Share

bab 6.

Nami mendorong pintu kaca sebuah salon yang letaknya tak jauh dari jalan besar. Lokasi dengan deretan toko berbagai macam jenis barang yang dijual, membuat jalanan tersebut selalu ramai oleh para pengunjung, apalagi daerah tersebut terkenal dengan harga yang miring namun berkualitas.

Salah satu tim preman yang menjaga keamanan di daerah tersebut adalah Jhonatan yang mendapuk sebagai ketua preman di sana. Seorang pria tampan tampak terkejut melihat seorang Jhonatan memasuki salonnya bersama seorang wanita cantik.

Wajah takut serta canggung tampak jelas Jhonatan lihat di raut wajah pria tersebut. Tapi pria itu segera menghampiri Jhonatan dan Nami yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Maaf, Boss... Rasanya baru kemarin kami-"

Ucapan pria tersebut seketika berhenti saat Jhonatan menggelengkan kepalanya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Pemilik salon tersebut bertambah bingung saat melihat ekspresi wajah Nami yang tampak kebingungan.

"Apa kau baru saja memotong rambutmu di salon ini?" tanya Nami sambil menatap menyelidik pada penampilan rambut Jhonatan yang tidak berubah sejak awal kemarin mereka bertemu.

"Nggak! bukan aku, tapi temenku yang potong rambut di sini." Jelas Jhonatan berbohong. "Iya, kan Om Sis" imbuh Jhonatan memastikan ucapannya kepada pria pemilik salon tersebut.

"Oh... Iya, Neng cantik. Kemaren abangnya ke sini anter temen cowoknya potong rambut di sini." Pria pemilik salon bernama Sis itu mengiyakan ucapan Jhonatan sambil tersenyum canggung, kelihatan sekali jika ia sedang berbohong.

Tapi, Nami yang merasa itu adalah alasan yang masuk akal, maka ia mempercayainya. Ia menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan kedua pria yang dengan sadar telah membohongi Nami.

"Kalau begitu, giliran dia yang Om potong rambutnya! dibuat serapi mungkin ya? cari model rambut yang cocok untuk wajah dia biar keliatan cakepan dikit." titah Nami kepada OM Sis.

Jhonatan menatap tajam pemilik salon, tanda mengintimidasi karena ia tidak mau rambut yang telah lama sengaja tidak ia potong.

Bibirnya komat Kamit entah apa yang Jhonatan ucapkan, tapi ketika Nami menatap dirinya, Jhonatan seketika menutup mulutnya rapat-rapat.

Om Sis bingung hendak berbuat apa, apakah ia harus memotong habis rambut panjang gimbal milik Jhonatan? apakah ia harus mematuhi apa yang Jhonatan ucapkan tanpa suara?

"Om Sis, nggak usah takut. Kalau Dia macam-macam bilang sama aku!" ucap Nami sambil menepuk dadanya.

Ada rasa lega di hati Om sis ketika mendengar apa yang Nami ucapkan. Itu bagai oase dipadang gersang karena amarah Jhonatan yang kini tampak mengerikan di mata Om Sis.

'Persetan! Bukankah dia urusan gadis cantik ini?' batin Om Sis menguatkan diri.

'Kalau dia macam-macam, tinggal aku laporkan ke gadis cantik ini, bukan?'

Om Sis menarik nafas lega sedikit, karena rasa takut yang ia rasakan akibat aura membunuh Jhonatan tampak sampai ke ulu hatinya.

"Baik. Kalau begitu... Mari duduk di sini." ucap Om Sis sambil menarik sebuah kursi yang digunakan untuk memotong rambut pelanggan.

Dengan berat hati Jhonatan melangkahkan kakinya ke arah kursi tersebut, helaan nafas berat terdengar seperti tercekik kenyataan yang akan ia hadapi tanpa bisa melawan.

Jhonatan pun duduk di kursi, Om Sis membawa kain yang digunakan untuk menutup dada Jhonatan. Setelah semua selesai, Om Sis mengikat rambut panjang Jhonatan.

Merasa tidak dibutuhkan, Nami memilih untuk duduk di ruang tunggu sambil membaca majalah fashion yang tergeletak di atas meja.

*

Dua jam berlalu...

Mata Nami tertuju pada sepasang kaki yang mengenakan sepatu kets kotor yang diam di hadapannya.

"Nih, cantik. Udah di potong! Maaf ya... Agak lama, soalnya cari gaya rambut yang cocok untuk bo-maksudnya pacar neng cantik." om Sis gugup bukan main.

