Kumala terjebak sesaat antara keagunan harga diri yang ia pertahankan dan luka yang harus ia sembuhkan.
“Aku siapkan makan malam, Mas.” Kumala berhasil melepaskan diri dari dekapan erat lelakinya itu.
Kumala tak terlalu repot, sebab makan siang yang sudah ia masak sedari pagi masih utuh. Ia hanya cukup memanaskan saja, dan menjerang air untuk membuat teh aroma melati kesukaan Dirham. Hampir tiap malam Dirham akan minum secangkir teh melati tanpa gula, setiap selesai makan. Biasanya Kumala sajikan dengan sepiring kue bolu ataupun cemilan lainnya.
“Mas suka kuenya?” kemanisan nggak?” Begitu pertanyaan-pertanyaa Kumala bila ia selesai praktek membuat kue yang ia lihat di youtube tutorialnya.
Dan seperti biasa, Dirham hanya akan tersenyum, tak pernah protes apa yang Kumala sajikan untuknya. Kadang-kadang juga Kumala kumat manjanya. Ia bisa minta duduk di pangkuan Dirham sambil menikmati kudapan malam dan secangkir teh hangat di depan TV. Lalu bermanja dan cengkrama keduanya akan berkahir di ranjang dengan percintaan yang berulang.
Benak Kumala sedih mengingat semua itu. keromantisan mereka berdua selama ini hanya akan menjadi kenangan.
Setetes air mata Kumala jatuh, namun segera ia hapus dengan ujung jarinya. Lalu segera ia matikan kompor dan menyambar bergo hitam yang ia letakkan di kursi makan. Ia ambil kunci motor dan memeriksa uang di dompet lalu jalan tergesa kedepan.
Dirham berlari menangkap tubuh Kumala yang sedang berjalan tergesa dengan jilbab di kepala.
“Sayang, kamu mau kemana?” Dirham mengamit lengan Kumala, menyambar tubuh istrinya dan membawanya kedalam dekapan. Ia tak ingin Kumala pergi. Dirham dengan ketakutannya sendiri.
“Lepas, Mas.” Netra Kumala sudah berkaca.
“Sayang, mau kemana. Jangan pergi.” Dirham memeluk kuat, namun terpaksa ia lepas saat Kumala memukul-mukul bahunya dengan kuat. “kenapa?” Dirham heran sebab mata Kumala sudah berkaca-kaca, tapi ini beda, tidak dengan kemarahan.
“Aku mau keluar beli anggur hijau, Mas. Kenapa kamu larang aku?” Kumala sudah tersedu saja. Moodnya cepat sekali berubah.
Ada rasa lega di hati Dirham, ternyata Kumala bukan mau pergi meninggalkannya. Tidak, belum saja.
“Astaga, Sayang. Kamu ngidam.” Dirham tersenyum melihat Kumala yang menangis hebat seperti anak kecil. “Mas, antar ya, kita pergi ke minimarket yang lengkap buah-buahannya.” Dirham kecupi cepat kening dan bibir Kumala sebelum berlari ke ruang keluarga, mengambil kunci mobil yang sengaja di letakkan di samping lemari TV. Bahkan ia sempat mengambil bergo mint kesukaan istrinya.
“Diganti dulu jilbabnya,” Dirham lepas bergo hitam pendek istrinya dan segera memasang bergo hijau mint yang lebih panjang di kepala wanitanya itu. Kumala tak melawan, nyaris tak perduli. Ia masih sibuk menghapus air mata yang masih mengalir di antara sedu sedan yang masih terdengar.
Sekali lagi Dirham kecupi bibir dan kening istrinya sebelum membantunya berdiri dan mengajak keluar. Bahkan ia curi lagi kesempatan memeluk istrinya, sebelum menutup dan mengunci pintu.
Tiba-tiba saja ia begitu protektif pada Kumala. Ia ingin milik seutuhnya wanita yang telah ia lukai perasaannya.
