Naomi, perempuan cantik dengan karir cemerlang di usia muda itu harus kecewa, mana kala sang suami kembali ketahuan mendua. Naomi memilih menunggu waktu yang tepat untuk pergi, mengingat mama mertua yang begitu ia sayangi menderita sakit jantung. Hingga akhirnya Naomi memilih pergi setelah mama mertuanya memberinya kebebasan untuk memilih. Dalam kesendirian, ia dihadapkan dengan kenyataan jika Faiq—dokter tampan yang merupakan abang sepupu sekaligus laki-laki yang selalu ada sebagai pengobat luka di hatinya ternyata sudah bertahun-tahun memendam rasa padanya. Naomi pun jatuh cinta pada Faiq seiring perlakuan lembut dan penuh perhatian laki-laki itu. Sayangnya, cinta keduanya terhalang restu dengan alasan silsilah keturunan yang terlalu dekat. Mampukah cinta keduanya bersatu? Baca selengkapnya dalam novel 'Ketika Istri Lelah Bertahan'.
View More"Apa ini yang disebut meeting penting?" Naomi, perempuan cantik berusia 25 tahun itu bergumam lirih.
Masih melekat di ingatannya, kala ia memilih pergi dua bulan lalu. Penyebabnya sama, laki-laki itu ketahuan selingkuh."Abang mohon jangan pergi, Sayang. Abang khilaf. Maafkan kesalahan Abang untuk kali ini. Abang janji tak akan mengulangi kesalahan serupa." Rayhan merucap dengan suara serak. "Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Tapi, jika begini kenyataannya, aku rela menyandang status yang perempuan manapun tak pernah menginginkannya." Naomi berucap tegas dengan suara bergetar."Kita bisa memperbaiki semuanya, Na. Kita bisa memulainya dari awal." Raihan berucap lirih. "Perselingkuhan adalah kesalahan fatal bagiku!" balas Naomi tegas. Suara perempuan itu terdengar bergetar. "Abang khilaf, Na. Abang berjanji ini akan menjadi yang pertama dan yang terakhir." Raihan berusaha meyakinkan. "Aku yakin sebelumnya Abang sudah tahu jika ini adalah sebuah kesalahan." Naomi berucap tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Raihan berlutut. Ia masih mencintai istrinya. Namun, ia pun tak ingin menyia-nyiakan Sena, mahasiswi semester akhir yang selalu mampu membuat dirinya terpuaskan. "Apa kau tak memikirkan kesehatan Mama? Mama sangat menyayangimu, Na. Abang tak ingin gara-gara kejadian ini Mama kenapa-napa. Abang mohon, demi Mama kau jangan pergi. Abang akan melakukan apa pun asalkan kau tetap tinggal. Abang khilaf, Na. Tolong maafkan!" Rayhan menghiba. Sesaat Naomi memejamkan mata. Bayangan Mama Maya, Mama Rayhan mengawang di kepala. Wajah teduh perempuan itu mampu meredam emosi yang tengah memuncak. Ya, Mama Maya menderita penyakit jantung. Tapi, bukan itu yang membuat Naomi berusaha keras berdamai dengan hatinya, melainkan kebaikan Mama Maya pada keluarganya-lah yang masih menjadi pertimbangan Naomi saat ini. Mama Maya bahkan membiayai Naomi untuk kuliah, hingga ia bisa menyandang gelar sarjana. Lamunan Naomi buyar kala mobil Rayhan mulai bergerak meninggalkan tempat itu. Cepat Naomi menstarter mobilnya, mengikuti arah ke mana mobil sang suami melaju. Sepuluh menit berselang, mobil Rayhan berhenti di depan sebuah rumah berpagar besi. Rayhan turun terlebih dulu, lalu membuka pintu bagian penumpang. Merangkul bahu gadis belia dengan tinggi sebahunya itu. Naomi memelankan kendaraannya ketika jarak antara mobilnya dengan mobil Rayhan tinggal belasan meter. Rasa muak memenuhi rongga dadanya setelah melihat kejadian menyakitkan di depan matanya. Mematikan ponsel yang sejak dua menit lalu ia gunakan untuk merekam kejadian menyakitkan di hadapannya. Dan mungkin suatu saat ia perlukan. Kaki jenjangnya kemudian turun dari mobil yang memang sudah terparkir beberapa menit lalu. "Ini yang kau sebut Meeting penting?" Naomi bertanya dengan santai, meski di relung sana hatinya terasa hancur berkeping. "Na—Nana, aku akan jelas …." Kalimat Rayhan terputus karena tangan Naomi cepat terangkat di depan wajahnya. "Tolong jangan mengatakan sesuatu yang semakin membuatku muak!" ucapnya dengan berusaha setenang mungkin. Bibir tipis berdagu lancip milik Naomi tersenyum lembut, seolah tak ada amarah ataupun gurat kecewa di sana, meski pada kenyataannya hatinya seperti tak lagi