Share

Bab 5

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2025-01-04 08:24:00

“Nduk, bukankah itu Damar?” Jari telunjuk Bude Murni mengarah tepat ke arah teras rumah milik orang tuanya Damar.

Dadaku bergemuruh hebat saat melihat laki-laki yang masih sah bergelar suamiku itu bercengkrama dengan keluarganya. Mereka tampak tertawa lepas. Di rumah mati-matian aku mengkhawatirkan dia, ternyata di sini Damar bahagia.

“Benar apa yang Bude pikirkan, Nduk. Suami kamu pulang ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan mimpi Bude."

Allah....

Kenapa keluarganya tega mengatakan tidak tahu tentang kepergiannya Damar? Mengapa mereka kompak membohongi aku? Apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan?

Aku memukul-mukul dada yang terasa sesak. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-paru bisa bernapas dengan lega.

Sakit? Tentu saja. Hati istri mana yang tidak sakit dibohongi oleh suami dan keluarga besarnya.

Sungguh, aku tak menyangka Damar tega melakukan ini semua kepadaku. Ternyata dalam diam dia sudah menyusun rencana ini secara matang-matang. Sewaktu di rumah, ia sibukkan dengan urusan kami. Sehingga tidak memancing kecurigaan sama sekali.

Dengan detak jantung yang tidak beraturan, segera kuambil handphone dari dalam atas kecil di atas pengakuanku. Lalu, kucari nomor adiknya Damar, Dina yang kini duduk di seberang Damar. Aneka makanan ringan menjadi penghalang mereka.

“Assalamualaikum, Din. Kamu belum ada kabar tentang Mas Damar?” tanyaku setelah mati-matian menekan gemuruhnya dada.

Dari dalam mobil, aku melihat Dina sedang menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Memberi kode agar semuanya terdiam.

Allah … kompak sekali mereka membohongi aku.

“Belum, Mbak. Nggak tahu ke mana perginya Mas Damar? Kami juga sedang menunggu kabar dari dia. Nanti kalau sudah ada kabar aku kasih tahu, Mbak. Mbak Ratih yang sabar, ya.” Suara Dina terdengar sendu.

Sungguh, ingin rasanya aku memberikan dua jempol ke arah Dina sebagai bentuk apresiasi dengan aktingnya yang luar biasa. Ingin rasanya aku turun dari mobil dan bersorak ke arah mereka semuanya. Tapi, untuk apa?

Seandainya, aku tidak melihat dengan mata dan kepala sendiri, bisa dipastikan aku akan percaya dengan ucapan Dina yang pandai berlakon itu.

Aku kembali menghirup oksigen secara rakus berharap bisa mengurangi sesaknya dada.

“Oh gitu? Tapi, ya sudahlah, Din. Rasanya aku sudah tidak ingin lagi mendengar kabar abangmu itu setelah ini. Bagaimana pun keadaan dia nanti, aku sudah tidak ingin peduli. Tolong sampaikan padanya untuk segera mengurus surat perceraian kami, kalau mau pergi dari hidupku. Biar jelas sekalian statusku,” ucapku setenang mungkin. Tidak ada getar dari suaraku.

Tidak akan kutunjukkan kelemahanku di depan keluarga Damar saat itu. Dia sudah membuangku, tidak akan pernah kutanyakan lagi ke mana dia akan pergi setelah itu.

“Apa maksud Mbak Ratih?” Dari suaranya, aku tahu Dina kaget mendengar ucapanku.

Perempuan itu tampak celingak-celinguk ke arah jalan. Mungkin, dia sedang mencari keberadaanku. Lalu, lama ia mengamati mobil yang terparkir di sisi jalan yang tak jauh dari tempat mereka berkumpul itu.

“Nggak ada maksud, Din. Semua sudah jelas. Mas Damar ada di antara kalian. Dan kalian kompak menutupi semua dari aku. Hanya satu doaku, semoga di antara kalian tidak ada yang dicampakkan suaminya begitu saja seperti aku.” Klik, sambungan telepon aku putus saat itu juga.

Sejak saat itu aku memblokir nomor keluarga Damar. Dan menutup akses komunikasi dengan mereka. Aku memutuskan untuk melupakan Damar selamanya.

"Assalamualaikum, Bu." Suara Rafa dari luar menyadarkan aku dari lamunan panjang.

Astaghfirullah ... aku lupa menjemput Rafa karena terlalu lama menangis mengenang masa lalu.

