Share

KITA CARI PELAKUNYA

    "Kita akan cari pelakunya dan membuatnya bertanggung jawab atas apa yang menimpamu," kata Nadine. Namun, Liliana dengan cepat menggelengkan kepalanya. Tidak! Nadine tidak boleh sampai tau hal ini, itulah yang ada dalam pikiran Liliana.

"Tidak, Bu. Jangan ke sana lagi, tidak usah bawa masalah ini ke pihak yang berwajib. Saat ini saja saya sudah trauma, saya tidak akan sanggup menghadapi jika harus menceritakan aib ini pada orang lain. Saya mohon, Bu. Jika Ibu ingin saya tetap hidup, tolong kita akhiri saja sampai di sini," pinta Liliana dengan mata berkaca-kaca dan tatapan mengiba.

     Nadine menghela napas panjang. Ia sangat mengerti, yang namanya pemerkosaan pasti akan meninggalkan trauma yang dalam pada korbannya. Melihat kondisi Liliana yang seperti ini saja dia sudah tidak tega. 

"Kita ke dokter, ya?" bujuk Nadine. Liliana kembali menggelengkan kepalanya, "Saya akan baik-baik saja, Bu," ucapnya lirih. 

"Kamu tidak boleh ditinggalkan sendiri, bagaimana jika ikut saya pulang?"

"Tidak!" seru Liliana dengan cepat membuat Nadine mengerutkan dahinya. 

      Sadar jika reaksinya terlalu refleks dan menimbulkan kecurigaan, Liliana pun memelankan suaranya.

"Tidak,Bu. Maaf, saya terlalu takut bertemu dengan orang lain. Apa lagi jika saya bertemu dengan Pak David. Saya tidak mau merepotkan keluarga Ibu."

      Nadine menghela napas lega, ia sempat kaget mendengar teriakan 'tidak' dari Liliana. "Saya akan meminta salah seorang asisten rumah tangga saya untuk datang ke sini dan menemani kamu," ujarnya.

"Tapi, Bu."

"Tidak ada tapi, saya tidak mau kamu nekad seperti tadi. Sekarang, kamu mandi supaya lebih segar. Lihat keadaanmu berantakan sekali seperti ini," kata Nadine sambil membantu Liliana ke kamar mandi. Setelah itu ia sendiri melangkah menuju dapur dan langsung menelepon ke rumahnya. Di rumah kediaman David dan Nadine ada tiga orang asisten rumah tangga. Nadine akan meminta satu untuk segera datang dan menemani Liliana. Ia merasa tidak tega jika Liliana sendirian.

     Sementara itu di dalam kamar mandi, Liliana membiarkan tubuhnya berendam dengan air hangat. Perlahan ia menggosok semua anggota tubuhnya, air matanya tidak berhenti menetes di pipinya. Saat ini ia benar-benar terluka, sakit sekali rasanya. Sebagai seorang wanita ia membayangkan jika suatu hari akan mempersembahkan kesucian kepada suaminya di malam pertama. Tapi, kini impian itu hancur sudah. Dirinya ini sudah ternoda, apa lagi jika ia sampai hamil. Apa yang akan ia katakan kepada ayah dan ibunya?

     Liliana hanya gadis biasa saja, kedua orangtuanya adalah guru di sebuah SMP. Ia lahir di kota Bandung. Bekerja di Jakarta adalah impiannya sejak kecil. Ia ingin tinggal dan bekerja di kota besar sebagai sekretaris. Jadi, saat ia diterima bekerja di perusahaan besar seperti milik David ia sangat senang. Ia juga bisa membantu biaya kuliah Lisna, adiknya. Juga membantu biaya pengobatan ayahnya yang sudah pensiun dan mulai sakit-sakitan.

      Itulah sebabnya ia berusaha untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Ia tidak mau mengecewakan kedua orangtuanya. Ayahnya selalu berpesan agar ia bisa menjaga diri dan kehormatan sebagai seorang wanita. Jangan sampai terjerumus dalam pergaulan bebas. Tapi, apa yang kini terjadi? Ia sudah kehilangan kehormatannya dengan cara yang begitu menyakitkan. 

      Merasa Liliana terlalu lama berada di kamar mandi membuat Nadine kembali merasa khawatir. Ia pun segera menyusul dan mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan bahwa Liliana baik-baik saja.

"Li, kenapa lama sekali? Kamu baik-baik saja, kan?!" seru Nadine sambil mengetuk pintu.

