Share

bab 6.

Auteur: Landysh
last update Dernière mise à jour: 2024-01-08 00:37:56

Nami mendorong pintu kaca sebuah salon yang letaknya tak jauh dari jalan besar. Lokasi dengan deretan toko berbagai macam jenis barang yang dijual, membuat jalanan tersebut selalu ramai oleh para pengunjung, apalagi daerah tersebut terkenal dengan harga yang miring namun berkualitas.

Salah satu tim preman yang menjaga keamanan di daerah tersebut adalah Jhonatan yang mendapuk sebagai ketua preman di sana. Seorang pria tampan tampak terkejut melihat seorang Jhonatan memasuki salonnya bersama seorang wanita cantik.

Wajah takut serta canggung tampak jelas Jhonatan lihat di raut wajah pria tersebut. Tapi pria itu segera menghampiri Jhonatan dan Nami yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Maaf, Boss... Rasanya baru kemarin kami-"

Ucapan pria tersebut seketika berhenti saat Jhonatan menggelengkan kepalanya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Pemilik salon tersebut bertambah bingung saat melihat ekspresi wajah Nami yang tampak kebingungan.

"Apa kau baru saja memotong rambutmu di salon ini?" tanya Nami sambil menatap menyelidik pada penampilan rambut Jhonatan yang tidak berubah sejak awal kemarin mereka bertemu.

"Nggak! bukan aku, tapi temenku yang potong rambut di sini." Jelas Jhonatan berbohong. "Iya, kan Om Sis" imbuh Jhonatan memastikan ucapannya kepada pria pemilik salon tersebut.

"Oh... Iya, Neng cantik. Kemaren abangnya ke sini anter temen cowoknya potong rambut di sini." Pria pemilik salon bernama Sis itu mengiyakan ucapan Jhonatan sambil tersenyum canggung, kelihatan sekali jika ia sedang berbohong.

Tapi, Nami yang merasa itu adalah alasan yang masuk akal, maka ia mempercayainya. Ia menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan kedua pria yang dengan sadar telah membohongi Nami.

"Kalau begitu, giliran dia yang Om potong rambutnya! dibuat serapi mungkin ya? cari model rambut yang cocok untuk wajah dia biar keliatan cakepan dikit." titah Nami kepada OM Sis.

Jhonatan menatap tajam pemilik salon, tanda mengintimidasi karena ia tidak mau rambut yang telah lama sengaja tidak ia potong.

Bibirnya komat Kamit entah apa yang Jhonatan ucapkan, tapi ketika Nami menatap dirinya, Jhonatan seketika menutup mulutnya rapat-rapat.

Om Sis bingung hendak berbuat apa, apakah ia harus memotong habis rambut panjang gimbal milik Jhonatan? apakah ia harus mematuhi apa yang Jhonatan ucapkan tanpa suara?

"Om Sis, nggak usah takut. Kalau Dia macam-macam bilang sama aku!" ucap Nami sambil menepuk dadanya.

Ada rasa lega di hati Om sis ketika mendengar apa yang Nami ucapkan. Itu bagai oase dipadang gersang karena amarah Jhonatan yang kini tampak mengerikan di mata Om Sis.

'Persetan! Bukankah dia urusan gadis cantik ini?' batin Om Sis menguatkan diri.

'Kalau dia macam-macam, tinggal aku laporkan ke gadis cantik ini, bukan?'

Om Sis menarik nafas lega sedikit, karena rasa takut yang ia rasakan akibat aura membunuh Jhonatan tampak sampai ke ulu hatinya.

"Baik. Kalau begitu... Mari duduk di sini." ucap Om Sis sambil menarik sebuah kursi yang digunakan untuk memotong rambut pelanggan.

Dengan berat hati Jhonatan melangkahkan kakinya ke arah kursi tersebut, helaan nafas berat terdengar seperti tercekik kenyataan yang akan ia hadapi tanpa bisa melawan.

Jhonatan pun duduk di kursi, Om Sis membawa kain yang digunakan untuk menutup dada Jhonatan. Setelah semua selesai, Om Sis mengikat rambut panjang Jhonatan.

Merasa tidak dibutuhkan, Nami memilih untuk duduk di ruang tunggu sambil membaca majalah fashion yang tergeletak di atas meja.

