Tidak bisa dihindari.
Wajah gemuk Duke Gidean von Monrad dan Duchess Anna von Monrad berseri-seri. Di ruang kerja raja yang biasa membuat stress Raja Ditrian, kini terasa lebih buruk baginya. Grand Duke Everon duduk khidmat. Lady Evelina pun menunggu-nunggu jawaban tunangannya.
"Se-Sebulan. Beri aku waktu sebulan lagi," lirih Ditrian.
Seketika senyuman keluarga Monrad redup. Bahu Evelina melorot lesu. Yang paling berubah jengkel adalah Everon. Mata biru pria itu melirik tajam seperti berkata, 'apa yang kau lakukan?!'
"Maksud Yang Mulia ... apa ya?" tanya Duchess Anna gugup. Ia terlihat semakin tidak nyaman.
Ketika wanita itu melirik Evelina, mata zamrudnya berkilat sekilas nyaris memuntahkan air mata.
"Ah! Haha! Yang Mulia pasti ingin supaya pernikahan dilakukan sebulan lagi," sambar Grand Duke Everon dengan nada bercanda. Ia mengatakan seolah ini adalah lelucon. Seringai canggungnya mekar di bibir.
"A-Aku tidak-," Ditrian berkeringat
"Tuan Putri?" panggil Fred. "Tuan Putri?!" panggilnya sekali lagi dengan nada gemas."O-Oh!" Sheira tersentak kaget dari renungannya. Ia menoleh di atas tempat duduk pada pria culun berambut klimis itu. Wajah Fred agak kesel. "I-Iya Tuan Fred? Apa ada yang bisa saya bantu?"Fred mendesah sebal. "Hhh. Saya sudah memanggil Anda tiga kali. Apa Anda sudah menyelesaikan salinan dokumen?""Ah ... maaf. Iya saya sudah selesai." Sheira buru-buru merangsak ke lembar-lembar perkamen yang acak-acakan di meja. "Ini dia Tuan. Tiga lembar kan?" katanya seraya menyerahkan dokumen."Tiga? Saya cuma minta dua kok," sanggah Fred."Eh ... bukan tiga ya?" tanyanya linglung.Fred cuma menggeleng tidak habis pikir, lalu mengambil dokumen itu dari genggaman Sheira. Fred memeriksa baik-baik dari kacamata baca. Kemudian mata hijau pria itu melirik Sheira yang kembali seperti melamun."Meja Anda berantakan. Anda tahu saya tidak suka itu. Meja yang berantakan bisa jadi bibit keteledoran. Apalagi Anda mengurusi
"Hentikan ... nghh!""Sheira! Sheira!" panggilnya sekali lagi."Ditrian ... hentikan ....""Sheira ... bangun!"Ditrian mengguncang lengannya. Seketika mata Sheira terbelalak. Ia terjaga. Keringat dingin menyelimuti leher dan pelipis. Ia terengah-engah."Di-Ditrian ... apa yang kau lakukan disini?" tanyanya kaget."Kau mimpi buruk?" sambar Ditrian.Kamar itu remang hanya ditemani cahaya perak dari bulan yang menyelinap masuk. Tapi Sheira bisa jelas melihat kedua mata emas yang menyala-nyala di kegelapan. Memandanginya cemas.
"Hamil?"Dokter Stuart mengangguk takut."Saya ... tahu Yang Mulia hendak menikah. Saya tidak berani memberitahu siapa pun Yang Mulia. Saya hanya memberitahu Lady Emma."Ditrian memandang mata perak Sheira. Istrinya itu terlihat panik dan cemas. Dia ketakutan."Dokter Stuart ... tinggalkan kami berdua. Panggil Lady Emma kemari.""Ba-Baik Yang Mulia ...," dengan gugup, Dokter Stuart memunguti peralatan dan tas kulitnya. Ia setengah berlari meninggalkan kamar itu. Kini hanya ada dirinya dan Sheira.Perlahan Ditrian mendekat dan duduk di bibir kasur.Sheira cemas. "Di-Ditrian ... maafkan aku. Aku ... aku benar-benar tidak tahu," Sheira perlahan menangis, tangannya gemetar. "Aku mohon maafkan aku. Seharusnya aku tidak hamil. Kau sebentar lagi akan menikah .... Aku-."Kalimatnya terpotong saat Ditrian memeluknya erat. Kepalanya terbenam di bahu Sheira. Nafasnya penuh dengan kelegaan."Akhirnya ... akhirnya dewa menjawab doaku
"Aku pakai yang ini saja ya?" tanya Evelina pada dirinya sendiri.Ia memandangi cermin sembari menjinjing sebuah kalung berlian besar di sekitar lehernya, mengira-ngira kalau ini cocok atau tidak dengan warna gaunnya nanti."Yang itu juga bagus, Lady," sahut pelayannya mengiyakan."Menurutku juga begitu. Ini sangat mewah! Pasti akan cantik sekali."'Pasti ... Ditrian akan melihatku berkilauan di pernikahan kami,' batinnya. Ia membayangkan wajah haru macam apa yang akan dibuat calon suaminya saat memandang dirinya berjalan menuju altar dengan gaun pernikahan.Tiba-tiba saja itu membuatnya berdebar-debar dan merona. "Oh! Aku sangat ingin segera menikah!" serunya."Evelina sayangku, sepertinya ada tamu lagi dari kerajaan. Apa mereka membawa hadiah yang lain untukmu?" tanya Duchess Anna.Ia sedari tadi memandang ke luar jendela kamar. Ada dua buah kereta kuda kerajaan baru saja terparkir di sana. Tak berapa lama seseorang turun dari keret
