Share

PART 6 (AUTHOR'S P.O.V)

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-04 19:04:34

"Kok baru pulang sih jam segini, Pa?" Afika menyambut suaminya dengan wajah cemberut di pintu kamar tamu. Hampir semalaman dia tidak bisa tidur menunggu suaminya itu pulang. 

 

"Kan sudah kubilang aku lagi sama Bondan bahas proyek baru, Ma."

 

"Iya, tapi apa nggak bisa siang aja. Kenapa mesti malem-malem gini sih meeting? Sampai hampir pagi." Afika makin cemberut.

 

"Jangan curigaan terus dong, Sayang. Aku jadi nggak nyaman kerja kalau terus dicurigai seperti ini." Adjie mulai protes. Kebiasaan Afika jika dia pulang telat memang seperti itu, curiga dan selalu mengomel. 

 

"Bukan sama sekretaris baru kamu itu kan?" sindir Afika.

 

"Siapa? Livia?"

 

"Nggak tau lah siapa namanya itu." Afika melengos. Lalu mengikuti suaminya berjalan menuju kamar mereka.

 

"Nggak usah cemburu gitu. Livia itu saudaranya Bondan. Bondan yang merekomendasikannya ke perusahaan kita,"jelas aqdjie sambil mulai melepas dasi dan kemejanya.

 

"Tapi Joe kayaknya seneng sama orang itu. Sepertinya wanita itu mengingatkan pada ibunya. Seharian tadi anakmu itu nggak berhenti mengoceh soal mantan istrimu, Pa." 

 

Adjie berdecak, sekilas memandang ke wajah sang istri yang sudah berbaring lagi di tempat tidur mereka.

 

"Joe itu hanya anak kecil. Nggak usah diambil pusing, Ma. Lagipula kamu lihat sendiri kan Ana sama Livia. Menurut kamu apa ada mirip-miripnya? Enggak kan?" Adjie terkekeh pelan.

 

"Ya memang enggak. Tapi kan sekretaris baru kamu itu cantik, Pa."

 

"Ooooh, jadi Mama cemburu nih?" godanya.

 

"Bisa nggak sih ambil sekretaris yang lain aja, J

jangan dia. Nggak usah juga yang cantik. Bikin masalah aja nanti," ujar wanita yang sekarang sudah bergelung dengan selimut tebalnya itu sewot.

 

"Dari dulu sekretarisku kan memang cantik-cantik termasuk kamu. Tapi kamu nggak pernah cemburu kayak gini lho sebelumnya, Ma. Kenapa sekarang jadi gini?" Lagi-lagi Adjie terkekeh menggoda sang istri.

 

"Yang lainnya ggak secantik yang sekarang. Lagipula dia single kan? Dua sekretarismu sebelumnya semua sudah berkeluarga. Beda dong,"protes Afika.

 

"Hmmmm, jadi maunya gimana?"

 

"Pecat aja lah, cari yang lain. Biar aku yang seleksi nanti."

 

"Nggak bisa gitu dong, Ma. Ini referensi dari Bondan. Nggak enak lah aku. Lagian proyek kami yang mau jalan bakalan besar nanti. Masa' gagal hanya karena masalah sepele aku memecat saudaranya? Nggak lucu ah."

 

"Bodo ah, Pa. Pokoknya aku nggak suka wanita itu jadi sekretaris kamu. Rasanya ada yang aneh aja sama wanita itu."

 

"Tuh kan malah kamu yang mulai aneh. Ada apa sih? Apa cuma gara-gara Joe bilang dia mirip sama mamanya trus kamu jadi uring-uringan kayak gini? Kamu masih cemburu sama Ana? Orangnya udah nggak ada lho." Adjie terus saja berusaha menggoda Afika agar berhenti dari amarahnya.

 

"Nggak tau ah bodo'." Wanita itu pun segera membalikkan badan membelakangi arah sang suami. 

 

"Ya udah tidur aja. Ngantuk itu kamu kayaknya, Ma," kekeh Adjie untuk kesekian kali.