Sepanjang jalan tangan besar Dirham tak henti mengelus perut dan kepala Kumala. Rasa bahagia kembali hadir sebab bisa membersamai ngidamnya istrinya. Semoga ini tak cepat berlalu. Begitu harapnya dalam hati.
Kumala menyeka sisa air mata yang mengintip di ujung netranya. Tak ia perdulikan tangan besar Dirham yang mengelus perutnya. Bahkan ia simpan dulu kemarahan yang masih ingin meledak. Dipikirannya sekarang adalah anggur hijau yang segar.
Dirham membelokkan mobil hitamnya ke arah kanan, menuju jalan Baru, tempat ruko-ruko berjajar rapi. Salah satunya adalah ruko yang khusus menjual buah segar, tepat di samping kanan rumah makan mie ayam dan bakso Solo. Sementara di sebelahnya kirinya ada minimarket sejuta umat yang banyak menawarkan diskon di hari minggu ini.
Gegas Dirham membuka pintu mobil bagian penumpang, lalu ia arahkan tangan untuk menuntun Kumala turun. Dan segera berjalan kearah pintu masuk yang terbuat dari kaca bening.
Dari luar ada papan pengumuman bertuliskan diskon untuk beberapa item buah. Termasuk buah anggur. Tapi yang diskon anggur merah, bukan anggur hijau.
Wangi buah-buahan dan dinginnya pendingin ruangan menyambut Kumala dan Dirham saat membuka pintu masuk. Seorang wanita berpakaian seragam toko itu, tersenyum ramah pada Kumala dan Dirham, sambil menawarkan keranjang plastik untuk diisi belanjaan.
Kumala balas tersenyum pada wanita itu lalu segera mengambil keranjang plastik warna hitam lalu segera pandangannya menyapu segenap penjuru toko itu, mencari buah yang diinginkan.lalu segera ia berjalan ke rak buah yang berisi aneka buah anggur, ada anggur hijau, anggur hitam dan anggur merah. Semuanya di bungkus dalam wrap plastik bening. Kumala ambil satu bungkus anggur hijau dan anggur hitam dan menaruhnya kedalam keranjang.
“Ambil yang lain juga, Sayang.” tawar Dirham, namun Kumala menolak.
“Aku Cuma mau ini.” Kumala menunjuk anggur yang sudah ia ambil tadi. Namun karna bahagia, Dirham malah mengambil lagi anggur merah, empat buah kiwi, empat buah apel Washington, dan juga buah pir, tak lupa ia ambil jeruk mandarin dengan warna orange yang menggoda. Dirham ambil ini enam buah, sebab ia juga suka jeruk jenis ini.
“Ada buah lengkeng di rak sana.” Dirham menunjukkan Kumala buah lengkeng yang masih ada dengan tangkai-tangkainya yang ditaruh di keranjang buah yang dijejerkan di tengah toko itu. beberapa orang nampak sibuk memilih lengkeng, sambil memasukkan ke dalam plastik bening untuk ditimbang. Dirham mengamit lengan Kumala yang diam saja memperhatikan orang-orang itu memilih lengkeng.
“Pulang aja, Mas. ini sudah cukup.” Sejujurnya Kumala juga sebenarnya mengantuk, kemarahan dan kesedihan yang mengepung benaknya dari semalam, buat dirinya sangat mengantuk. Ada-ada saja, bawaan si bayi. Sampai di toko buah malah ngantuk.
“Sebentar sayang, mas ambil lengkeng dulu baru kita pulang.” sahut Dirham, sambil tergesa memasukkan buah-buah lengkeng itu, bahkan ia sudah tak pilih-pilih lagi, langsung saja ia masukkan buah yang sudah terlepas dari ranting-rantingnya. Lalu segera menimbang dan mengamit lengan Kumala menuju kasir.
Dirham segera membayar belanjaan mereka, setelah kasir wanita dengan seragam yang sama mbak yang tadi memberi mereka keranjang, menyebut totalan belanja keduanya.
“Lho, Mala, Dirham. Kalian disini?” Bu Saida dan mbak Kirana yang baru masuk kedalam toko, kaget saat melihat Kumala dan Dirham.