Perlahan, mata Nami naik ke atas, dari mata yang tertuju pada sepatu kets belel yang digunakan Jhonatan, kini naik perlahan ke atas tubuh Jhonatan.

Cukup terkejut Nami melihat perubahan Jhonatan. Walau pakaiannya tampak ketat, tapi wajah baby Face yang tidak pernah Nami bayangkan kini nampak jelas.

Mulut Nami terbuka beberapa detik saking tak percayanya melihat perubahan yang ia lihat pada diri Jhonatan.

"Kenapa mangap kek ikan koki begitu deh? Penampilanku jadi aneh ya?" tanya Jhonatan.

Ia kini melihat penampilannya pada cermin besar yang ada di sisi sebelah kanan ia berdiri. Jhonatan melihat pantulan dirinya aneh. "Tuh kan... Aneh aku jadinya?" ucap Jhonatan sambil melirik jutek kepada Nami.

"Aneh dimananya? ganteng gitu kok!" desis Nami.

Tak ingin terjadi perdebatan yang lebih alot, Nami akhirnya mengajak Jhonatan pergi dari salon tersebut. Jhonatan pun terpaksa mengikuti keinginan Nami. Sebelum benar-benar meninggalkan salon tersebut, Jhonatan menyempatkan menoleh kebelakang, matanya menatap tajam pada om Sis yang masih mengamati keduanya pergi dari salonnya.

Perlahan tangan kanan Jhonatan bergerak ke arah lehernya, dengan gerakan seolah menggorok lehernya sendiri, Jhonatan memberi isyarat seolah riwayat om Sis tidak lama lagi.

Om Sis yang melihat hal tersebut tiba-tiba kesulitan menelan salivanya sendiri, wajahnya sempat berubah pucat beberapa saat sampai sosok Jhonatan tak terlihat lagi di mata om Sis.

Selama dalam perjalanan, keduanya tidak ada yang membuka topik pembicaraan. Nami yang terlihat sedikit salah tingkah karena melihat perubahan pada penampilan Jhonatan. Sedangkan Jhonatan masih memendam rasa dongkol di hatinya karena rambut kesayangannya terpaksa dipotong habis.

Sampai di tempat kos Nami, Nami membuka pintu kamarnya lalu mempersilahkan Jhonatan untuk duduk di ruang tamu. "Kamu di sini dulu! aku mau ambil kertas dan pulpen dulu," ucap Nami sambil berlalu berjalan menuju kamarnya.

"Buat apa pulpen sama kertas?" tanya Jhonatan yang tak mengerti.

"Buat bikin anak!" jawab Nami asal.

Mendengar jawaban Nami, Jhonatan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Emang bisa bikin anak pake kertas sama pulpen?"

Tak berapa lama, Nami keluar sambil membawa kertas dan pulpen. Ia lalu duduk di seberang tempat Jhonatan duduk. Ia meletakkan kertas di atas meja lalu menorehkan huruf demi huruf menjadi serangkaian kalimat yang dapat dibaca oleh Jhonatan.

Jhonatan yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedang Nami tulis, tapi Nami malah merapatkan tangannya agar Jhonatan tidak dapat membaca apa yang ia tulis. Nami melirik tajam pada Jhonatan, "Jangan ngintip! nanti kalau udah selesai boleh kamu baca."

Jhonatan hanya mendesah resah menunggu nami selesai menulis.

Setelah selesai menulis, Nami memberikan kertas itu kepada Jhonatan. Jhonatan menerima kertas itu lalu membacanya. Satu persatu poin Jhonatan coba pahami. Sampai pada poin nomor tujuh Jhonatan mendelikkan matanya membaca poin tersebut. Setelah itu ia mengalihkan pandangannya kepada Nami. Matanya mendelik menyeramkan membuat Nami sedikit gentar menerima tatapan tajam dari Jhonatan.

"Pede sekali Anda menuliskan hal ini di surat perjanjian kita?" tanya Jhonatan sinis.

"Maksudmu apa? itu udah yang paling bagus!" Nami membela diri.

Jhonatan menggebrak meja. Ia lalu berjalan menuju tempat Nami duduk. Tangannya bergerak memegang pipi kiri Nami, tatapan mata Jhonatan tajam pada mata Nami yang sedang mencoba membaca apa yang hendak Jhonatan ucapkan.

"Apa kau yakin? aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku hanya dalam tiga detik saja!" ucap Jhonatan penuh penekanan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status