 

Saat Afika sudah tidak menyahut kalimatnya lagi, Adjie pun mulai menuju kamar mandi privat mereka untuk membersihkan diri.

 

Pikirannya segera saja melayang pada Livia. Andai saja tadi Bondan tidak mengajak saudaranya itu pulang bersamanya, malam ini Livia pasti sudah menjadi miliknya. Jadilah sia-sia saja kamar hotel mahal yang sudah dipesannya itu malam ini. Dia harus pulang ke rumah dan kembali mendengar Afika mengoceh seperti biasa. 

 

Satu tahun hidup bersama wanita yang mendukungnya untuk menyingkirnya istri pertamanya itu, ternyata tak lantas membuat Adjie menjadi puas. Hidup satu atap dengan Afika setiap hari, melihat segala tingkah lakunya yang menurutnya kadang terlalu cerewet dan pengatur semakin lama justru membuatnya sedikit tidak betah di rumah. Satu hal lagi kenyataan tentang vonis dokter yang menyatakan bahwa Afika tidak akan bisa memberikannya keturunan membuat Adjie merasa tidak sempurna menjadi seorang suami dan laki-laki. Jiwa penguasa dan ketamakannya mulai memberontak. 

 

Usai membersihkan diri dan berganti pakaian dengan piyamanya, Adjie bergegas menuju kamar sang buah hati. 

 

Di dalam kamarnya, dilihatnya Joe sedang tertidur pulas di tempat tidurnya dengan memeluk guling berbentuk robot yang sampai sekarang tak pernah bisa lepas darinya. 

 

Guling itu dulu Ana yang membelinya saat Joe masih dalam kandungan. Lalu menjadi teman tidur Joe hingga dia tumbuh besar. Setiap malam benda itu yang menemaninya dan menjadi yang tersulit dipisahkan dari anak semata wayangnya itu. Bahkan saat akhirnya Ana pergi untuk selamanya, dan Afika mulai menyingkirkan benda-benda yang berhubungan dengan Ana di rumah ini, hanya benda itu yang tidak bisa diambil dari Joe. 

 

Pernah suatu ketika Afika memaksa pengasuh Joe untuk mengambil benda kesayangan itu dan membuangnya. Tapi kemudian hari berikutnya Joe demam dan terus saja mencari guling robotnya. Beruntung sang asisten rumah tangga yang mengasuh Joe dari kecil itu dengan cerdas menyimpan benda itu dan tidak melaksanakan perintah sang nyonya untuk membuangnya ke tempat sampah. Hingga Joe akhirnya bisa tidur dengan nyenyak lagi. Sejak itulah, Afika tak lagi mempermasalahkan benda kesayangan anak tirinya itu. 

 

Dengan lembut, Adjie mengusap pipi sang buah hati, lalu membenarkan letak selimutnya yang berantakan. Memandang Joe memang selalu mengingatkannnya pada sosok Ana. Bukan pada perasaan cintanya, karena sesungguhnya Adjie memang tak pernah mencintai wanita itu. Satu-satunya alasan dia menikahi Ana adalah harta warisan yang ditinggalkan orang tua Ana pada anak perempuan semata wayang itu. 

 

Ana dan Afika adalah sahabat dekat saat mereka kuliah. Seluruh kehidupan Ana semuanya diketahui oleh Afika. Hingga kemudian muncullah ide gila Afika untuk merebut apa yang dipunyai sahabatnya. Adjie adalah kekasihnya yang diajaknya untuk bekerja sama menyingkirkan Ana dengan cara menikahinya terlebih dahulu. 

 

Bukan rasa cinta yang membuat Adjie terkadang masih mengingat istri pertamanya itu. Tapi lebih karena rasa iba melihat anak lelakinya yang sudah tidak memiliki ibu kandung lagi sejak Ana dinyatakan meninggal waktu itu. Kadang hatinya teriris saat Joe menanyakan keberadaan sang ibu. Kerinduan anak itu seolah tak pernah hilang pada sosok Ana. Dan mungkin itulah kenapa dia tidak pernah bisa dekat dengan Afika sampai detik ini. 

