tersakiti oleh Papa, sosok yang sangat sangat sangaaat berarti di seluruh planet? Padahal, yaaa, padahal setahuku … You know lah, bagaimana aku terhadap Papa. Sampai-sampai terjebak dalam pernikahan di atas kert
Siiirrr dug, dug, duuuggg!Miss D sudah menungguku di ruang kerjanya begitu aku sampai di rumah sakit. Raut wajahnya melambangkan keseriusan tingkat langit ke tujuh, begitu aku menatapmya dengan air mata darah yang berlinang-linang. Ups, sorry, mungkin aku berlebihan tapi bagaimana nggak kalau ternyata Kenzy si Batu Karang sekaligus Manusia itu ternyata sakit? Huaaa, ooohhh, my God! Aku benar-benar nggak menyangka. Kenzy yang usil, jahil dan ya, yaaahhh kadang-kadang menyebalkan itu ternyata sakit. Sakit apa? Belum tahu, Miss D nggak menjelaskan di chat room tadi dan itulah kenapa aku menemuinya di sini. Sederhananya, untuk mencari tahu, penyakit apa yang telah dengan kejamnya bersarang di tubuh Kenzy.By tye way ta
Oh God, time flies so fast!Mau nggak mau, suka nggak suka itulah kenyataan yang ada. Sudah tiga bulan ini Kenzy sakit. Stadium dua, Liver Cancer. Sejujur-jujurnya kukatakan, nggak punya target lain lagi sekarang, kecuali menjaga dan merawat Kenzy sampai sembuh. Termasuk, bekerja di DE SUPER ICE CREAM. Aku sudah berhenti, bahkan sejak baru tahu kalau ternyata ada cancer cells yang menggerogoti tubuh Kenzy. Sebenarnya, Emma masih ingin mempertahankanku dengan memberikan pekerjaan yang lebih ringan dari pada telephone operator tapi aku menolak. Dengan sehalus mungkin, tentu saja agar tak menyakiti atau menyinggung perasaannya. Well, selama tiga bulan bekerja di sana, bukan hanya sekadar fee yang kudapatkan, melainkan persahabatan. DE SUPER ICE CREAM sungguh keluarga yang ramah, hangat dan membahagiakan bagiku.