berbentuk. Susah payah ia berdamai dengan segumpal daging di dalam sana, berharap kali ini ia tak lagi menampakkan wajah cengengnya sebagai perempuan. "Tak perlu khawatir, aku hanya ingin memastikan jika suamiku yang tampan ini menjalin hubungan dengan wanita baik-baik. Ups, salah, mana ada perempuan baik-baik jadi maling." Naomi terkekeh sambil menatap tajam Rayhan dan Sena bergantian. Jika menuruti emosi yang tengah membuncah, ingin rasanya ia mencakar wajah laki-laki tampan berhati busuk di hadapannya itu. Atau mungkin meraih sepatu dengan heels 5 cm yang kini melekat di kakinya, menghajarnya pada perempuan jal*ng yang sejak tadi bersama suaminya. Namun itu tidak ia lakukan. "Jaga ucapanmu! Harusnya kau sadar apa kekuranganmu, sampai-sampai suamimu memilihku." Dengan sombongnya Sena berucap. Mendengar kalimat Sena, tawa Naomi semakin kencang. Sedang Rayhan merasa semakin gusar. Laki-laki itu sama sekali tak pernah melihat sang istri bersikap setegas ini, meski watak keras kepala Naomi sudah sejak lama ia ketahui. Rayhan berusaha mendekati Naomi, menyentuh pinggang sang istri, namun dengan cepat Naomi menepisnya. "Jangan menyentuhku! Atau aku akan semakin membencimu!" Raihan tersentak. "Dan kau, kau bilang aku yang harus sadar? Apa kau lupa, jika laki-laki buaya tak akan pernah merasa puas dengan satu perempuan saja? Apalagi dengan perempuan bermodal nafsu sepertimu?" Naomi menatap sinis pada Sena. "Perempuan gil*!" hardik Sena.Naomi tersenyum sini. "Apa cermin di rumahmu masih tak cukup untuk kau berkaca? Ah, sudahlah, aku tak ingin menghabiskan waktuku yang berharga, hanya untuk meladeni manusia tak punya nurani seperti kalian berdua."Naomi melangkah pergi dengan bibir menyungging senyum sinis, meninggalkan Rayhan yang menatapnya dengan wajah pias, serta Sena yang menampakkan wajah merah padam. Beberapa langkah setelahnya ia kembali menghentikan langkah, lalu menoleh. "Oh, ya, aku tunggu Abang di rumah dua puluh menit lagi. Jika tak datang, Abang akan tau resikonya." Naomi mengerlingkan sebelah mata ke arah Rayhan, membuat jantung laki-laki itu kini menciut.Detik demi detik merangkak, hingga hari kian berlalu berjalan menuju minggu, perlahan tapi pasti minggu berlaku menuju bulan. Dua bulan setelah acara lamaran kala itu, hari pernikahan Raihan dan Raya di gelar di rumah Raya. Persis seperti permintaan Marina. Ya, sejak dulu Marina memang ingin kedua anak perempuannya menikah di sini, di rumah sederhana mereka. Awalnya keluarga Raihan merasa keberatan. Namun, setelah rembukan akhirnya mereka saling menerima, terlebih setelah Raihan angkat bicara untuk solusinya. Pada akhirnya acara resepsi akan digelar dua kali, pertama di kediaman mempelai perempuan, kedua di kediaman orang tua Raihan. Sebelumnya Mama Maya berkeinginan untuk melangsungkan acara di hotel, persis saat pernikahan Naomi dan Raihan dulu, dengan alasan tak ingin membeda-bedakan kedua menantunya itu. Namun, sang suami lebih memilih di rumah, mengingat Raihan pernah gagal menikah berulang kali. Hari ini, tepat di lapangan yang berada tepat berseberangan dengan rumah orang tu
"Ini beneran Ramon?" tanyanya meyakinkan. Sejujurnya ia sudah paham jawabannya, mengingat ia lebih kenal lama pada laki-laki itu ketimbang Raihan. "Rani tak mungkin salah lihat," balas Raihan dengan wajah serius. "Apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai melakukan hal bodoh seperti ini? Padahal Vina sudah memberikan semuanya, tapi masih saja berulah," desah Raya dengan wajah sesal. Raihan hanya bergeming, membiarkan pertanyaan Raya mengawang di udara. Kalimat Raya barusan membuatnya merasa tertampar. Ya, apa yang Ramon lakukan sekarang bak kaca besar yang memamerkan masa lalunya dulu bagi Raihan. Kegilaan yang Ramon lakukan tak berbeda jauh dari kebodohan yang ia lakukan dulu, yang akhirnya membuatnya kehilangan Naomi dan kehilangan kepercayaan kedua orang tuanya. Bedanya, Raihan tak sampai nekat membahayakan nyawanya demi perempuan yang ia cintai. Banyak luka yang terasa nyeri hingga saat ini. Luka ketika Naomi lebih memilih pergi bersama Faiq, ketimbang kembali padanya meski i