 

Mungkin juga, karena Afika dan Ana adalah dua sosok yang memiliki karakter sangat berbeda. Ana adalah sosok wanita yang lemah lembut, penurut dan penyayang. Sementara Afika lebih keras dan mudah tersulut emosi. 

 

"Papa," Adjie mengerutkan dahinya saat menyadari ternyata anak lelakinya telah membuka mata di depannya. 

 

"Hei, kenapa bangun, Jagoan?" sapanya pada Joe. 

 

"Papa kenapa pulangnya lama? Joe menunggu papa." Suara serak khas bangun tidur anak itulah yang membuat Adjie selalu rindu. 

 

"Ada apa menunggu papa?" 

 

Joe kemudian bangkit dan membuka laci nakas di sebelah tempat tidurnya. Mengambil satu barang yang disimpannya di dalam laci itu. Lalu menyerahkannya pada sang papa. 

 

"Apa ini?" Adjie manerima benda itu dan mengamatinya dengan seksama. 

 

"Bibi tadi siang bersih-bersih kamar Joe, lalu menemukan itu. Kata Bibi, itu milik mama. Benar, Pa?"

 

Mendengar cerita Joe, Adjie semakin serius mengamati benda itu. Adjie tidak pernah melihat benda itu sebelumnya. Atau dia memang tidak pernah memperhatikannya selama ini?

 

"Bukalah, Pa. Ada foto mama sama aku di dalam situ," kata anak itu. 

 

Adjie pun segera membuka benda itu. Rupanya sebuah kotak musik. Saat benda itu dibukanya, suara musik classic segera mengalun mendayu memenuhi ruangan. Sementara ditengahnya foto Ana yang sedang menggendong Joe bayi terbingkai dengan benda semacam acrylic bening berputar-putar seolah sedang menari dengan iringan musik. Dan entah kenapa hati Adjie mendadak bergetar menyaksikan semua itu. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 25

    Aku baru saja turun dari mobil yang membawaku pulang malam itu. Seperti biasa, sopir pribadiku, pak Hilman, langsung kusuruh membawa mobil itu pulang ke rumahnya."Besok jangan lupa ke sini pagi-pagi ya, Pak. Saya ada meeting lebih awal," ujarku mengingatkannya. Lelaki paruh baya itu pun mengangguk paham."Baik, Bu Ana. Siap," katanya patuh.Hari ini adalah tepat satu tahun setelah putusan hukuman 18 tahun penjara untuk mas Adjie dan Afika. Sebulan setelah sidang keputusan itu, mas Bondan pun seperti hilang ditelan bumi.Terakhir kami bertemu saat Joe berulang berulang tahun ke 7. Waktu itu dia datang dengan setelan celana abu dan kemeja linen warna putih yang membuatnya terlihat begitu gagah. Dia menghadiahi Joe sebuah jam tangan branded dengan harga fantastis.Berbulan-bulan kemudian Joe bahkan tak pernah m

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 24

    Beberapa hari setelah penangkapan mas Adjie dan Afika, mas Bondan membuktikan janjinya. Dia datang ke apartemen siang itu menemuiku dan anakku dengan membawa banyak kabar baik, tentang perusahaan dan juga tentang kabar terbaru kasus mas Adjie dan Afika."Aku sudah menunjuk pengacara untuk mengurus pemindahtanganan kekayaanmu dari suamimu, An. Juga masalah perceraian kalian.""Perceraian?" Aku mengerutkam dahi mendengar kata perceraian. Aku ingat, sebagai istri mas Adjie, statusku memang bukan janda, tapi meninggal."Iya, karena identitas kamu nantinya akan kembali ke identitasmu yang dulu. Bagaimanapun kamu tetap masih istri dari Adjie. Surat kematianmu waktu itu juga akan dihapuskan. Tapi kamu tenang saja, semua sudah ada yang mengurusnya. Aku sudah menunjuk beberapa orang untuk mengurus semuanya.""Terima kasih, Mas. Maaf aku selalu merepotkanmu."

