Share

Bab 7.

Mata Nami terpejam. Entah menghindari tatapan mata Jhonatan yang begitu dekat dengan wajahnya, atau menanti sebuah peristiwa yang ia bayangkan tanpa peringatan lebih dulu.

Melihat Nami menutup matanya, Jhonatan tersenyum tengil. Ia sudah menyangka gadis dihadapannya akan menutup matanya, berpikir jika Jhonatan akan mendaratkan ciuman manis di wajah Nami.

Jari Jhonatan bergerak. membentuk pola bulat antara jari jempol dan jari telunjuknya. Dengan satu hentakan, sebuah sentilan yang cukup keras mendarat di dahi Nami yang tertutupi poni.

Suara benturan kulit tangan dan kulit wajah terdengar cukup nyaring di ruangan yang kecil itu, rasa sakit mulai menjalar di area yang terkena sentilan jemari Jhonatan. Mata Nami terbuka lebar. Tatapannya nyalang penuh amarah karena apa yang dilakukan oleh

Jhonatan baru saja.

Nami mengelus dahinya, tatapan matanya tak lepas dari gerakan yang Jhonatan lakukan, "Sa-"

"Udah tau!" ucap Jhonatan sambil menoyor kepala Nami, membuat Nami menghentikan ucapannya dan lebih fokus mengelus dahinya yang kembali menjadi bulan-bulanan Jhonatan.

Jhonatan kembali duduk. Melanjutkan membaca dari kertas yang diberikan Nami kepadanya. Kepalanya manggut-manggut tanda tak ada satu pun poin yang membuat Jhonatan keberatan.

Setelah memeriksa semuanya, Jhonatan membubuhkan tanda tangannya di bagian yang bertuliskan namanya lalu memberikan kerta tersebut kepada Nami. "Ingat! isi kertas ini bukan cuma buatku ! tapi juga berlaku buat kamu!"

"Iya! aku tau kok!" jawab Nami lirih.

Jhonatan lalu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu rumah kos Nami yang terbuka lebar. Sebelum melangkahkan kakinya keluar, Jhonatan kembali berbalik menatap ke arah Nami. "Nanti aku datang ke tempatmu kerja. Siapa tau juga cowok jelek tadi pagi masih belum menyerah buat dapetin kamu! nanti biar aku yang tangani." ucap Jhonatan.

Nami hanya menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Jhonatan. Ia juga berpikir takut dan khawatir jika pria itu lebih nekat dari sebelumnya.

Sejenak, Nami menatap nanar punggung JHonatan yang terlihat sangat lebar, Wajahnya perlahan berubah memerah dan memanas.

"Aduuhh.... Aku kenapa siiihhh?" desis Nami sambil menutup wajah dengan kedua tangannya setelah Jhonatan benar-benar menghilang tak nampak di ujung mata Nami.

*

Suara riuh rendah tampak terdengar dari dalam sebuah klub. Para pengunjung dengan berbagai style pakaian yang mereka kenakan terlihat bukanlah pakaian murah yang dijual di pasar maupun toko kecil.

Malam ini adalah jadwal Nami tampil, tak heran banyak pengunjung dari kalangan atas ingin menyaksikan performance Nami. Di ruang ganti Nami. Nami tampak sudah siap dengan make up serta busana khas negeri sakura.

Pakaian yang Nami kenakan saat ini berwarna merah terang. Dengan pola bagian bahu yang terbuka. Sedangkan bagian bawah baju, saat Nami berjalan atau melakukan gerakan yang melibatkan gerakan kaki, akan memperlihatkan kaki Nami yang jenjang dan mulus.

Beberapa kali Nami menghela nafas. Tenggorokannya terasa kering sekali, minuman yang terhidang di atas meja rias seolah menggoda untuk ia minum. Tapi kali ini, Nami tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Nami takut, ia akan kembali masuk ke dalam rumah sakit karena minuman yang ia minum mengandung racun. Dan entah siapa yang melakukannya, sampai kini, Nami belum dapat mengetahui siapa dalang dibalik peristiwa tempo hari.

Alih-alih kepalanya pusing memikirkan peristiwa itu, Nami lebih tertarik memandang ponsel yang tergeletak tak jauh dari gelas berisi teh hangat. "Kenapa orang itu belum juga menghubungiku?" desis Nami.

Tapi detik berikutnya, Nami baru ingat ia memang belum bertukar nomor ponsel dengan Jhonatan. Selama bersama Jhonatan, mereka lebih sering berselisih paham, dari pada saling membangun kepercayaan untuk melancarkan status mereka.

