Share

KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN
KETIKA ISTRI LELAH BERTAHAN
Penulis: Rizka Fhaqot

Part 1. Luka yang Sama

"Apa ini yang disebut meeting penting?" Naomi, perempuan cantik berusia 25 tahun itu bergumam lirih. 

Masih melekat di ingatannya, kala ia memilih pergi dua bulan lalu. Penyebabnya sama, laki-laki itu ketahuan selingkuh.

"Abang mohon jangan pergi, Sayang. Abang khilaf. Maafkan kesalahan Abang untuk kali ini. Abang janji tak akan mengulangi kesalahan serupa." Rayhan merucap dengan suara serak. 

"Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Tapi, jika begini kenyataannya, aku rela menyandang status yang perempuan manapun tak pernah menginginkannya." Naomi berucap tegas dengan suara bergetar.

"Kita bisa memperbaiki semuanya, Na. Kita bisa memulainya dari awal." Raihan berucap lirih. 

"Perselingkuhan adalah kesalahan fatal bagiku!" balas Naomi tegas. Suara perempuan itu terdengar bergetar. 

"Abang khilaf, Na. Abang berjanji ini akan menjadi yang pertama dan yang terakhir." Raihan berusaha meyakinkan. 

"Aku yakin sebelumnya Abang sudah tahu jika ini adalah sebuah kesalahan." Naomi berucap tanpa menoleh pada lawan bicaranya. 

Raihan berlutut. Ia masih mencintai istrinya. Namun, ia pun tak ingin menyia-nyiakan Sena, mahasiswi semester akhir yang selalu mampu membuat dirinya terpuaskan. 

"Apa kau tak memikirkan kesehatan Mama? Mama sangat menyayangimu, Na. Abang tak ingin gara-gara kejadian ini Mama kenapa-napa. Abang mohon, demi Mama kau jangan pergi. Abang akan melakukan apa pun asalkan kau tetap tinggal. Abang khilaf, Na. Tolong maafkan!" Rayhan menghiba. 

Sesaat Naomi memejamkan mata. Bayangan Mama Maya, Mama Rayhan mengawang di kepala. Wajah teduh perempuan itu mampu meredam emosi yang tengah memuncak. 

Ya, Mama Maya menderita penyakit jantung. Tapi, bukan itu yang membuat Naomi berusaha keras berdamai dengan hatinya, melainkan kebaikan Mama Maya pada keluarganya-lah yang masih menjadi pertimbangan Naomi saat ini. Mama Maya bahkan membiayai Naomi untuk kuliah, hingga ia bisa menyandang gelar sarjana. 

Lamunan Naomi buyar kala mobil Rayhan mulai bergerak meninggalkan tempat itu. 

Cepat Naomi menstarter mobilnya, mengikuti arah ke mana mobil sang suami melaju. Sepuluh menit berselang, mobil Rayhan berhenti di depan sebuah  rumah berpagar besi. 

Rayhan turun terlebih dulu, lalu membuka pintu bagian penumpang. Merangkul bahu gadis belia dengan tinggi sebahunya itu. 

Naomi memelankan kendaraannya ketika jarak antara mobilnya dengan mobil Rayhan tinggal belasan meter. Rasa muak memenuhi rongga dadanya setelah melihat kejadian menyakitkan di depan matanya. 

Mematikan ponsel yang sejak dua menit lalu ia gunakan untuk merekam kejadian menyakitkan di hadapannya. Dan mungkin suatu saat ia perlukan. 

Kaki jenjangnya kemudian turun dari mobil yang memang sudah terparkir beberapa menit lalu. 

"Ini yang kau sebut Meeting penting?" Naomi bertanya dengan santai, meski di relung sana hatinya terasa hancur berkeping. 

"Na—Nana, aku akan jelas …." Kalimat Rayhan terputus karena tangan Naomi cepat terangkat di depan wajahnya. 

"Tolong jangan mengatakan sesuatu yang semakin membuatku muak!" ucapnya dengan berusaha setenang mungkin. 

Bibir tipis berdagu lancip milik Naomi tersenyum lembut, seolah tak ada amarah ataupun gurat kecewa di sana, meski pada kenyataannya hatinya seperti tak lagi berbentuk. 

Susah payah ia berdamai dengan segumpal daging di dalam sana, berharap kali ini ia tak lagi menampakkan wajah cengengnya sebagai perempuan. 

"Tak perlu khawatir, aku hanya ingin memastikan jika suamiku yang tampan ini menjalin hubungan dengan wanita baik-baik. Ups, salah, mana ada perempuan baik-baik jadi maling." Naomi terkekeh sambil menatap tajam Rayhan dan Sena bergantian. 

Jika menuruti emosi yang tengah membuncah, ingin rasanya ia mencakar wajah laki-laki tampan berhati busuk di hadapannya itu. Atau mungkin meraih sepatu dengan heels 5 cm yang kini melekat di kakinya, menghajarnya pada perempuan jal*ng yang sejak tadi bersama suaminya. Namun itu tidak ia lakukan. 

"Jaga ucapanmu! Harusnya kau sadar apa kekuranganmu, sampai-sampai suamimu memilihku." Dengan sombongnya Sena berucap. 

Mendengar kalimat Sena, tawa Naomi semakin kencang. Sedang Rayhan merasa semakin gusar. Laki-laki itu sama sekali tak pernah melihat sang istri bersikap setegas ini, meski watak keras kepala Naomi sudah sejak lama ia ketahui. 

Rayhan berusaha mendekati Naomi, menyentuh pinggang sang istri, namun dengan cepat Naomi menepisnya. 

"Jangan menyentuhku! Atau aku akan semakin membencimu!" 

Raihan tersentak. 

"Dan kau, kau bilang aku yang harus sadar? Apa kau lupa, jika laki-laki buaya tak akan pernah merasa puas dengan satu perempuan saja? Apalagi dengan perempuan bermodal nafsu sepertimu?" Naomi menatap sinis pada Sena. 

"Perempuan gil*!" hardik Sena.

Naomi tersenyum sini. 

"Apa cermin di rumahmu masih tak cukup untuk kau berkaca? Ah, sudahlah, aku tak ingin menghabiskan waktuku yang berharga, hanya untuk meladeni manusia tak punya nurani seperti kalian berdua."

Naomi melangkah pergi dengan bibir menyungging senyum sinis, meninggalkan Rayhan yang menatapnya dengan wajah pias, serta Sena yang menampakkan wajah merah padam. Beberapa langkah setelahnya ia kembali menghentikan langkah, lalu menoleh. 

"Oh, ya, aku tunggu Abang di rumah dua puluh menit lagi. Jika tak datang, Abang akan tau resikonya." Naomi mengerlingkan sebelah mata ke arah Rayhan, membuat jantung laki-laki itu kini menciut. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Vian Nur
Mantap sekali......
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
mantaf sekali
goodnovel comment avatar
Navisa
ceritanya bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status