“Siapa yang datang?”Samudra membawa dua mangkok mie instan kuah dengan uap panas yang mengepul. Televisi di ruang tengah sudah menyala, tapi ditinggalkan Nami untuk menyambut tamu tak diundang. “Teman.” Nami sedikit tidak nyaman sebenarnya dengan kedatangan tamu tersebut. Samudra menengok ke ruang tamu. Ada seorang pria yang sepertinya ia kenali duduk di salah satu sofa tunggal. “Pacar Nona Nami, ya?” Samudra jadi was-was jika itu benar. Bagaimanapun Samudra tidak ingin menjadi sumber permasalahan. Lagipula jika itu benar pacar Nami, bukankah kesannya terlalu nekat membiarkan Samudra mampir sampai menguasai dapur?“Bukan. Teman, Mas.”Pria itu menoleh ke belakang, tepat ke arah Nami yang baru keluar membawakan minuman. Netra pria itu bertemu tatap dengan Samudra. Keduanya benar saling mengenal, meskipun tidak dekat. Samudra lebih dulu melemparkan senyum ramah, menguntai langkahnya menuju ruang tamu untuk menyapa tamunya Nami. “Eh, Chef David?” “Hai!” Chef David mengenal betul s
“Apa Chef David marah?” Nami mengangkat bahu sekilas. Nami berharap semoga saja Chef David adalah orang yang tidak mudah tersinggung. Lagipula Nami mengatakannya dengan jujur. Ia dan Chef David tidak ada hubungan apa-apa. Selain pernah melakukan kencan buta dan berakhir bertukar nomor ponsel. Chef David memang rutin menghubungi Nami di malam hari. Tentu saja di saat para majikannya tidak membutuhkannya lagi. Itu pun Nami membalas seadanya. Bukannya malas, tapi sudah dikatakan jika Nami bingung menyambung pembicaraan dengan Chef David. “Maksudnya saya serius melakukan pendekatan dengan Nami.”Satu kalimat yang membuat Nami merinding. Merinding bukan karena terkesima apalagi takut. Nami sudah hapal betul dengan para lelaki yang awalmya terkesan sat set sat set dalam mendekati sampai menjalin hubungan yang katanya lagi harus sampai serius. Namun ujung-ujungnya sama saja. Putus karena diselingkuhi, lah. Putus karena tidak direstui orang tuanya, lah. Putus karena mendapat bisikan gaib,
Mungkin Nami adalah tipe gadis yang diharuskan memiliki keahlian atau sekadar mencicipi bidang yang disukai oleh teman pria, calon pasangan, bahkan pasangan sahnya. Seperti sekarang yang akhirnya Nami menerima (yang sebenarnya sedikit terpaksa) untuk menyanyikan lagu demo yang diciptakan Samudra. Saat dirinya pergi kencan buta dengan Chef David, Nami juga diajak untuk memasak menu sederhana. Menu sederhana, tapi diajarkan dengan teknik yang belum pernah sama sekali Nami dengar selama ini. Dengan mantan-mantan pacarnya pun demikian. Nami mendapatkan banyak pengetahuan tentang bisnis, dunia perbankan, sampai dunia gaib. Ini adalah kunjungan kedua Nami di studio pribadi Samudra. Studio yang katanya hanya orang-orang tertentu yang boleh mampir. Nami tidak mau terlalu percaya diri sebenarnya, jika dirinya termasuk orang-orang tertentu itu. Hanya saja, ketika dirinya sudah dua kali diundang ke studio Samudra, sisi confident Nami meninggi mau tidak mau. “Mas, saya gugup, lho!”“Ada yang
“Harusnya kamu ikut tampil di video klip saya, Sam.” Samudra tertawa renyah. Untuk dirinya yang sedang dalam fase berusaha keluar dari masa jenuh, syuting video klip dikhawatirkan akan mempersulit kru saja nanti. “Saya ini sempat kaget pas kamu nawarin saya lagu bikinan kamu.”“Beat dan liriknya sangat cocok dengan kepribadian anda.”Penyanyi senior yang ditemui Samudra di acara party perilisan album salah satu rekan penyanyi lain itu tertawa lepas. Samudra datang ke acara itu sebenarnya terlambat. Disaat para selebriti lain bersiap berpakaian dan berdandan, Samudra malah merekam suara Nami di studio. Kalau bukan karena managernya, Rajasa membujuk untuk datang sebentar walau hanya beberapa menit, sebagai bentuk penghormatan dan menghargai kepada si pemilik pesta. Samudra bertemu dengan banyak teman-teman seprofesi di sana. Ada sesama penyanyi. Entah itu penyanyi solo, duo, trio, sampai boyband, band, atau mantan penyanyi grup. Ada produser, rapper, aktris, aktor, model, dan bebera
