Share

BAB 2 : Drama Pagi

"Dad, we're in trouble!" teriak seorang anak perempuan dari dalam kamarnya.

"Kenapa Vio?" balas sang daddy yang kini tengah sibuk menyusun berkas perlengkapan kantornya di atas meja makan sambil sesekali memasukkan sandwitch kedalam mulutnya.

"Vio lupa menyimpan dasi dad. Omg, kalau begini kita bisa telat." Elviola berlari menuruni tangga dengan tergesa dan menyusuri semua penjuru rumah untuk mencari dasi yang dia maksud.

"Hati-hati Vio, jangan berlari sambil menuruni tangga nanti kamu terluka." tegur sang daddy.

Phillip hanya menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan saat memperhatikan tingkah ajaib anaknya yang baru berumur 8 tahun itu, sejak bangun tidur selalu sukses membuat kehebohan, padahal mereka hanya tinggal berdua. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa Elviola, putrinya begitu hiperaktif padahal dirinya sendiri adalah tipe orang yang cukup dingin dan cuek.

Ah, sepertinya Phillip melupakan fakta bahwa ibu dari Elviola Hans adalah orang yang sangat ceria dan selalu heboh seperti anaknya.

"Sepertinya daddy harus mencari mommy baru untukmu. Pagi kita selalu kacau seperti biasa." ucap Phillip disertai kekehan pelan.

"Vio mendengar ucapan daddy loh." Elviola memicingkan matanya untuk  memperingatkan sang daddy bahwa perkataanya sangat tidak disetujui oleh sang anak.

Phillip hanya tertawa pelan, dia paham betul jika kata "mommy" adalah topik yang sangat sensitif untuk putrinya. Melihat sang putri yang kembali sibuk pada kegiatan sebelumnya membuat Phillip segera beranjak dari tempat duduknya untuk membantu Vio menemukan benda yang dia cari.

"Daddy sudah sering bilang, kan untuk menyimpan barang ditempatnya."

"Hehe. Vio selalu lupa." Elviola tersenyum memaksa dan menampakkan deretan gigi kelincinya yang baru saja tumbuh.

"Lain kali jangan lagi di lempar sembarangan." Phillip mengacungkan dasi yang putrinya cari. Dia menemukannya di belakang sofa, Phillip yakin putrinya pasti melemparkannya ke sofa namun karena terlalu kencang sehingga jatuh ke belakang.

"Daddy memang yang terbaik." Elviola menyambar dasinya dan mencium kilat pipi sang ayah.

Phillip tersenyum lembut dan mencubit pipi anaknya gemas. "Ayo sarapan dulu, atau kita akan benar-benar terlambat. "

"Roti lagi?" tanya Elviola sambil kembali memicingkan matanya.

Phillip mengusap tengkuknya. "Lain kali daddy akan membuat sesuatu yang lebih baik."

Vio mendesah pelan. "Jawaban yang sama setiap pagi." kemudian Elviola melenggang pergi lebih dulu menuju meja makan. "Dad, kata teman Vio kita itu kaya tapi setiap hari hanya mampu memakan roti," ucap Vio tiba-tiba sambil memasukan sandwitch tersebut kedalam mulut mungilnya.

Phillip tersenyum miris, ucapan putrinya terdengar seperti sindiran tajam untuknya. Untuk sesaat Phillip merasa bersalah karena tidak mampu merawat putrinya dengan baik. Kesibukannya dalam bekerja membuat dia tidak memiliki cukup waktu untuk belajar memasak atau melakukan hal lain yang berurusan dengan rumah tangga. Phillip memang mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantunya mengurus rumah, tapi tidak untuk mengurus putrinya. Semenjak putrinya masuk taman kanak-kanak dia selalu menolak untuk diurus oleh orang lain. Vio lebih suka melakukan semuanya sendiri meski berantakan.

Setelah drama pagi mereka, akhirnya Phillip dan putrinya sarapan dengan tenang.

✿✿✿✿✿

"Dad, hari ini aku akan pulang telat ya." ucap Vio dalam perjalanan menuju sekolah.

"Kenapa? Mau belajar dulu bersama Esa? Atau mau main bersama Dion?" tanya Phillip tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan.

Elviola menggeleng dengan cepat. "Tidak, hari ini kelas Vio ada jadwal pemeriksaan kesehatan dari sekolah dad jadi Vio, Esa dan Dion akan pergi ke rumah sakit yang berada di sebrang sekolah."

Phillip mengangguk paham. "Perlu daddy temani?"

"No dad, Vio dan teman-teman akan ke rumah sakit di temani oleh guru."

