Home / Rumah Tangga / KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU / 02 : Satu Tahun Setelah Kematiannya

Share

02 : Satu Tahun Setelah Kematiannya

Author: Melodearose
last update Huling Na-update: 2023-06-09 20:37:38

“NAVIA!”

Lelaki itu langsung terduduk tegak di kasur berukuran besar miliknya saat mimpi buruk itu kembali menyentak tidur nyenyaknya.

Napasnya jadi sedikit tak beraturan, wajahnya setengah pucat dan sensasi menyesakkan itu masih dia rasakan ketika bayang-bayang wanita yang berdiri di ujung geladak kapal malam itu masih terlihat jelas di mimpinya.

Malik Alsaki Setra mengusap wajahnya pelan, lalu ia berusaha mencari ketenangan dengan meminum air putih. Tapi tangannya berhenti saat melihat gelas kaca itu kosong tanpa setitik pun uap, dan dia merenung memperhatikannya.

“Kalau dia ada di sini, hal semacam kehabisan stok air di meja nakas nggak akan pernah terjadi.”

Itu kalimat yang pertama kali melintasi kepala Malik, yang langsung ia tepis dengan gelengan kepala.

Apa dia masih tidak bisa melupakan wanita itu? Meski sudah satu tahun sejak kematiannya?

Malik turun dari kasurnya, berjalan menuju pintu keluar ruangan yang menjadi satu dengan kantor pribadinya itu. Namun, sebelum itu, langkahnya terhenti di depan meja kerjanya. Malik memandang tempat di belakang meja kerja, tempat sebuah tirai merah terbentang menutup sesuatu di baliknya.

Malik menarik tirai megah itu perlahan-lahan dan membuka sebuah figura tempat potret sesosok wanita berada. Wanita dengan rambut hitam legamnya dan mata gelapnya yang teduh, tersenyum simpul ke arah kamera sembari memegangi topi musim panas. Senyumnya yang teduh menandakan kepribadiannya yang tenang dan sederhana.

“Shanavia …,” ucap Malik, menyebut nama wanita itu; yang hanya memandang potretnya saja sudah cukup membuat Malik merasa tidak nyaman. Lantas lelaki itu segera menutup kembali tirai merahnya dan berhenti memandangi foto mendiang istri pertamanya seperti yang sudah-sudah—seperti dia adalah orang yang tidak bisa melupakan sosok itu.

Malik menghela napas; mengusap wajahnya pelan. Mungkin karena pengaruh mimpi buruk tadi, dia jadi merasa tidak nyaman seperti ini. Rasanya seperti sesuatu mengganjal perasaannya, yang lagi-lagi memaksanya untuk kembali mengingat malam di mana mimpi buruk ini bermula.

Malam ketika Shanavia Arini menjatuhkan dirinya ke lautan dan menghapus eksistensinya dari hidup Malik … meski itu tak sepenuhnya.

Tok tok tok ….

“Siapa?”

“Nyonya Leria di sini, Tuan; katanya mau menunggu Tuan dan sarapan bersama,” ujar Handoko, kepala pelayan sekaligus pelayan pribadi Malik.

Malik tidak membalas, dia sempat diam saja dan berpikir; dia tidak bisa terus seperti ini.

“Malik … kamu tidur di ruang kerja lagi malam ini, jadi sekarang ayo sarapan bareng aku!”

Malik sudah menikahi Leria Rahayu Puspa, perempuan dambaannya dulu—sebelum dia menikahi Shanavia karena sebuah kontrak. Meski begitu, seharusnya Malik berbahagia dengan kehidupannya saat ini. Dia dan Leria pun sudah dikaruniai seorang putri yang sehat dan menggemaskan dan usia pernikahan mereka juga hampir satu tahun.

Seharusnya Malik hidup bahagia, seharusnya dia tidak tidur di ruang kerjanya setiap malam hanya karena di ruangan itu saja dia bisa melihat satu-satunya kenangan yang Navia punya. Kenapa Malik jadi merasa sebaliknya? Memang sejak kapan dia mencintai Navia?

“Aku keluar sekarang.”

Ya, itu pasti karena perasaan bersalah saja. Malik dihantui rasa bersalah sebab secara tidak langsung, dia adalah alasan mengapa Navia bunuh diri malam itu. Meski semua orang berusaha meyakinkan kalau dirinya tetap tidak bersalah, tapi susah untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Malik memakai kembali topengnya dan berbisik pada dirinya sendiri kalau dia akan baik-baik saja, meski rasanya meninggalkan ruangan itu sama seperti melawan kedua tangan Navia yang memeluknya erat dan menyesakkan.