“Mas … To-long! Saya di Olivia 6003. To-lo…” BRAK!Malam itu adalah momen yang paling disesalkan oleh Nami. Seharusnya ia meminta penandatanganan kontrak dilakukan di kantor saja. Bukan di luar area kerja. Bukan pula dilakukan saat jam hampir dikatakan tinggi malam. Hanya karena Pak Kaze mengatakan jika ia sedang di hotel bersama anak dan istrinya, Nami merasa aman-aman saja. Harusnya mengingat bagaimana sepak terjang Pak Kaze selama ini, Nami tidak boleh sepositif thinking itu. Nami merasa jijik pada dirinya sendiri. Rasanya Nami ingin menguliti dirinya sendiri, menyingkirkan area yang disentuh oleh tangan menjijikkan seorang Kaze. Nami takut, meminta tolong dengan putus asa, dan berakhir membeku seketika. Tua bangka itu tega.Nami hanya bisa berakhir histeris. Meski ia melihat Samudra, merasakan tangan kokoh, dada bidang, dan bahu lebar orang itu melindunginya. Tetap saja Nami ketakutan setengah mampus saat mengetahui dirinya berada begitu dekat dengan lawan jenis. Trauma Nami ma
(“Jun, saya harus tetap di rumah sakit untuk menenangkannya jika Nona Nami seandainya histeris lagi. Saya harus memastikan jika ia baik-baik saja.”)Samudra sudah bisa menebak, bagaimana gusarnya Junot saat menerima pesan tersebut. Pasti Junot tetap tidak menerima. Samudra paham bila Junot tak bermaksud melenyapkan setitik empati. Hanya saja, Junot terlalu perhatian pada Samudra. Junot terlalu khawatir apabila Samudra tersandung skandal.(“Heh! Terserah kakak, deh! Nikahin aja sekalian si Nami Nami itu. Biar makin heboh beritanya.”)Samudra hanya membalas dengan kata maaf saat itu. Ketika Samudra memutuskan untuk menelepon CEO agensinya pun, yang ia terima hanya meminta Samudra untuk tidak terlibat jauh. “Aku sudah menyebarkan buzzer untuk membuat berita jika kamu hanya menolong perempuan itu. Untung saja pemberitaan mulai bisa dikendalikan sekarang. Aku sampai meminta orangku untuk mencari usaha konveksi agar memproduksi massal kaos kaki
“Nona tidak boleh merendahkan diri seperti itu. Nona masih berharga.”Kalimat penyemangat seperti itu hanya seperti angin lalu semata, yang setelah berhembus, lantas kembali disapa pengap.“Nona Nami tidak salah sama sekali. Hasil visum juga membuktikan jika Nona Nami masih virgin.”Nami mempertahankan sekuat tenaga agar tangan keriput Pak Kaze yang tidak tahu kenapa saat kejadian malam itu, begitu bertenaga. Memang Pak Kaze belum tua-tua amat. Tetangga Nami seorang kakek-kakek berusia tujuh puluhan saja, masih kuat mengangkut beras berkarung-karung. Apalagi Pak Kaze yang masih kepala lima usianya. “Saya kotor.”Nami dibelikan sabun oleh ibunya Nami. Sabun cair itu habis dalam sekali mandi, karena Nami menggosok-gosok kulitnya sampai memerah dan lecet, berujung meninggalkam perih. “Nona …. “ Samudra meraih tangan Nami hati-hati. Terakhir kali Samudra tak sengaja menyentuh bahu Nami kemarin, reaksi gadis itu gemetar hebat dan menjerit-jerit kesetanan. Samudra lega ketika sekarang Na
“Kalian bisa meluangkan waktu sebentar untuk mengunjungi Nona Nami? Dia Mellifluous yang jadi korban.”Permintaan Samudra seharusnya diiyakan dengan mudah. Akan tetapi, bagi Ari, Arson, dan Umang, ketiganya harus meminta pendapat Junot dulu. Memang mereka tidak menanyakannya secara langsung. Namun hal itu sudah bisa ditebak saat Ari, Arson, dan Umang seolah menunggu keputusan Junot. “Kami turut berduka cita atas apa yang menimpanya. Akan tetapi, rasanya berlebihan jika nonamu itu mendapatkan perlakuan spesial.”“Perlakuan spesial seperti apa yang kamu maksud, Jun?” Reaksi Junot memercik tedensi dalam intonasi Samudra. “Kita harus membatasi hubungan penggemar dengan kita, Kak. Kita nggak bisa memperlakukan spesial hanya salah satu penggemar kita. Kakak nggak bisa melanjutkan kebaikan kakak terlalu sering seperti ini.”Samudra mendengus pelan. Ia kira Junot mengerti dengan niatnya selama ini.“Jun, aku ingin memastikan kalau Nona Nami baik-baik saja sampai ia keluar dari rumah sakit.