"Iya, Bu."

     Mendengar jawaban Liliana ia pun merasa lega. Tiba-tiba saja, terlintas sebuah rencana dalam benak Nadine. Ia bisa memanfaatkan keadaan Liliana sekarang. Ya, meskipun kesannya jahat, tetapi mungkin inilah jawaban dari masalah yang ia hadapi sekarang.

     Ketika melihat Liliana keluar dari kamar mandi, Nadine pun tersenyum hangat. "Pakai baju, kita bicara di ruang makan," ujarnya.

"Baik, Bu," jawab Liliana. 

     Gadis cantik itu segera mengenakan pakaian, lalu menyusul Nadine ke ruang makan. Ia melihat Nadine sedang sibuk membuat coklat hangat.

"Minumlah dulu, kamu akan merasa jauh lebih baik," kata Nadine sambil memberikan segelas coklat hangat kepada Liliana.

"Terima kasih banyak, Bu. Maaf saya sudah merepotkan Ibu. Tapi, maaf, bagaimana Ibu bisa berada di sini? Mak-maksud saya ... Ibu sengaja kemari untuk menemui saya?" 

     Liliana baru menyadari bahwa Nadine datang ke apartemennya adalah hal yang tidak biasa. David memang sering datang jika ada keperluan yang mendesak, tetapi Nadine?

"Saya ke kantor tadi dan saya tidak melihat kamu. Bahkan, ketika saya tanyakan kepada David dia juga mengatakan tidak tau. Katanya kamu tidak memberinya kabar," jawab Nadine sedikit berdusta. Liliana menarik napas lega, artinya Nadine tidak tau apa-apa. Kedatangannya murni faktor kebetulan.

"Terima kasih Ibu sudah datang tepat waktu," kata Liliana. Jika Nadine terlambat sedikit saja, mungkin saat ini dirinya hanya tinggal nama. 

"Liliana, saya ingin bicara serius denganmu. Apa kamu masih betah bekerja di perusahaan suami saya?" 

      Liliana tersentak kaget mendengar pertanyaan Nadine, apakah ia akan dipecat?

"Apa saya akan dipecat, Bu? Saya mohon jangan, Bu. Ayah saya sudah pensiun, adik saya masih butuh biaya untuk kuliah, Bu."

Nadine tersenyum tipis, melihat kepanikan di wajah Liliana ia sangat yakin jika gadis itu tidak akan menolak permintaannya.

"Kamu punya pacar?" tanyanya lagi. Liliana menggelengkan kepalanya, "Tidak, saya tidak punya pacar, Bu."

"Kalau begitu, kita akan berpura-pura jika kamu mempunyai pacar nantinya."

      Liliana makin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Nadine. Ia merasa penasaran namun tidak berani untuk bertanya.

"Saya dan David menikah bukan karena cinta sebenarnya. Kedua orangtua kami adalah sahabat lama sejak mereka masih sekolah. Ya, alasan yang sangat klasik. Karena memiliki anak yang berbeda gender mereka menjodohkan kami. Apa kamu tau kenapa sampai saat ini kami belum memiliki anak?"

      Liliana menggelengkan kepalanya perlahan. "Saya tidak tau, Bu."

"Menurut keterangan dokter saya mengalami masalah ovulasi yang memicu sel telur tidak bisa dilepaskan. Jika sel telur tidak ada, apa yang bisa dibuahi? Tetapi, dengan bantuan seseorang saya bisa membalikkan keadaan. David tidak tau jika saya mandul karena hasil pemeriksaan menyatakan bahwa dia yang mandul."

Liliana terbelalak seketika, untuk sesaat saat ia berada di kamar mandi tadi ia sempat berpikir positif jika dirinya tidak akan hamil karena David yang mandul. Tapi, mendengar perkataan Nadine membuat pikiran positifnya menguap begitu saja.

"Saya sudah tidak perawan saat saya menikah dengan David karena memang saya tidak mencintai dia. Masalahnya sekarang adalah dia meminta saya untuk hamil dengan lelaki lain. Saya yakin, dia juga tidak mencintai saya selama ini. Kita ke intinya saja sekarang, jika kamu sampai hamil akibat kejadian yang menimpamu, apa kamu mau menikah dengan David?"

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pyeriel
Wkwkwkwkwk gila... harusnya judulny a "kupersembahkan suamiku padamu utk kau nikahi " ni thor... hihihi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status