“Selamat pagi, sayangku!” Leria menyapa Malik dengan kedua tangan terbuka, tanpa ragu memeluk Malik yang belum selesai mengunci pintu ruang kerjanya.

Malik menyerahkan pintu itu pada Handoko untuk dijaga; dan agar tidak ada siapa pun di rumah itu yang memasuki ruang pribadi Malik selain dirinya. Bahkan tidak dengan Leria—yang melirik dingin apa yang Malik lakukan. Segera Malik alihkan perhatian istrinya dengan mencium lembut pipinya.

“Pagi, sayang,” ujar Malik, spontan membuat Leria menatapnya dengan binar penuh cinta, “semua udah di meja makan?”

“Iya. Kayaknya mereka udah kelaparan gara-gara nungguin kamu bangun. Kamu pasti kerja sampai larut banget, ya? Bangunnya jadi lebih siang.”

“Hm … aku harap aku bisa tidur nyenyak. Maaf karena ninggalin kamu di kamar sendirian, ya?”

Leria hanya tersenyum tipis lalu bergandengan tangan dengan Malik menuju meja makan.

***

Hampir Malik lupa jika hari ini dia memiliki jadwal penting; hari ini dia akan mengunjungi tempat di mana proyek besarnya akan dibangun.

Keluarga Setra adalah keluarga pebisnis yang bergerak di bidang properti, Malik mewarisi kerajaan bisnis sang ayah di usia muda dan dia adalah presdir dari Setta Future Company. Proyek besar yang dimaksud kali ini adalah rencana pembangunan objek wisata dan vila di pedesaan, dan hari ini Malik harus mampir untuk meninjau langsung lahan yang akan dipakai, meski hanya semalam saja.

Sebenarnya pekerjaan Malik di kantor juga sudah banyak, tapi proyek ini adalah proyek besar yang juga dibangun atas kerja sama dengan beberapa perusahaan besar lain. Itu adalah proyek bernilai milyaran dan sangat berharga, jadi Malik harus mengurusnya dengan baik.

“Sayang banget aku nggak bisa ikut, padahal aku pengen banget ikut.”

Sejak tadi Leria terus mengikuti Malik yang sedang bersiap-siap, rasanya Malik sampai bosan mendengar wanita itu yang terus mengutarakan keinginannya untuk ikut.

“Leria … Maryam masih kecil untuk dibawa pergi jauh-jauh,” ujar Malik, membenahi pakaiannya sekali lagi.

“Tapi Maryam bisa ditinggal, aku aja yang ikut kamu.”

“Nggak bisa begitu, dong. Maryam kan butuh asi kamu.”

“Sehari doang, Malik ….” Terkadang melihat Leria yang seolah tidak bisa dipisahkan darinya, membuat Malik sejenak bertanya-tanya. Apakah jika Malik menghilang sedetik saja bisa membuat Leria mati?

Malik mendekati Leria dan mengelus wajahnya. “Cuma dua hari aja, nanti aku pulang lagi. Habis itu kita pergi jalan-jalan, ya?”

Leria langsung semangat. “Berdua aja?”

“Sama Maryam juga lah!” Leria tidak jadi bersemangat. “Gimana sama Kamal? Katanya dia sempet demam kemarin.”

Leria langsung mematung sedikit tegang ketika ditanyai tentang Kamal. Kamal Abbiyu Setra, anak pertama Malik sekaligus anak mendiang istri pertamanya.

“Hm … kayaknya udah baikan, deh.”

“Kayaknya? Kamu nggak pantau keadaannya?” tanya Malik dengan heran.

“Bu-bukan gitu, Malik, tapi kamu tau sendiri kalau aku aja udah sibuk ngurus Maryam yang super rewel dan nggak bisa ditinggal. Jadi aku kurang waktu buat pantau Kamal juga. Lagian, ‘kan Kamal punya pengasuhnya sendiri.”

Malik menghela napas. Dia batal buru-buru pergi dan sejenak berbalik untuk bicara pada Leria.

“Sekalipun aku kasih dia seratus pengasuh, itu nggak akan sama kalau dia diasuh sama ibunya. Kamu juga ibunya, Leria; aku harap kamu bisa kasih sedikit waktu kamu untuk mantau Kamal. Tolong, aku butuh pengertian kamu ….”