Walau hanya pacar kontrak, setidaknya, mereka membangun kemistri seperti yang dilakukan para artis saat sedang membintangi sebuah sinetron. Nami kembali menghela nafas, khawatir jika apa yang mereka lakukan cepat terbongkar oleh seseorang.

Nami menggelengkan kepalanya, meyakinkan diri bahwa semua akan berjalan lancar, dan ia dapat secepatnya mengetahui siapa yang sudah berniat jahat kepadanya selama ini.

Tok! Tok! Tok!...

"Nami?! ada kiriman karangan bunga dari penggemarmu!" teriak seorang wanita yang berdiri di depan pintu ruang ganti Nami sambil membawa karangan bunga lily putih yang cukup besar.

Wanita itu sempat mencium bau harum buket bunga lily tersebut beberapa kali karena harumnya yang menyenangkan.

"Dari siapa, Kak?" teriak Nami dari dalam ruangannya tanpa beranjak dari tempatnya.

Nami sama sekali tidak berniat dengan karangan bunga atau semacamnya setelah kejadian tempo hari.

Wanita yang membawa karangan bunga tersebut lalu memeriksa kertas yang terselip di antara rangkaian bunga berwarna putih itu. Tapi ia tidak menemukan sebuah nama di sana, hanya tulisan ucapan penyemangat diri agar Nami tidak murung dan melakukan yang terbaik untuk performanya nanti.

"Tidak ada nama di sini! bukalah pintunya dan ambil bunga untukmu! setelah ini aku yang akan tampil!" teriak wanita itu sedikit ketus karena Nami tak juga kunjung keluar dari ruangannya.

Tak ada jawaban dari Nami, tapi tak berselang lama pintu ruangan terbuka, tampak wajah Nami dengan pakaiannya yang tampak seksi dan pas sekali di tubuh Nami. Wanita itu terpana sejenak melihat penampilan Nami yang amat memukau.

"Wooaa... Kau cantik sekali! pantas saja banyak orang ternama datang hanya untuk ingin melihat penampilanmu! huh! aku iri!" ucap wanita itu sambil menepuk bahu Nami. "Ini, ambillah! sayang karangan secantik ini harus dibuang!" imbuh wanita itu sambil menyodorkan buket bunga tersebut kepada Nami.

Nami menerimanya sambil menyunggingkan senyum tipis, "terima kasih, Kak!"

"Okey. Aku sudah di tunggu. Bersiaplah, setelah aku tampil, Kau yang akan tampil!" wanita itu mengingatkan.

"Iya, Kak." jawab Nami singkat.

Wanita itu lalu pergi meninggalkan Nami seorang diri, sedangkan Nami kembali masuk ke dalam ruangannya untuk bersiap-siap.

*

Tiba saat Nami pentas. Gerakan tubuhnya begitu luwes dan lentur. Gerakan demi gerakan Nami membuat para penonton terpukau, baik karena gerakan Nami yang terlihat begitu indah maupun terpesona oleh kecantikannya.

Pandangan Nami tidak tertuju pada banyaknya penonton yang tengah memandangnya penuh takjub, tetapi Nami mencari sesosok orang yang telah berjanji akan datang melihat penampilannya malam ini.

Dari deretan penonton ada seorang pria yang melambaikan tangannya ke arah Nami yang tanpa sengaja menatap pria tersebut. Nami hanya membalas lambaian tangan itu dengan senyum tipis.

Pria itu lalu memukul lengan orang yang duduk di sampingnya, "Lihat itu! dia tersenyum padaku!" ucap pria itu bangga.

Pria disampingnya hanya mengangguk jengah tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Sampai pertunjukan selesai, Nami sama sekali tidak melihat sosok yang ia cari. Wajahnya berubah murung bercampur rasa kesal di hati. Beberapa orang yang melihat Nami murung selama ia berjalan menuju ruang gantinya hanya dapat berbisik-bisik lirih. Tidak ada yang berani menegurnya.

Sampai di ruangannya, Nami membuka pintu ruangannya. Matanya melebar saat melihat seseorang tengah duduk di bangku tempat ia biasa merias diri. Wajahnya tertutup buket bunga mawar besar berwarna merah terang.

Jantung Nami berdegup kencang. Pikiran buruk terlintas cepat di otaknya, membuat tubuhnya yang sudah lelah menjadi lemas. Beruntung tangannya berpegangan pada gagang pintu, hingga ia tidak terjatuh.

Perlahan sosok tersebut menggerakkan buket bunga yang menutupi wajahnya hingga terlihat wajah siapa yang tengah duduk di bangku rias. Bola mata Nami semakin membulat saat melihat wajah pemegang buket bunga tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status