*

Dua jam berlalu...

Mata Nami tertuju pada sepasang kaki yang mengenakan sepatu kets kotor yang diam di hadapannya.

"Nih, cantik. Udah di potong! Maaf ya... Agak lama, soalnya cari gaya rambut yang cocok untuk bo-maksudnya pacar neng cantik." om Sis gugup bukan main.

Perlahan, mata Nami naik ke atas, dari mata yang tertuju pada sepatu kets belel yang digunakan Jhonatan, kini naik perlahan ke atas tubuh Jhonatan.

Cukup terkejut Nami melihat perubahan Jhonatan. Walau pakaiannya tampak ketat, tapi wajah baby Face yang tidak pernah Nami bayangkan kini nampak jelas.

Mulut Nami terbuka beberapa detik saking tak percayanya melihat perubahan yang ia lihat pada diri Jhonatan.

"Kenapa mangap kek ikan koki begitu deh? Penampilanku jadi aneh ya?" tanya Jhonatan.

Ia kini melihat penampilannya pada cermin besar yang ada di sisi sebelah kanan ia berdiri. Jhonatan melihat pantulan dirinya aneh. "Tuh kan... Aneh aku jadinya?" ucap Jhonatan sambil melirik jutek kepada Nami.

"Aneh dimananya? ganteng gitu kok!" desis Nami.

Tak ingin terjadi perdebatan yang lebih alot, Nami akhirnya mengajak Jhonatan pergi dari salon tersebut. Jhonatan pun terpaksa mengikuti keinginan Nami. Sebelum benar-benar meninggalkan salon tersebut, Jhonatan menyempatkan menoleh kebelakang, matanya menatap tajam pada om Sis yang masih mengamati keduanya pergi dari salonnya.

Perlahan tangan kanan Jhonatan bergerak ke arah lehernya, dengan gerakan seolah menggorok lehernya sendiri, Jhonatan memberi isyarat seolah riwayat om Sis tidak lama lagi.

Om Sis yang melihat hal tersebut tiba-tiba kesulitan menelan salivanya sendiri, wajahnya sempat berubah pucat beberapa saat sampai sosok Jhonatan tak terlihat lagi di mata om Sis.

Selama dalam perjalanan, keduanya tidak ada yang membuka topik pembicaraan. Nami yang terlihat sedikit salah tingkah karena melihat perubahan pada penampilan Jhonatan. Sedangkan Jhonatan masih memendam rasa dongkol di hatinya karena rambut kesayangannya terpaksa dipotong habis.

Sampai di tempat kos Nami, Nami membuka pintu kamarnya lalu mempersilahkan Jhonatan untuk duduk di ruang tamu. "Kamu di sini dulu! aku mau ambil kertas dan pulpen dulu," ucap Nami sambil berlalu berjalan menuju kamarnya.

"Buat apa pulpen sama kertas?" tanya Jhonatan yang tak mengerti.

"Buat bikin anak!" jawab Nami asal.

Mendengar jawaban Nami, Jhonatan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Emang bisa bikin anak pake kertas sama pulpen?"

Tak berapa lama, Nami keluar sambil membawa kertas dan pulpen. Ia lalu duduk di seberang tempat Jhonatan duduk. Ia meletakkan kertas di atas meja lalu menorehkan huruf demi huruf menjadi serangkaian kalimat yang dapat dibaca oleh Jhonatan.

Jhonatan yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedang Nami tulis, tapi Nami malah merapatkan tangannya agar Jhonatan tidak dapat membaca apa yang ia tulis. Nami melirik tajam pada Jhonatan, "Jangan ngintip! nanti kalau udah selesai boleh kamu baca."

Jhonatan hanya mendesah resah menunggu nami selesai menulis.

Setelah selesai menulis, Nami memberikan kertas itu kepada Jhonatan. Jhonatan menerima kertas itu lalu membacanya. Satu persatu poin Jhonatan coba pahami. Sampai pada poin nomor tujuh Jhonatan mendelikkan matanya membaca poin tersebut. Setelah itu ia mengalihkan pandangannya kepada Nami. Matanya mendelik menyeramkan membuat Nami sedikit gentar menerima tatapan tajam dari Jhonatan.