Leria menelan kembali kata-katanya meski dia ingin sekali menyela. Wanita dengan rambut cokelat terangnya itu tersenyum manis pada Malik dan berkata, “Y-ya, tentu, Malik! Aku bakal jaga Kamal juga. Maaf, ya, atas keteledoranku.”

Malik tersenyum dan berharap dia bisa bernapas lega setelah ini. “Kalau gitu, aku berangkat, ya?” Malik mendekati Leria dan memeluk wanita itu, lalu berpamitan pergi lebih dulu dari kamar untuk segera ke mobil.

Malik melangkah dengan cepat, seperti dia adalah orang yang paling dikejar waktu. Tapi langkah cepat itu seketika berhenti saat ia terusik oleh sesuatu, yang mengingatkan indra penciumannya akan sosok yang telah tiada.

Ini wangi bunga yang akrab dengan Navia. Hanya Navia satu-satunya orang yang akan mengisi rumah itu dengan aroma bunga seperti ini, tapi ... Navia sudah tiada.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   25 : Nirmala Minta Maaf

    Sejak pergi dari mal, Malik hanya diam saja. Nirmala merasa tidak nyaman setelah melihat alis tajam Malik sejak mereka keluar dari toko es krim tadi. Karena itu juga, Nirmala tidak bisa menikmati waktu santai yang diberikan Malik untuknya sehingga dia hanya membeli satu sepatu dan meminta untuk pulang.Sejak saat itu, Malik tidak mengatakan apa pun. Tatapannya tajam dan dingin, seperti akan menyapu seluruh eksistensi yang ada di depan mobilnya. Nirmala tidak mau memedulikan itu, tapi keheningan yang mengurungnya ini terasa seperti mencekik. Dia tidak tahan, sampai akhirnya bersuara.“Pak Malik marah sama saya?” tanya Nirmala dengan suara yang jelas.“Memang kamu ngelakuin sesuatu yang buat saya marah?”“Seinget saya, sih, enggak.”“Kalau begitu saya nggak marah.”“Tapi ekspresi bikin saya nggak nyaman; mata Bapak kayak orang lagi nahan kesel. Bapak marah karena es krim rekomendasi Bapak saya sebut kayak rasa rumput?”Malik tidak menjawab; menghela napas singkat dan mengembuskannya den

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   24 : Ungkapan Terima Kasih Dari Malik

    Malik bisa berjalan dengan lebih ringan setelah mendengar perkembangan keadaan Kamal. Anak laki-lakinya itu semakin sehat, hasil imunisasi menunjukkan banyak hal baik dan Malik akui jika Kamal bisa seperti itu karena ada Nirmala di sampingnya."Kayaknya kamu udah berusaha keras buat jagain Kamal, ya?" Malik berbicara, sambil menyetir mobil sementara Nirmala duduk di samping kursi kemudi yang dia tempati.Ucapan Malik menjadi pengetuk kesunyian yang menyelimuti mereka sejak keluar dari rumah sakit, itu sedikit membuat Nirmala terkesiap."Ah ... oh iya? Saya gak ngerasa se-berjuang itu juga kok, Pak," balas Nirmala, menghindari kontak dengan Malik yang meliriknya.Malik mungkin sedikit heran dengan sikap canggung itu, Nirmala tidak peduli. Wanita itu masih teringat akan kesalahan yang dia lakukan semalam, dan itu masih menjaganya setiap kali dia melihat Malik.Nirmala hanya seorang pengasuh, tapi dengan lancang masuk ke ruang pribadi tuannya bahkan ketika semua orang dilarang masuk ke s

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   23 : Kamar Pribadi Malik

    Nirmala masih merasa tidak nyaman mengingat apa yang terjadi kemarin.Tentang lelaki asing bernama Adam yang langsung memeluknya ketika mereka pertama kali bertemu. Jujur saja, itu lebih membuat Nirmala tidak nyaman daripada bagaimana pertemuan pertamanya dengan Malik.Setidaknya, Malik tidak memaksa untuk memeluk Nirmala dan menyentuhnya, rasanya malah seperti; "Rasanya kayak yang suami Navia malah si Adam itu, dan bukan Malik."Nirmala menghela napas, menaruh kepalanya ke kasur Kamal sambil menunggu bayi itu benar-benar terlelap.Sepertinya kali ini Nirmala akan tidur lagi di kamar Kamal, sebab sejak kejadian kemarin, Kamal jadi semakin manja dan tidak mau jauh dari Nirmala.Mungkin karena bayi itu juga terkejut dengan suara di sekitarnya, atau mungkin dia merasakan apa yang Nirmala rasakan?Untuk sejenak, Nirmala merenungkan dan mengingat kembali titik mula yang membuatnya berakhir di tempat ini. Jika bukan karena kontrak yang menekan Nirmala, dia tidak akan datang dan melakukan ap