Aku menatap jam yang melingkar di pergelanganku. Ternyata Rafa sudah pulang dari lima belas menit lalu. Astaghfirullah ... selama itu aku menangis hingga mengabaikan anakku.

Lekas kususut air mata yang masih bersisa. Pergi ke kamar mandi sebentar sebelum aku membuka pintu. Memastikan tidak ada lagi jejak air mata di pipiku. Rafa tidak boleh melihat aku menangis.

"Assalamualaikum ... Bu." Ketukan di luar semakin sering.

"Waalaikumussalam, Sayang. Maaf Ibu ...." Aku melebarkan senyum begitu membuka pintu. Namun, detik berikutnya keningku berkerut saat mata ini menatap sosok seorang perempuan yang ada berdiri di samping Rafa

"Assalamualaikum, Mbak. Kenalkan namanya saya Sakina." Perempuan dengan lesung pipi di sebelah kanan itu mengulurkan tangan ke arahku. Aku menerima uluran tangan tersebut sembari menyebutkan namaku.

"Maaf kalau menganggu waktu istirahatnya, Mbak Ratih. Saya sengaja mengantar Nak Rafa sampai ke sini karena ingin berkenalan dengan ibunya," jelas perempuan yang memiliki kulit kuning langsat tersebut.

"Memangnya kenapa dengan anak saya, sampai Mbak Sakina penasaran dengan saya?" Aku masih tidak dapat memahami ucapan perempuan yang memiliki kulit kuning langsat tersebut.

Siapa perempuan ini? Kenapa dia begitu penasaran dengan kami?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 12. Suami Sakinah

    Bab 12.“Duh… nggak usah repot-repot, Mbak. Padahal, saya hanya sekedar mampir setelah lewat sini.” Sakinah menatapku yang membawa nampan dengan penuh rasa sungkan. “Ah, ini hanya ada air hangat, Mbak.” Aku tersenyum sembari menurunkan teh manis dari nampan. Lalu, menjatuhkan bobot tubuh ini su atas sofa, bersebrangan dengan Sakina.“Silakan diminum, Mbak. Ini bolu buatan saya sendiri.” Aku menatap piring yang berisi bolu kukus coklat. Hasil eksperimenku tadi. Meski bingung dengan kedatangan Sakinah yang secara tiba-tiba, aku tetap berusaha menyambutnya dengan baik. Memperlakukan layaknya seorang tamu.Bibir wanita itu terlihat melengkung hingga matanya menyipit. “Wah… rajin sekali Mbak Ratih. Pasti suaminya sangat bahagia memiliki istri seperti Mbak Ratih. Rajin masak,” ucapnya, terdengar tulus. Aku hanya tersenyum getir. “Saya nggak punya suami, Mbak.” “Maaf, Mbak. Sungguh, saya tidak bermaksud—”“Tak apa, Mbak.” Lekas aku memotongnya, lalu tersenyum ke arah Sakina yang terl

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Untuk apa dia datang ke sini?

    Bab 11Aku pikir malam itu akan berakhir dengan tenang setelah telepon dari Damar terputus. Tapi ternyata, gelisah ini tak kunjung pergi. Aku berbalik, memandangi Rafa yang masih lelap dalam pelukanku. Wajahnya damai, polos… belum ternoda oleh kenyataan hidup yang rumit dan menyakitkan.Bagaimana jika suatu hari nanti dia tahu?Bagaimana jika dia menuntut penjelasan? Kenapa ayahnya pergi? Kenapa aku tak pernah menceritakan apa-apa? Kenapa aku sembunyikan kebenaran?Tiba-tiba air mata itu datang lagi, jatuh tanpa bisa dicegah.******Pagi harinya, aku menyimpan semua kekacauan hati itu di balik senyum yang dipaksakan. Rafa harus sekolah. Aku harus bekerja. Dunia tidak berhenti hanya karena hatiku yang sedang berantakan.Tapi saat membuka pintu depan aku langsung tertegun. Di sana ada setangkai bunga rose kesukaanku. Tidak ada kartu ucapan. Hanya setangkai bunga, aku bisa menebak siapa pengirimnya. Damar. Laki-laki tahu betul bunga kesayanganku. Alih-alih bahagia menerima bunga ini, j

