Share

Bab 5. Pelakor kepanasan

KETIKA SUAMIKU MENIKAH LAGI

Part 5

Aku nggak suka sikap mu terhadap Jena, El," tegur Mas Angga saat aku tengah bersiap untuk berangkat kerja.

"Sikap yang mana ya, Mas?"

Aku tahu, pasti perempuan itu sudah mengadu pada Mas Angga.

"Sikap kamu waktu di dapur tadi. Jangan bandingkan orang tua mu dengan orang tua Jena, mereka orang berbeda,"

"Mereka memang orang berbeda, Mas! Level mereka juga berbeda, pangkat, bahkan derajat mereka dihadapan manusia juga berbeda. Mungkn Bapak ibuku tak sekaya orang tua Jena, tetapi..Ah kamu pasti tau sendiri, perbedaan yang mencolok antar orang tua ku dengan orang tua Jena," jawabku.

"Kamu sadar juga perbedaan yang sangat terlihat dari mereka. Sangat jelas kalau orang tua Jena orang yang berpendidikan, or..."

"Berpendidikan tetapi tak mempunyai perasaan. Tak mempunyai adab, akhlak. Sudah lah, Mas! Bagiku, orang tua ku yang terbaik. Buktinya, selama kita menikah Bapak Ibuku tak pernah ikut campur dalam rumah tangga kita."

Ku langkahkan kaki menuju keluar. Pagi-pagi jangan sampai moodku rusak cuma gara-gara ini.

Sepertinya aku harus mengerjai perempuan itu sepulang kerja.

"Wuih, pagi-pagi sudah mau berangkat kerja, kasihan sekali nggak dapat nafkah dari suami. Eh, masih bisa dibilang punya suami ya? Kan nggak ada nafkah," ledek perempuan itu.

Mama mertua hanya tersenyum ikut mengejek.

"Lebih kasihan lagi, sudah pernah dikawinin, tapi belum juga dinikahi! Hayo, lebih memalukan siapa?"

"Sebentar lagi, aku pasti akan dinikahi Angga dan setelah itu, kamu aku pastikan akan terusir dari rumah ini," perempuan itu mulai terpancing emosi.

"Kapan coba? Kamu sudah beberapa hari tinggal disini, tetapi ijab Kabul saja belum terlaksana. Dasar murahan!"

"Apa! Kamu bilang apa?"

Dia mulai mendekat, dan hendak mendorongku.

"Dorong saja, di depan lagi banyak orang, mereka pasti akan melihat dan bisa menjadi saksi atas kekerasanmu terhadapku. Kamu tahu? Disini orangnya keras, kalau mereka tahu kamu adalah pelakor, sudah pasti orang tuamu hanya bisa mengenang nama mu, tanpa bisa melihat mukamu yang seperti dandang gosong!" Aku tertawa jahat.

"Hati-hati kalau bicara Ella," ucap Mama mertua.

"Mama mau mendekam dipenjara, atas kasusu percobaan pembunuhan. Selain masuk sel, Mama juga akan mendapatkan sangsi sosial dari warga sini,"

Mama terlihat gelagapan. Aku tak peduli. Sudah siang, aku harus secepatnya sampai di kantor.

"Permisi ibu-ibu," sapa ku saat melewati kerumunan ibu-ibu yang hendak belanja sayur.

"Iya, Mbak Ella. Mbak mau kerja?" Tanya salah satu dari ibu-ibu tersebut.

"Iya, bosen di rumah terus, Bu," aku beralasan, tak mungkin juga mengatakan yang sesungguhnya.

"Ya sudah, hati-hati ya."

Aku mengangguk seraya tersenyum.

Rumah penjual sayur terletak persis disamping rumah suamiku.

Adapun gosip tentang pernikahan Mas Angga, sudah tersebar, tetapi mereka belum tahu siapa perempuan yang merusak rumah tanggaku itu.

Selama Jena tinggal disini, Mama memperkenalkan pada warga kalau Jena adalah sepupunya dari Malang.

🌺🌺🌺

"Ibu bagaimana, Nad?" Tanyaku saat setelah sampai di Kantor.

Ibu mu sehat, cuma kepikiran kamu terus, takut terjadi apa-apa sama kamu,"

"Tenang saja, bilangin sama Ibu, aku baik-baik saja. Kapan-kapan aku pasti nengokin, tapi nggak sekarang, takut ketahuan Mas Angga dan keluarganya.

"Kamu hati-hati disana. Kamu belum sepenuhnya mengenal siapa calon lawan mu itu, sebisa mungkin aku akan mengorek info tentang keluarga mereka."