"Oke, pastikan untuk tidak menangis baby girl karena itu akan sangat memalukan." canda Phillip terhadap putrinya.

Elviola mendengus sebal dan memajukan bibirnya disertai tatapan tajam terhadap daddy nya. Tapi di mata Phillip tatapan Vio justru terlihat begitu menggemaskan. Dia tak tahan untuk tidak mencubit pipi gembul putrinya itu.

"Astaga kenapa putri daddy begitu menggemaskan hm?" Phillip terkekeh pelan. "Jangan merajuk sayang, nanti cantiknya hilang."

Elviola menyilang kan kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya keluar jendela mobil. "Daddy menyebalkan."

Phillip hanya menanggapinya dengan senyuman. Kalau sudah begini, maka tidak akan ada lagi percakapan diantara keduanya. Elviola memang sering merajuk karena hal-hal sederhana, namun tidak pernah lama, mood nya mudah sekali berubah. maklum saja, dia hanya anak kecil berusia 8 tahun yang seumur hidupnya begitu dimanja.

Diam-diam phillip memperhatikan putrinya melalui kaca mobil, sebuah senyuman hambar terukir di wajah tampannya yang terlihat enggan sekali menua.

"Entah kenapa kau malah semakin mirip dengannya Vio." batin Phillip.

✿✿✿✿✿

"Kau telat lagi hari ini bos." sapa seorang pria yang baru saja memasuki ruang kerja Phillip.

"Seperti biasa Wei, Vio selalu memulai pagi dengan keributan." Phillip tersenyum sambil membayangkan drama pagi mereka karena dasi.

"Sepertinya kau benar-benar harus mencarikan Vio seorang ibu."  ucap Weindra sekertaris nya Phillip yang sekaligus merupakan sahabatnya.

Phillip memutar bola matanya malas karena terlalu sering mendengar kalimat tersebut dari sahabatnya itu. Orang-orang disekitarnya juga memang sering mengatakan hal yang sama. Tidak hanya mereka, sebagian besar rekan bisnis Phillip pun tidak segan-segan untuk menjodohkannya dengan kolega mereka atau bahkan dengan putrinya sendiri.

Tidak heran memang, mengingat Phillip adalah seorang duda yang sangat sukses. Diusia awal 30an nya, dia sudah mendirikan perusahaannya sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya. Sebuah perusahaan properti dengan nama PLAN A. PLAN A sudah termasuk perusahaan properti kelas kakap yang sudah terjamin kualitas dan juga kuantitasnya dengan jumlah nilai aset mencapai hampir 60 triliun. Angka tersebut bukan merupakan angka pasti karena terus mengalami peningkatan setiap bulannya.

Phillip sendiri sebenarnya tidak bisa dikatakan duda, dia memang memiliki seorang putri dan tidak memiliki istri, tapi pernikahannya sendiri tidak  pernah tercatat dalam catatan sipil negara. Banyak orang yang menyangka jika Elviola hanya anak yang Phillip angkat dan besarkan saja, bukan anak kandungnya. Tapi faktanya, Elviola adalah anak kandungnya.

"Akan aku pikirkan. Tapi sepertinya akan sulit." Phillip membayangkan reaksinya putrinya jika dia benar-benar memutuskan untuk dekat dengan seorang wanita, apalagi sampai menikah.

"Baiklah bos, ini jadwal mu hari ini dan ini berkas-berkas yang harus di baca dan ditandatangani." Weindra menyerahkan setumpuk berkas-berkas tersebut di meja Phillip.

"Untuk pembangunan hotel milik tuan Dery, aku akan meninjaunya sendiri secara langsung siang ini." lanjut Weindra.

"Baiklah, terima kasih untu kerja kerasnya."

Wei mengangguk, dan berniat untuk segera pergi. Namun sebelum benar-benar pergi Weindra mengatakan sesuatu yang membuat Phillip sedikit mengernyitkan keningnya.

"Sepertinya Yohana dan Siska bisa di pertimbangkan bos." goda Weindra.

Phillip membuang nafasnya kasar, dia ingin sekali melempar Wei dengan kertas di mejanya, namun di urungkan karena ini masih terlalu pagi untuk membuang energi. Dengan sedikit kesal dia mulai membuka berkas-berkas yang ada dihadapannya. Mengabaikan kekehan Weindra yang mulai berjalan menjauhi ruangannya.

Phillip terdiam sejenak, ingatannya tiba-tiba membawanya pada seseorang yang pernah dan masih memenuhi pikiran maupun hatinya.

"Haruskah aku memulai kembali? Bahkan ingatan dan kenangan itu masih terasa seperti kemarin sore." batin Phillip.

*

*

*

With Love : Nhana

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status