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   22 : Orang Baru

    Pagi yang cerah, Nirmala membawa Kamal untuk berjalan-jalan santai sekaligus berjemur.Semua orang terlihat senang dengan perkembangan baik Kamal setiap harinya semenjak Nirmala ada. Tak sedikit dari mereka berkata jika Kamal seperti mendapat ibunya kembali, dan Nirmala hanya akan tersenyum kecut."Apa kamu senang karena aku di sini?" tanya Nirmala pada Kamal yang sedang asyik sendiri di dalam kereta bayinya.Seakan mengerti apa yang Nirmala katakan, Kamal tersenyum lebar seakan menyambut Nirmala dalam peluk tangan kecilnya.Nirmala tersenyum hambar, tidak terlihat tenang sedikitpun meski dia merasa senang melihat senyum Kamal yang tampak tulus.Nirmala berlutut di depan kereta bayi, bersandar sambil mengulurkan tangannya untuk masuk dan meladeni Kamal yang ingin bermain."Sepertinya kamu bener-bener menganggap kalau aku ini ibumu, ya? Aku nggak tau kalau bayi pun bisa punya ingatan kuat untuk ingat wajah seseorang, tapi mungkin karena itu ibumu, kamu ingat wajahnya lebih baik dari wa

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   21 : Pergi Berdua Dengan Malik

    Malik dan Nirmala keluar dari sebuah ruangan bersama dengan Kamal yang sudah terlelap. Bayi itu tidur sangat pulas dalam gendongan Nirmala setelah menangis cukup lama pasca penyuntikan vaksin yang dilakukan rutin untuknya.Sementara menunggu proses administrasi selesai, Nirmala duduk dengan wajah kecut dan tatapan dinginnya mengarah pada Malik yang baru saja kembali dari membayar biaya imunisasi dan cek kesehatan Kamal.“Kamu belum makan?” tanya Malik, dengan nada yang pelan, “kamu kelihatan kayak pengen banget nelen saya hidup-hidup.”“Nggak masalah saya udah makan atau belum, Pak. Bapak sengaja bawa saya ketemu dokternya den Kamal yang kenal sama nyonya Navia, ya? Dia kelihatan syok banget tadi, kayak ngelihat hantu.”“Ah, saya nggak ngira dia bakal sekaget itu, sih. Wajar aja dia kaget, dia temennya Navia.”Nirmala menatap Malik dengan sorot tak percaya; bagaimana bisa Malik bersikap sesantai itu tanpa memikirkan dampak dari tindakannya lebih dulu?“Lagipula kenapa harus saya yang

  • KEMBALINYA ISTRIKU SEBAGAI IBU SUSU   20 : Memastikan Lagi

    Nirmala masih bersama Kamal di taman depan rumah Malik saat itu; membawanya berjalan-jalan sore setelah diberi makan oleh Emi. Jujur saja, Nirmala belum akrab dengan pekerjaannya. Dia masih merasa canggung dan masih membutuhkan bantuan tiga pengasuh Kamal sebelumnya untuk bisa meningkatkan keahliannya. “Kalau bukan karena orang desa, aku pasti nggak bakal pernah ke sini dan kerja kayak begini,” ujar Nirmala, membiarkan Kamal duduk di kursi taman sambil dia pegangi agar tidak jatuh. Kamal terlihat sangat ceria, dia mengoceh banyak dengan bahasa bayi dan ingin menyentuh banyak hal. Jujur saja itu sedikit merepotkan, apalagi bayi belum tahu mana benda yang aman untuk dia sentuh dan yang tidak. Tadi hampir saja Leria membiarkan Kamal menyentuh dahan bunga mawar yang berduri. “Den Kamal … seneng banget, ya, Den, main sama saya?” tanya Nirmala di hadapan Kamal, yang hanya tertawa seolah dia mengerti apa yang pengasuhnya tanyakan. “Saking

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status