"Pede sekali Anda menuliskan hal ini di surat perjanjian kita?" tanya Jhonatan sinis.

"Maksudmu apa? itu udah yang paling bagus!" Nami membela diri.

Jhonatan menggebrak meja. Ia lalu berjalan menuju tempat Nami duduk. Tangannya bergerak memegang pipi kiri Nami, tatapan mata Jhonatan tajam pada mata Nami yang sedang mencoba membaca apa yang hendak Jhonatan ucapkan.

"Apa kau yakin? aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku hanya dalam tiga detik saja!" ucap Jhonatan penuh penekanan.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   bab 25.

    telah menutup teleponnya, Novi lalu berjalan ke arah Anto dan Ahmad. Melupakan rasa malu karena meminta tolong pada orang asing yang belum tentu dapat dipercaya, tapi berdasarkan cerita Ratu dan Raja, Anto adalah orang baik, mungkin Novi akan mencoba mempercayainya."Permisi?" Novi membungkukkan sedikit tubuhnya, setelah Anto dan Ahmad menoleh, ia kembali menegakkan posisi tubuhnya. Ahmad sedikit salah tingkah melihat Novi ada dihadapannya."Boleh minta tolong?" tanya Novi lagi."Minta tolong apa, Tante?" tanya Anto.Novi cemberut. mengumpat dalam hati, apa pemuda itu lupa? jika Novi pernah marah saat ia dipanggil dengan sebutan tante? ingin sekali Novi mencak-mencak. Tapi kali ini, Novi membutuhkan bantuan Anto. Dengan sedikit gengsi dan sedikit malu-malu, Novi akhirnya memendam rasa kesalnya kepada Anto."Aku minta tolong, temani Raja menonton film. Aku ada pekerjaan dadakan, tidak mungkin dibatalkan. Kamu bisa kan bantu saya?" tanya Novi."Oh, begitu?" Anto menatap Raja yang tenga

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 24.

    Jhonatan telah sampai di depan kos Nami. Ia membawa Nami dengan mengikat tubuh Nami dengan sebuah kain panjang yang ia temukan saat hendak membawa Nami pergi dari gudang kosong tempat Nami disekap. Walau selama perjalanan menuju tempat kos, Nami selalu berusaha berontak dan mengeluh panas tubuhnya semakin tak tertahankan, tapi Jhonatan pada akhirnya mampu membawa Nami selamat sampai tempat kosnya. Tanpa membuka ikatan kain yang membuat tubuh Nami dan Jhonatan tak berjarak, Jhonatan menggendong Nami di punggungnya. Kali ini, Nami berhasil melepaskan ikatan pada kedua tangannya. "Jhon... Lepaskan akuu... Aku bisa berjalan sendiri!" desah Nami."Aku nggak akan lepasin kamu! Diamlah, jangan berulah! nanti semua orang datang lalu menuduhku berbuat tak senonoh padamu!" Hardik Jhonatan tak tahan dengan racauan Nami. Tanpa kesulitan Jhonatan berhasil mendobrak pintu kamar kos Nami dengan satu kaki. Jhonatan lalu menyeret Nami masuk ke dalam kos lalu mengunci kos tersebut, barulah Jhonatan

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 23

    "Apa yang kalian berikan kepadaku?" teriak Nami histeris. Tubuhnya mulai merasa panas dan berkeringat, ada sesuatu yang mendesak dari dalam tubuhnya yang belum pernah ia rasakan sebesar ini sebelumnya. "Sebentar lagi bos besar datang, jadi... Saat ia sampai, kau pun telah siap untuk melayaninya. Hahaha..." ucap pria tersebut lalu tergelak riang. Keduanya pun meninggalkan Nami seorang diri kembali. Sedangkan Nami sudah mulai gelisah dengan apa yang ia rasa di tubuhnya. Tak lama, suara deru mobil terdengar mendekat lalu suara mesin mati. Mobil terparkir tepat di depan bangunan yang sudah tidak terawat lagi. Pintu terbuka, seorang pria paruh baya keluar dari dalam mobil dengan menggunakan kemeja putih di padu dengan celana bahan berwarna hitam. Sepatu pantofel hitam mengkilat tampak pas di kakinya. "Boss!" ucap pria berambut panjang sedikit berlari, mendekat ke arah pria paruh baya tersebut, menyambut kedatangannya. Di susul oleh teman yang menemaninya berjaga malam ini. "Selamat d

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 22.