"Dengan ini ... kunyatakan Evelina von Monrad sebagai seorang Regina," tandas Yang Mulia Raja Ditrian.Beberapa bangsawan yang menyaksikan bertepuk tangan. Ruang tahta hari ini penuh. Seharusnya, ini adalah hari pernikahan Yang Mulia Raja dengan Lady Evelina von Monrad. Namun, dengan beberapa kejadian, hari ini menjadi hari penobatan Lady Evelina von Monrad sebagai Regina istana Kerajaan Canideus.Aturan lama istana ini, beberapa bangsawan kurang memahami. Hingga petugas arsip dan ahli istana harus mengorek-korek banyak perkamen lawas untuk mendiskusikan seperti apa posisi dan tugas seorang Regina, dan berapa lama ia akan menjadi Regina. Entah sudah berapa abad setelah status Regina lenyap dari istana. Raja-raja terdahulu Kerajaan Canideus nampaknya lebih senang langsung memilih ratunya daripada harus repot-repot menyeleksi R
Hanya dalam satu helaan nafas dari Ditrian, Sheira tahu ada sesuatu yang tidak beres."Ada apa?" bisiknya."Evelina ... dia ingin menemuiku," katanya malas."Oh ...," air muka Sheira terlihat sedikit sedih. Meski ia berusaha keras menyembunyikannya, Ditrian menjadi masam.Ditrian langsung menggenggam tangan putih istrinya di bawah meja, sengaja supaya tetap terlihat bahwa ia menggandengnya erat. Ia juga menggeser kursi agar lebih dekat pada Sheira.Dalam sekali gestur tangan yang malas, pengawal itu tahu kalau raja telah mengijinkan Regina baru istana untuk menemuinya. Pengawal membungkuk dan segera meninggalkan paviliun. Sheira pun telah menyiapkan batinnya untuk momen seperti ini. Ia menegakkan duduknya.Tak butuh waktu lama untuk sebuah rombongan wanita bergaun cantik, juga beberapa dayang yang Sheira kenali berjalan di belakang Lady Evelina, termasuk Lady Emma. Wajahnya elok dan cerah beserta sepasang telinga anjing berwarna coklat, sena
Jantung Evelina berdebar-debar. Ia memakai baju tidur ... atau gaun malam yang modelnya sedikit memalukan. Dia telah menjadi Regina hari ini. Hari ini pula dia akan mulai tidur di kamar ratu. Lady Emma memenuhi permintaannya.Lady Emma bilang, secara aturan lama istana, Regina adalah hak Yang Mulia Raja. Raja boleh tidur dengan Regina apabila menginginkannya. Dan ... Evelina meminta Lady Emma untuk mempersiapkannya sebaik-baiknya. Kamar ini telah dipenuhi aroma bunga-bungaan yang sedap dan menarik.Meski kemungkinannya kecil ... Evelina begitu berharap, setidaknya Raja Ditrian akan mengunjungi kamarnya, basa-basi mengucap selamat malam atau apa.Memikirkan kalau dia telah menjadi bagian istana ini, telah menjadi milik Ditrian ... itu saja telah membuatnya melayang-layang. Meskipun ... masih ada duri dalam daging ... yaitu selir raja. Bagaimana menyingkirkan wanita itu?Evelina masih duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan rambutnya. Entah berapa kali di
Sheira tak pernah bermimpi untuk menjadi ratu. Membayangkannya saja tidak pernah. Ya dia memang seorang putri. Tapi dulu dia berada di bawah bayang-bayang Reghar kakaknya, putra mahkota Kerajaan Galdea. Dia hanya pernah membayangkan kalau dirinya mungkin akan dinikahkan dengan pangeran kerajaan tetangga, Kerajaan Wei misalnya. Tak pernah tahu kalau ada sebuah kerajaan di wilayah kekaisaran yang dihuni oleh Direwolf. Melihat mereka saja tidak pernah, apalagi berpikir untuk menjadi ratunya. Kini disinilah ia ... di kastil Kerajaan Canideus, dengan Raja Ditrian, raja segala Direwolf sebagai suaminya. Disinilah ia ... tengah mengandung anak dari Raja Ditrian yang bijaksana dan adil. Tak pernah berpikir dirinya akan betah di istana ini, atau bahagia memiliki anak dalam perutnya, anak pria itu. "Saya sudah bilang harus benar-benar matang!" tegur Barry. Dia selesai menginspeksi sepotong daging panggang yang akan disantap oleh Putri Sheira. Buru-buru pelayan mengambil lagi daging itu dari