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 10

    Bab 10“Bu, apa benar Om tadi itu teman Ibu dan Ayah?” tanya Rafa begitu kami sampai di rumah.Aku yang hendak mengambil air minum sejenak menghentikan langkah. Otakku berpacu mencari jawaban yang tepat. Bibir ini terasa berat untuk mengakui siapa sebenarnya laki-laki itu. Luka yang ditinggalkan Damar terlalu dalam.“Memangnya Om tadi bilang apa saja, Sayang?” tanyaku sembari menuang air dari dispenser, mencoba mengulur waktu. Rafa mengangkat bahu kecilnya. “Om itu bilang dia kenal Ibu dan Ayah dulu. Terus, dia tanya apakah Rafa suka main bola.”Suara bocah itu terdengar polos, tak menyadari badai yang kembali mengoyak hati ibunya. Tanganku sedikit gemetar saat meletakkan gelas di meja. Luka yang selama ini kukubur dalam-dalam kini kembali menganga.Aku meneguk ludah. Tanganku yang sedang memegang gelas sedikit gemetar. Luka yang selama ini kukubur dalam-dalam kembali menganga.Aku menarik kursi dan duduk, berusaha tetap terlihat biasa saja.“Terus, Rafa jawab apa?” tanyaku, pura-pur

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 9

    Bab 9 POV Damar Aku berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Rafa keluar. Dari kejauhan, aku melihat bocah itu berjalan riang bersama teman-temannya. Wajahnya bersinar, mirip sekali dengan wajah Rafi dulu. Dadaku sesak, emosi bergulung seperti ombak yang siap menghantam. Ini adalah kesempatan pertamaku mendekati anakku, dan aku tak boleh menyia-nyiakannya. Maafkan ayah yang telah menyia-nyiakan kamu, Nak. “Rafa,” panggilku ketika bocah itu melewati gerbang. Suaraku bergetar saat menyebut namanya. Rafa berhenti dan menoleh, matanya menatap heran padaku, pria asing yang sejak kemarin mencarinya. Pria asing yang selama ini tidak pernah hadir dalam hidupnya. “Siapa, ya?” Rafa bertanya sopan, langkahnya ragu. Jantungku berdetak tak karuan saat jarak kami semakin dekat. Aku tersenyum, ingin rasanya berkata, aku ayahmu, Nak. Tapi, aku tahu ini belum saatnya. “Om, siapa? Om kenal aku?” Pertanyaan Rafa menyadarkanku. “Aku … teman Ibumu. Om ingin bicara sebentar, boleh?

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 8

    “Bu, ada tamu sepertinya. Ada yang mengetuk pintu,” ucap Rafa yang hendak sarapan. Bocah sembilan tahunan itu sudah duduk manis di depan meja makan dengan seragam sekolahnya saat aku menoleh ke arahnya. “Oke, biar ibu yang membukakan pintunya. Rafa lanjut sarapannya, ya.” Aku mengelap tangan sebelum meninggalkan wastafel. Aku tersentak kaget saat membuka pintu, tamu yang sangat tidak aku inginkan. Setelah mengetahui siapa yang datang, kembali menutup pintu. “Ratih, aku hanya ingin bicara," kata Damar dari luar pintu. Damar, laki-laki yang telah kuhapus namanya kini dia datang kembali. Membuka luka lama, seolah tak pernah ada penyesalan di balik kepergiannya. Bagiku, dia sudah m4 ti. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku berdiri di balik pintu, tidak berniat membukanya. "Kita ada hal yang perlu dibicarakan. Pergilah! Dan jangan pernah kembali ke rumah ini, Damar!” Sudah tidak ada lagi panggilan Mas seperti sepuluh tahun silam. Terlalu berharga sebutan tersebut untuk

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 7. Kenyataan Baru

    Jantungku berdetak kencang. Tangan ini gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit bibir bawah berusaha menahan sesuatu di dalam sini. Kenapa dunia sesempit ini? Penglihatanku tidak salah, itu benar-benar Damar. Laki-laki yang paling kubenci itu baru saja keluar dari rumah nomor 30, tetangga sebelah yang order seblak tadi. Gegas kuturunkan kaca helm agar seluruh wajah ini tertutup, aku tidak ingin Damar melihat keberadaanku di sini. Jantungku berdegup semakin kencang. Kakiku seakan terpaku di tempat, namun pikiranku terus berteriak agar laki-laki itu segera pergi dari perumahan ini. Aku sengaja tidak segera turun dari atas motor. Membiarkan dia berlalu dulu dari perumahan ini. Dari balik spion motor, aku melihat mobil Damar yang melaju pergi meninggalkan perumahan ini. Beberapa detik kemudian, aku berdiri mengetuk pintu rumah nomor 31, mengantarkan seblak untuk tetangganya Damar. “Assalamualaikum, Bu. Kami dari warung Seblak ECO.” Aku tersenyum ramah pada perempuan setengah baya yang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status