    Jhonatan langsung berbalik, tinju yang ia layangkan cepat bergerak menuju ulu hati Hendrik yang terbuka, namun Kali ini, Hendrik tidak diam saja. Gerakannya dapat menahan tinju yang Jhonatan layangkan untuknya. Senyum kemenangan terlihat jelas di wajah Hendrik.Perlahan tapi pasti, Hendrik meremas kepalan tangan Jhonatan hingga Jonatan meringis kesakitan. "Jangan kau bertindak bagai pahlawan kesiangan! Nami itu milikku sejak awal. Jadi jangan kau bertingkah seolah-olah dia adalah milikmu!" bisik Hendrik di telinga Jhonatan. "Aku tahu kalian hanyalah sebatas kerbau dan buruk jalak! Jadi tetaplah seperti itu!" imbuh Hendrik. "Pergilah! Kau tidak akan mendapatkan apapun di sini!" ucap Hendrik lalu melepaskan cengkeramannya. Tanpa sepatah kata pun, Jhonatan meninggalkan ibu dan rumah besar tersebut. Elis, sang ibu hendak menghentikan Jhonatan, namun di cegah oleh Hendrik. "Biarkan saja dia, Sayang. Anak yang sedang jatuh cinta memang sering kali kehilangan kesabaran dan akal sehatny

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   bab 21

    Jhonatan sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Halaman yang luas dengan hiasan air mancur di bagian tengah halaman dengan lampu yang menyala terang menghiasi halaman yang ditata apik. Tidak lagi mengetuk. Jhonatan langsung mendobrak pintu rumah yang tinggi menjulang berbahan kayu jati dengan detail ukiran yang bagus. Langkahnya terdengar berat karena hentakan kaki yang penuh amarah melangkah masuk ke dalam rumah. Raut penuh amarah nampak jelas di wajah Jhonatan. Tangannya meraih sebuah guci kecil yang terletak di atas meja hias tempat dimana banyak hiasan dari keramik dengan berbagai bentuk tertata rapi. "Hendrik! Keluar kau bangsat!" Teriak Jhonatan. Tangannya melempar guci yang ia pegang ke sembarang arah. "Gua tau kalau Lo ada di rumah! Keluar bangsat!" Suara Jhonatan yang menggema di dalam rumah berlantai dua tersebut. Mendengar keributan, seorang wanita keluar dari dalam kamar yang terletak tak jauh dari tangga yang dibangun cukup megah. "Natan?!" pekik wanita berusia

  • KEPINCUT PREMAN TENGIL   Bab 20.

    "Nunu!" ucap Jhonatan sambil memasang wajah datar."Nggak-"Jhonatan langsung membungkam mulut Nami, "tak ada lagi penolakan! aku akan buktikan apa yang aku katakan padamu adalah kebenaran. tegas Jhonatan.Nami terdiam. Ia tahu tidak seharusnya meragukan apa yang dikatakan oleh Jhonatan, tapi Nami masih tidak dapat percaya jika Nunu yang melakukan semuanya. Beberapa waktu, tidak ada lagi percakapan antara Nami dan Jhonatan. Hingga dering ponsel milik Nami terdengar. Jhonatan hanya melirik gerak gerik Nami, sementara Nami mengambil ponsel dan menerima telepon yang masuk. "Hallo..." ucap Nami setelah mengangkat panggilan. [...]"Kapan?" [...]Nami terlihat melirik kearah Jhonatan yang sedang menyeruput kopinya, "iya. Dia di sini, kenapa?" Ucapan Nami membuat Jhonatan seketika menoleh ke arahnya. Dahi Jhonatan. Mengkerut menatap Nami. [...]"Oh... Begitu?" ucap Nami lemah. [...]"Baiklah... Sampai jumpa?!" ujar Nami lalu meletakkan ponselnya di atas meja. "Siapa?" tanya Jhonatan

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status