“Iya, Ma. Kumala ngidam.” sahut Dirham dengan senyum sumringah di bibir tebalnya, sambil melirik ke arah Kumala.
“Alhamdulillah.” Ucapan syukur terucap dari bibir mertua dan kakak iparnya Kumala.
“Benar itu, Nduk?” bu Saida ingin memastika lagi, sebab beliau juga telah lama menunggu cucu dari putra bungsunya.
“Iya, Ma.” jawab Kumala sambil tersenyum, namun segera menunduk. Kumala tak seceria biasanya. Dan itu tak luput dari pandangan mbak Kirana.
__
Ada rasa canggung yang menyeruak. Begitu jelas antara Shella dan Arzan. Semakin canggung sebab di ruangan ini Shella harus bertemu dengan mantan ibu mertuanya. Dulu Shella selalu tak mengannggap Arzan dan ibunya. Kurang menghargai dan menghormati.Andai ingin menuruti sakit hati yang dulu, mungkin mantan mertuanya ini tak menyambutnya dengan hangat.“Shella,” mama Atifa yang duluan maju, menyambut mantan menantunya dan mengangguk ramah pada Anton. laki-laki yang menjadi suami Shella sekarang.“Ma,” Shella mendekat, menjabat dan mencium tangan amma Atifa dengan takzim. “Aku minta maaf, Ma. Aku banyak slaah sama mama.”“Sudah, sudah. Jangan diingat lagi.” Mama Atifa menepuk pelan, pundak Shella lalu menyambut pelukan perempuan yang rambutnya tak lagi diwarnai.Sementara Arzan ikut mendekati Anton dan menyambut dengan baik. Tentu setelah ia memberi kode pada Yasmin yang masih terbaring.Hal memalukan pernah terjadi diantara mereka. Bagaimana dulu awal keduanya bertemu saat Arzan memergok
Baru Yasmin akan mencandai Arzan lagi namun mbak Mia sudah masuk membawa sekantong obat dengan wajah berkerut nampak marah. Membuat Yasmin dan Arzan menjadi heran.Dan keheranan keduanya berubah menjadi rasa terkejut saat dari belakang muncul mama Atifa dan juga Rita bersama suaminya. Anak om Aryo yang menikah kemarin.“Yas, ini Rita yang kemarin nikah. Yasmin mau lahiran Rit, jadi nggak bisa datang kemarin.” Mama Atifa yang memulai pembicaraan karna ia juga paham bila menantunya belum terlalu mengenal istri dari putranya. Kemudian Yasmin mengangguk ramah pada Rita dan suaminya.Nampak sesekali Rita mencuri pandang pada mbak Mia yang tak menggubris kedatangannya sejak tadi. Mbak Mia malah sibuk merapikan lemari yang digunakan Arzan untuk menaruh makanan, air minum dan obat-obatan.Kamar kelas satu yang dipilih Arzan untuk perawatan melahirkan Yasmin cukup lengkap. Ada lemari pakaian, kulkas mini, dan juga lemarin makanan, juga sudah disediakan dispenser air minum yang bisa panas dan d
“Kamu jahat banget, Mas. kamu sudah tipu aku.” Raung Shella di ruang tamu rumah sederhana itu. kepergian Anton yang tanpa kabar hampir sebulan, buat Shella dalam masalah dan dilema. Dan hari ini Anton sudah kembali tanpa memberi kabar juga pada istrinya.Shella terisak, menahan sakit. bukan hanya sakit namun juga merasa malu. Sebab dulu ia tega berzina di belakang Arzan. Ia lebih memilih kembali pada Anton, pria yang dulu menghamilinya tanpa tanggung jawab, dan hingga mereka menikah, Anton juga tak memberi nafkah yang layak pada Shella.Anton membuang pandang, tak tega melihat wajah istri sirinya yang bersimbah air mata. Kepulangannya kemarin adalah untuk mengunjungi istri sahnya di luar pulau secara diam-diam. Namun sungguh kejutan luar biasa yang Anton dapatkan. Apa yang dulu ia lakukan bersama Shella di depan Arzan. Seperti itu pula yang istrinya bersama pria lain tepat di depan mata Anton. Rumah mereka yang agak sepi dari penduduk, buat istrinya bebas memasukkan laki-laki kedalam
