Share

BAB 1 : Arya dan Arga

Aroma khas menguar dari dalam ruangan kala seorang pria membuka pintu dan menyeret langkah kakinya untuk memasuki ruangan tersebut. Tatapan matanya langsung tertuju pada sudut ruangan yang terdapat ranjang tempat seorang perempuan berbaring dengan begitu tenang. Langkah panjang pria tersebut membawanya semakin dekat dengan ranjang yang dihiasi alat-alat yang terpasang dan begitu tidak enak dipandang. Ah, tidak lupa dengan bunyi dari alat tersebut yang menambah suasana semakin suram. Namun tak sedikitpun mampu mengusik tidur nyenyak nya si pemilik ranjang.

"Kak, tidurmu selalu nyenyak seperti biasa." pria itu bergumam dengan tangan yang begitu cekatan memeriksa alat-alat tersebut. Mengecek monitor, infus, selang makanan hingga Kateter untuk memastikan bahwa semua alat tersebut berfungsi dengan baik.

"Bagaimana keadaannya hari ini?" tanya seorang pria lain yang baru saja ikut memasuki ruangan.

Arga, pria yang sebelumnya telah masuk lebih dulu dan memeriksa keadaan pasien tersebut hanya menghela nafas panjang tanpa mengalihkan fokusnya dari sang pasien kepada lawan bicaranya.

"Selalu nyenyak seperti biasa kak." jawabnya tenang.

Pria yang dipanggil kakak itu pun terdiam beberapa saat, kemudian melirik pria berseragam putih disampingnya.

"Terima kasih karena selalu menjaganya, Arga," ucapnya dengan tulus.

"Sudah menjadi tanggung jawabku, kak Arya," balas Arga tidak kalah tulus.

"Ini sudah tahun kedua, tidak bisakah kamu memberiku kabar yang lebih baik?" tanya Arya dengan tatapan sendu dan penuh keputusasaan.

Lagi-lagi Arga hanya menghela nafas, dan kali ini terdengar lebih berat.

"Kakak tahu sendiri, aku dan kami semua disini sudah berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Segala upaya sudah coba kami lakukan, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda kakak akan bangun." Arga memberi jeda sebentar pada kalimatnya. "Dia seperti tidak ingin bangun."

Arya yang mendengar penuturan Arga barusan merasa sedikit tidak suka, tatapan matanya berubah tajam. "Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak," sebuah peringatan dari Arya kepada Arga, adiknya. "Tugasmu membuatnya bangun, bukan memberikan opini yang tidak berdasar." Arya memberikan penekanan pada kalimatnya.

"Maafkan aku." sesal Arga.

Arga tidak benar-benar menyesal telah mengatakan kalimat tadi, dia hanya tidak ingin berdebat dengan kakaknya. Arga mengerti kakaknya selalu sensitif jika sudah menyangkut perempuan di hadapannya ini. Selain itu, Arga juga tahu jika Arya sedang lelah karena pekerjaan dan juga merasa putus asa karena keadaan orang yang menjadi topik pembicaraan mereka tidak mengalami perkembangan yang lebih baik.

"Berusahalah lebih baik, aku belum ingin menyerah."

Arga menatap kakaknya dengan iba. "Untuk saat ini kita harus bersyukur kak, karena keadaan kakak tidak pernah memburuk lagi. Alat-alat ini mungkin bisa membantunya untuk bertahan, tapi tetap saja memiliki resiko yang bisa menyebabkan peningkatan infeksi di dalam tubuh." jelas Arga.

Arga tahu, seberapa berartinya perempuan ini untuk kakaknya. Tapi sebagai dokter, Arga juga harus menyampaikan keadaan pasien yang sebenar-benarnya. Selain itu, Arga juga tidak ingin memberikan harapan palsu untuk kakaknya.

Arya hanya diam. Matanya tetap fokus pada pasien tersebut.

"Kalau begitu aku permisi, masih ada pasien lain yang harus aku periksa." ucap Arga yang sadar jika kakaknya membutuhkan waktu untuk sendiri.

Arga tersenyum dan berlalu keluar meninggalkan Arya yang masih menatap sendu perempuan tersebut.

Arya membawa dirinya untuk duduk di samping ranjang. "Na, mau sampai kapan kamu tidur. Hmm?" tanyanya saat Arga sudah tidak berada di sana lagi.

"Ini sudah terlalu lama."

Arya membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh perempuan yang dia panggil "Na" tersebut.

"Kau tahu Na, ini melelahkan," ucapnya lemah. "Aku lelah karena terlalu merindukanmu." suasana hening menjadi jawaban atas keluhan Arya.

"Kau tahu Na? Ibu memintaku untuk menyerah padamu. Dia bilang untuk apa aku terus berharap pada seseorang yang hidup dan matinya saja seperti berada diujung jarum. Dia tidak mempermasalahkan aku menghabiskan banyak uang untuk pengobatan mu, tapi dia marah dan memintaku untuk berhenti menyia-nyiakan masa mudaku. Ibu bilang kamu sadar atau tidak, tetap tidak ada masa depan untuk kita." Arya berbicara panjang lebar untuk menyampaikan keresahan hatinya.

"Ibu pasti salah kan Na? Kau dan aku akan bahagia bersama."

Arya tahu, semua perkataannya tidak akan pernah mendapat jawaban, namun ada kelegaan tersendiri saat dirinya bisa berbincang dengan seseorang yang sangat dikasihinya meski hanya berjalan satu arah.

"Aku akan selalu menunggu mu Na entah itu dulu, sekarang, ataupun di masa depan."

Jika saja aku tak melepas mu untuk bersamanya mungkin semuanya tidak tidak akan berakhir seperti ini. Batin Arya.

✿✿✿✿✿

Erina Claretta, dia adalah perempuan yang menjadi topik pembicaraan antara Arya dan adiknya Arga. Seorang perempuan malang yang hanya mampu terbaring di atas ranjang dengan begitu banyak alat medis yang terpasang di tubuhnya. Kecelakaan yang telah merenggut hak hidupnya dan memisahkannya dari orang-orang yang sangat dia cintai.

Sudah dua tahun sejak terakhir kali dirinya menatap sinar matahari dan menghirup udara segar di pagi hari. Kini, pagi-siang-malam nya Erina adalah sama. Semua gelap tanpa cahaya. Netra nya enggan terbuka, begitupun dengan tubuhnya yang tidak bisa bergerak sama sekali.

Erina mengalami koma, sejak dua tahun lalu.

*

*

*

With Love : Nhana

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status