Raihan tersentak ketika mendengar sebuah benda keras menghantam kuat di belakangnya. Serta suara teriakan beberapa orang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu seketika menoleh, ternyata sebuah mobil sedan menghantam tiang PLN yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Beberapa karyawan kantor yang sama dengan Raihan ikut menghentikan aktivitas mereka, yang semula sibuk dengan kendaraan masing-masing. Asap mengepul dari bagian kap mobil. Tampak wajah-wajah kaget bercampur panik dari orang-orang yang berada di dekat tempat kejadian. Dalam waktu hitungan detik tempat kejadian dikerumuni orang-orang yang berada di dekat tempat itu. Sebagian lagi adalah para pengendara yang lewat yang kini menghentikan kendaraan mereka di bahu jalan. Raihan seketika teringat sesuatu. Raya. Laki-laki itu bergegas turun dari mobilnya. Dengan wajah panik ia berlari ke tempat yang tadi dilewati gadis itu. Tampak Raya terduduk memeluk lutut di pinggir jalan. Kurang dari lima puluh senti di depannya ter
Raya meletakkan map yang tadi berada dalam dekapannya di atas meja, sesuai perintah Naomi. Tanpa menunggu lebih lama Naomi segera meraih map itu, mengecek kalimat demi kalimat yang ada di dalamnya dengan teliti, sedangkan Raya mengamati perempuan yang begitu ia kagumi itu dari tempatnya berdiri. Raya tampak meneliti wajah cantik dengan tubuh sedikit mengembang itu. Jauh di relung sana ada rasa kagum pada sosok mantan istri Raihan itu. "Bukankah kita ada janji temu dengan klien jam dua siang nanti?" Kalimat tanya dari Naomi membuat Raya sedikit kaget ketika mengangkat wajah dan tatapan keduanya bertemu. "Iya, Bu," jawabnya sambil mengangguk pelan. *Dua perempuan dengan usia terpaut tak begitu jauh itu duduk bersisian di kursi penumpang. Raya sesekali tampak melirik ke arah Naomi. Entah apa yang membuat sikap gadis itu sedikit terlihat canggung kali ini. Beberapa menit setelah mobil melaju suasana hanya hening. Hingga akhirnya Naomi memilih bersuara. "Mama sudah menceritakan se
Raya mengerutkan dahu, ia tak paham dengan maksud kalimat yang baru saja ia dengar. Pun tak paham kenapa wajah perempuan di hadapannya itu berubah dalam hitungan detik saja. Raya meremas kedua jemarinya. Menikmati degup jantung yang masih berkejaran. Ingin bertanya tapi sedikit ragu. Raihan tampak menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf jika kamu tersinggung dengan ucapan Tante barusan. Sebenarnya Raihan sudah bercerita banyak tentang kamu, tentang ibumu yang awalnya tak memberi restu. Tante memakluminya, mungkin jika Tante yang berada di posisi ibumu Tante juga akan melakukan hal serupa," kekeh Mama Maya, membuat Raya seketika menarik napas lega. Wajahnya yang semula tampak gugup bercampur malu, kini sedikit lebih lega. "Tante hanya berharap semoga setelah ini Raihan benar-benar sadar jika apa yang dia lakukan dulu adalah hal keliru. Percayalah, Tante tidak akan pernah membela jika memang Raihan bersalah."Raya perlahan mengangkat wajah. Menatap canggung wajah renta itu d
Raya melangkah mensejajari langkah Raihan. Sepasang kekasih itu kini melangkah melewati gerbang, serta hamparan rerumputan hijau di halaman rumah berlantai dua milik orang tua Raihan. Dua tiang penyangga terlihat tampak kokoh dari arah depan. Berdiri gagah hingga mencapai lantai atas. Raya merasakan dirinya begitu kecil di sini. Berulang kali ia melirik rumah bercat putih perpaduan dengan abu tua itu, yang tampak bak bumi dan langit dengan rumah peninggalan sang ayah yang mereka tempati sekarang. Tiga buah mobil berjajar rapi di garasi rumah mewah itu. Mobilnya pun tak kalah mewah. Meski tak memilikinya setidaknya Raya cukup tau berapa kisaran harga kendaraan milik keluarga Raihan. "Bapak yakin mengajakku ke sini?" tanya Raya dengan langkah kaki memelan. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan sejak beberapa hari lalu. Raihan menghentikan langkahnya. Lalu menatap ke arah Raya dengan senyum tipis. "Masuklah! Kau tidak akan tahu bagaimana Mama jika tetap di sini," bala
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments