Share

Bab. 2

“Ada satu lagi, Mas yang ingin kusampaikan.” Kumala bergeser ke samping, sedikit menjauh dari suaminya.

“Apa, Sayang?” Dirham menatap wajah cantik Kumala, dengan kebahagiaan yang membuncah.

“Aku ingin, kita cerai, Mas.”

Bagai fatamorgana saja kebahagiaan yang Dirham rasa tadi, indahnya pelangi yang ditatap tiba-tiba berubah menjadi awan yang gelap, siap memuntahkan hujan lebat.

“A-apa maksudnya, Sayang?” Dirham menatap Kumala dengan rasa tak percaya.

“Aku tahu kamu selingkuh, Mas. aku tahu kemana kamu pergi selama ini, aku juga tahu dengan kepergian kamu kemarin bersama Fiona.” Pecah tangis Kumala, menjeda kalimat panjang yang ingin ia ucapkan.

Dirham kelu, tak percaya dengan kata-kata Kumala yang mampu menyibak semua kelakuan busuknya bersama Fiona.

“Mala…”

“Hampir dua tahun kalian curang di belakangku, menyakitiku dan menusukku dari belakang,” wajah cantik itu berlinang air mata. Sungguh pedih batin Kumala. Laki-laki yang ia harap hanya akan menjadikannya satu-satunya wanita dalam hidup, ternyata Dirham sudah membagi hangat tubuhnya dengan wanita lain juga.

“Mala, maafkan Mas sayang…mas akui, namun mas sudah tak bersamanya.” Ucap Dirham, kalut.

“Kemarin kalian masih pergi bersama, Mas. apa ia sudah mendapat mangsa baru? Atau servisnya di ranjang sudah tak memuaskanmu, makanya kalian pisah?”

Kumala dengan amarah dan kecewanya, sementara Dirham dengan rasa kalut dan takutnya. Sungguh Dirham frustasi, benar ia pernah melakukan kesalahan, namun saat ia ingin kembali dan memperbaiki semuanya, situasi telah berubah secepat ini.

“Aku akan pulang, Mas, aku harus tahu diri, bila sudah tak diinginkan di rumah ini.” Kumala beringsut turun, berjalan ke arah lemari pakain berwarna putih, ia ambil dua buah tas pakain besar berwarna hitam dari dalam lemari.

“Sayang, maafkan mas, jangan pergi, jangan tinggalin mas. Mas mohon.” Dirham memeluk Kumala erat. Takut bila Kumala akan benar-benar pergi meninggalkannya.

“Aku pernah bilang, kan Mas. bila pernikahan ini sudah tak membuatmu nyaman, maka ceraikanlah aku secara baik-baik, bukan malah main curang dengan wanita yang kukenal di belakangku.”  Luruh lagi air mata di pipi mulus Kumala, menandakan perasaannya yang benar-benar sakit dan hancur.

“Mala, Sayang…please, jangan pergi, kita bicara baik-baik.” Dirham semakin kalut dan frustasi. Sejenak keduanya bersitatap.

Dirham menatap Kumala penuh harap, agar isrinya jangan pergi, sementara Kumala balas menatap dengan keteguhan hati agar semuanya segera berakhir.

“Aku siap berpisah, Mas, namun aku nggak pernah siap di madu.”

“Mala, maafin mas. beri mas kesempatan memperbaiki semuanya, mas benar-benar khilaf sayang.” Dirham mengamit lengan Kumala, namun wanita itu segera menepis dengan pelan. Baginya, pengkhianatan yang suaminya lakukan, bukanlah hal  yang mudah untuk dimaafkan. Ini tentang hati. Tentang perasaan yang terkoyak.

__

“Bagaimana caranya agar aku bisa melupakan perselingkuhanmu, Mas?” tanya Kumala dengan senyum sinis di ujung bibir.

Dirham menyugar rambut ikalnya dengan gusar. Dia benar-benar takut kehilangan Kumala. Ditambah dengan kehamilan istrinya. Kehamilan yang selama ini jadi doa’-do’a di setiap sujud panjang mereka. Lalu mengapa Dirham bisa sekhilaf ini dengan pernikahan mereka.

“Bilang sama aku kalau aku ada kurangnya, Mas. biar aku bisa perbaiki kekuranganku, dan suamiku jangan mencari pelampiasan di luar sana.” ucapan merendah Kumala saat memijit punggungnya yang pegal malam itu, kembali terngiang di telinga Dirham.

Kumala kurang apa? Kurang anak? Mungkinkah itu sebabnya? Bila kurang anak, namun mengapa hubungan intim yang dilakukan bersama Fiona tetap pakai pengaman. Dirham lena dalam lembah kenistaan yang ia ciptakan sendiri.

“Sayang, please. Pukul atau tampar Masmu ini. asal jangan tinggalin mas.” Dirham tergopoh menabrakan dirinya di tubuh Kumala yang mulai berisi.

Hampir saja Kumala terjatuh, jika tak sigap berpegangan di pundak kokoh itu. “Awas, Mas. nanti aku jatuh.” Kumala berusaha melepaskan diri dari dekapan suaminya. Wangi dan harum tubuh lelakinya itu masih sama, namun…hangatnya sudah berbeda, sebab kehangatan itu sudah dibagi untuk wanita lain.

“Bilang mama jangan tinggalin papa.” Dirham tiba-tiba merunduk memeluk dan mengecup perut Kumala yang mulai membuncit. Ia ajak calon bayinya berbicara. Entah cara apalagi yang harus Dirham lakukan.

Kumala jadi geli sendiri melihat tingkah Dirham yang seperti anak kecil takut kehilangan mainan.

“Jangan seperti ini, Mas, wibawamu jadi hilang.” Kumala terkekeh geli mengucap itu.

“Mala, please, maafin mas.” Dirham mendongak menatap wajah ayu yang nampak lelah itu. Kumala hanya membuang pandang. Untuk pergi pun rasanya tak semudah itu. Apakah harus kembali ke kampung, tinggal bersama ibu yang semakin menua, yang hanya hidup dari hasil sepetak sawah dan uang bulanan yang Kumala kirimkan. Lalu jika Kumala kembali ke rumah ibu, dia harus kerja apa. Ijazahnya hanya SMU. Bisa kerja apa nanti, dengan kehamilan yang tentu semakin membesar. Apakah anak yang ada dalam kandungannya harus menjadi keegoisannya?

Egois? Apakah ini egois? Sementara beginilah cara Kumala mengurai luka-luka yang membelit hatinya.

Kumala terjebak sesaat antara keagunan harga diri yang ia pertahankan dan  luka yang harus ia sembuhkan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ummatul Khoiriyah
ini seperti kartanya author lis susana wati yang judulnya akhir perselingkuhan mirip banget deh
goodnovel comment avatar
Casyta Tanod
lanjut Thor, jgn lama2 up nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status