🌺🌺🌺🌺

"Ini, sapu lantai. Katanya kamu nyonya di rumah ini, seharusnya yang mengerjakan pekerjaan rumah adalah kamu, bukan aku," kata perempuan itu saat aku sudah sampai dari kantor.

"Justru karena aku adalah nyonya di rumah ini, aku berhak menyuruhmu mengerjakannya. Kamu itu numpang! Harusnya sadar diri dong!" Ku lempar sapu yang tadi sudah di lemparkannya kehadapanku.

"Aku itu tidak biasa mengerjakan pekerjaan seperti ini, harusnya kamu, wanita kampung!" Ujarnya.

"Waw, kalau aku wanita kampung, lalu sebutan bagi perebut laki orang itu apa?"

"Aku tidak merebut, tapi Mas Angga saja yang masih mencintaiku," ujarnya.

"Masih mencintai, tetapi sudah dihamili sebelum dihalalin. Wah, hebat ya?"

"Eh, tutup mulut mu ya? Aku gagal nikah juga karena kamu, coba saja waktu itu kamu tidak datang, sudah pasti sekarang akulah nyonya di rumah ini!" Sungut perempuan itu.

"Kok aku? Katanya walaupun tanpa seizin ku kalian akan tetap melangsungkan pernikahan! Eh, lupa aku. Wanita hamil nggak boleh diijabkan ya?" Aku tertawa kecil.

"Kamu wanita murahan, sudah tak dianggap istri tetap saja nggak mau pergi!" 

Aku menoleh, mendekatinya, ku tepuk pipinya pelan, ku pegang dahinya. Dia bergidik ngeri.

"Pantas saja ngelantur. Penyakit gilanya kumat, belum minum obat? Apa perlu ku bawa ke rumah sakit jiwa, biar tidak salah ucap,"

"Kamu itu yang gila, bukan aku!" Bentaknya.

"Ya jelas kamu yang gila, kamu yang wanita murahan kok teriak ke orang sebagai wanita murahan. Ngaca dulu, apa di kamar mu nggak ada kaca? Katanya kaya, tapi kaca saja tidak punya, haha." Ku tinggalkan dia begitu saja. 

Aku tahu, dia sangat marah. Biarkan saja, toh dia sendiri yang memulai.

🌺🌺🌺🌺

"Dandan kaya gitu mau kemana El?" Tanya Mas Angga.

"Keluar," jawabku asal.

"Iya tahu, tapi kok dandan kaya gitu?"

"Kenapa? Ada masalah? Aku mau bertemu dengan teman, lama juga nggak ketemu,"

"Cewek apa cowok?" Tanyanya.

"Kepo!"

"Aku ikut, takut kamu kecantol!" Jawabnya.

Aku berfikir keras, kalau ikut, bisa ketahuan kalau selama ini aku tidak bekerja pada orang lain. Aku mau ketemu dengan salah satu orang yang akan bekerjasama dengan perusahaan ku. Nadin juga ikut, tapi... Ah, biar perempuan itu tambah kebakaran, aku iya in saja. Kita memang janjiannya malam, orang itu baru nyampai sore tadi, maklum, habis dari luar kota.

"Baik! Kamu siap-siap. Dandan yang tampan, jangan sampai malu-maluin aku," jawabku.

🌺🌺🌺

"Mau kemana ngga?" Tanya Mama mertua yang tengah menonton TV. Ku lirik disampingnya ada perempuan itu.

"Mau dinner, ya kan, Mas?" Aku bergelayut manja dilengan suamiku.

Nampak mata dua perempuan dihadapanku ini membulat sempurna.

"Nggak salah dengar?" Tanya Mama.

"Kalau Mama salah dengar, perlu ke Dokter, periksa itu telinga, mungkin saja banyak kotorannya," ucapku.

"Eh, mulut dijaga ya! Sama orang tua nggak ada sopan-sopannya,"

"Mulut-mulut siapa?" Tanya ku.

"Ya mulut mu lah!"

"Itu Mama sudah tahu. Tak perlu dikasih tau, aku akan menjaga ini mulut ku dengan baik. Nggak seperti itu," sengaja nggak ku sebut namanya, dan juga tidak ku tunjuk orangnya.

"Kamu nyindir aku?" Tanya perempuan itu.

"GR. Gendeng ora rumongso," aku tertawa jahat.

"Ayok, Mas, sudah malam ini." Kataku sambil ku ajak Mas Angga melangkah pergi.

Satu kosong, batinku tertawa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
jangan sama Angga lelaki plinvplan
goodnovel comment avatar
sulastri tati
bagus ellaaa...skakmat buat mereka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status