“Mbak Yasmin, nggak ada masalah ya, rahimnya bersih, sel telurnya juga bagus, mungkin dari waktu saja, harus lebih rajin lagi bikinnya nih, biar ceoat ada dedek bayi juga. Tapi saran saya, mbak Yasmin boleh datang lagi nanti sama suami kesini, untuk kita periksa kesehatan suaminya juga.” Tutur dokter Dini dengan ramah pada kedua wanita yang sama-sama mengarapkan keturunan dihadapannya ini.“Insya Allah dokter, berikutnya saya ajak suami kesini.” ucap Yasmin, sedikit rasa lega di hatinya, sebab ia tak ada masalah sama sekali, tinggal memeriksa kesehatan Arzan nanti, bagaimanapun hasilnya nanti, mereka aka terus mengusahan pengobatan.“Untuk mbak Nurlita, tetap rajin diminum obatnya, jangan lupa kurangi karbohidrat dan makanan instan, tadi ukuran kistanya sudah semakin mengecil.” terang dokter Dini lagi, sambil menuliskan resep obat untuk keduanya.__"Enggak usah pulang aja sekalian, Mas!" Yasmin melempar jaket hitam milik Arzan kearah pria yang setengah mati dirinduinya itu. Namun
Shella gelisah dan bingung sendiri, Anton yang dua minggu lalu pamit padanya akan ke luar kota selama tiga hari, nyatanya sudah dua minggu ini, pria yang menikahinya secara siri itu belum juga pulang, bahkan tak ada kabar sama sekali. Bukan hanya kabar yang tak ada, namun juga uang bulanan yang Antin berikan sudah hampir habis, tersisa seratus ribu saja, sementara lusa Shella harus membayar cicilan pada koperasi simpan pinjam. Shella nekat meminjam uang pada renteiner yang berkedok koperasi itu, sebab keinginannya untuk membeli baju dan makanan yang enak-enak, tak dapat ia bendung. Sementara uang yang Anton berikan sangat terbatas. Bila dulu saat menjadi istri Arzan, semua akan Shella dapatkan dengan mudah, sebab jatah bulanan dari Arzan untuknya lebih dari cukup. Lelaki yang bertanggungjawab dalam hidupnya, meski tak adAduh bagaimana ini, besok pagi pasti penagih dari koperasi itu datang lagi. Ingin rasanya menemui mantan suaminya untuk minta tolong, namun mengingat aib yang menjadi
Sebenarnya bukan cuma mama Atifa yang mengharapkan Yasmin segera hamil, namun mbak Mia dan mbak Nurlita juga demikian. Kedua kakak ipar Yasmin ini memiliki masalah pada kesburan mereka. Sebab itu mereka mengharap Yasmin yang hamil, dan mereka yang akan merawat anak-anak Yasmin.“Pokoknya kamu hamil dan melahirkan saja, mbak dan abang kamu yang akan ngurus.” Seloroh mbak Nurlita saat bercengkrama dengan Yasmin sore itu di rumah peninggalan orang tua Yasmin, sebelum di kontrakkan. Ya setelah berdiskusi dengan bang Sofyan dan mbak Nurlita, Yasmin memutuskan untuk menyewakan rumah peninggalan orang tua mereka, sebab Arzan juga langsung memboyong Yasmin ke rumahnya setelah di renovasi. Meski tak mewah, namun Yasmin merasa betah tinggal di rumah suaminya.Beberapa kali Arzan membawa Yasmin mengunjungi kantornya, penampilan Yasmin yang tinggi langsing dengan dress panjang, buat karyawan Arzan yang perempuan meminta untuk berfoto bersama Yasmin.“Ibu cantik banget.” Celetuk salah satu karyaw