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 23 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Bu, Pak Adjie dan Bu Afika dibawa polisi," suara wanita di seberang sana dengan nada tergesa. Bondan yang menerima panggilan telepon itu pun menghela nafas lega."Ini aku, Bondan. Sebentar lagi aku dan Ana akan ke sana, Bi," kata lelaki itu pada wanita di seberang telepon."Oh Pak Bondan, maaf pak saya kira bu Ana, eh maksud saya bu Livia," wanita itu mendadak gugup saat menyadari salah menyebutkan nama.Bondan pun terkekeh kecil mendengarnya."It's okay. Nggak apa-apa, Bi. Ana atau Livia sama saja," kata lelaki itu, masih dengan kekehannya yang khas."Jadi pak Bondan juga sudah tau kalau bu Livia itu ..." Murni tak segera melanjutkan kalimatnya."Tentu saja aku tau. Ya sudah, tunggu ya, kami segera datang.""Baik, terima kasih, Pak." 

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 22 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Semua bukti sudah lengkap, Pak Bondan. Para tersangka juga sudah mengakui siapa dalang dibalik semua ini. Kita akan segera limpahkan ke pengadilan setelah kita memeriksa Pak Adjie dan Istrinya."Itu kalimat terakhir yang terus terngiang di telinga Livia. Bahkan sampai dia kembali ke apartemen lagi setelah menyelesaikan semua urusannya di kantor polisi.Merebahkan tubuh lelahnya di sofa usai menyelesaikan rutinitas mandi malamnya, Livia dikejutkan dengan ketukan di pintu apartemen. Dengan gerakan refleks, wanita itu bangkit dengan kewaspadaan tinggi. Nampaknya rasa takutnya dengan peristiwa yang baru saja dialaminya bersama bondan beberapa jam yang lalu masih begitu membekas dalam dirinya.Masih dengan sikap waspada, Livia mendekat ke arah pintu, mengintip sebentar dari layar kamera, dan segera bernafas lega saat dilihatnya wajah lelaki yang sangat dikenalnya itu ternyata yang

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 21 (AUTHOR'S P.O.V)

    Entah kenapa Livia merasa dirinya sedang diawasi malam itu. Di pusat perbelanjaan dimana dia berencana membeli beberapa potong pakaian, sedari tadi gerakannya terlihat tidak tenang. Ada beberapa orang yang seperti mengikutinya terus kemana pun dia melangkah.Berhenti sejenak di salah satu stand pakaian dalam, diliriknya arloji mungil di pergelangan tangannya. Tepat jam 9 malam. Dia menarik nafas sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi seseorang di ponselnya."Mas Bondan dimana?" ucapnya lirih di telepon."Ada apa?" Suara berat Bondan dari seberang nampak sedikit khawatir."Bisa jemput aku di mall nggak? Aku agak takut, kayak ada yang ngikutin aku dari tadi, Mas," ucapnya lirih sambil menutup mulutnya yang menempel di ponselnya."Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam mall saja, An. Jangan keluar dulu, aku dat

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 20 ( AUTHOR'S P.O.V )

    Dengan bantuan salah satu orang kepercayaannya, Adjie berhasil membuat kesepakatan dengan orang bayaran yang lumayan bernama besar di kota itu."Serahkan semuanya pada kami, anda tidak perlu khawatir, Pak Adjie. Semua perkembangan akan Kami laporkan sesegera mungkin pada anda," kata lelaki tinggi besar yang baru saja menerima sejumlah uang dengan nominal tak main-main dari Adjie itu."Oke, tapi jangan terlalu sering menghubungiku jika itu bukan kabar yang terlalu penting. Kamu tahu kan maksudku?" ujar Adjie."Tentu, Pak. Anda jangan ragukan kerja kami. Semuanya akan beres tanpa jejak," ujar lelaki itu dengan sombongnya."Oke kalau begitu aku tunggu kabar baik dari kalian secepatnya."Usai berkata seperti itu, Adjie pun segera meninggalkan tempat bertemunya dia dengan orang bayarannya itu. Kini dia bisa sedikit bernafas lega te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status