__
Bagaimana sekarang? Bagaimana Kumala akan memberitahukan pada ibu mertuanya, tentang keinginannya untuk berpisah. Melihat senyum bahagia penuh syukur dari wajah wanita bijaksana itu, buat Kumala bimbang.
Tak dipungkiri oleh Kumala, bila selama pernikahannya dengan Dirham, ia mendapat perlakuan yang begitu baik dari keluarga suaminya, terutamama mama mertuanya. Walau belum lahir seorang anak dari rahim Kumala, namun beliau tak mempermasalahkannya.
“Anak itu rejeki dari Allah, ada atau tidak,yang penting kalian berdua tetap akur sudah buat mama bersyukur. Bagi mama yang penting kalian sehat-sehat nggak ada masalah, insya Allah kalau sudah waktunya, pasti Allah kasi rejeki anak.” Begitu ucapan tulus bu Saida pada Kumala dan Dirham, suatu siang. Saat keduanya selesai memeriksakan kesehatan di salah satu klinik.
Kumala menyimpan sisa anggur hijau yang tadi ia makan, entah mengapa tadi rasanya ingin sekali makan buah segar ini. bahkan ia tak lagi makan nasi setelahnya. Sementara buah-buahan yang lain yang tadi dibeli, sama sekali ia belum berminat mencobanya, padahal biasanya kalau banyak buah di kulkas ia akan bikin salad buah yang segar yang dicampur mayones, keju dan susu. Tapi kali ini tak ada rasa ingin membuat kudapan itu.
Mungkin karna lelah menangis dan lelah menahan amarah, buat Kumala sedikit tak bertenaga malam ini. Kumala lalu memilih masuk kedalam kamar tamu tepat disebelah kamar yang biasa ibu mertuanya tempati jika sedang menginap di rumah ini. Kumala rebahkan diri di pembaringan berseprei biru itu, menangisi pernikahannya, menangisi cintanya pada lelaki yang ia gantungkan harapan untuk hidup menua bersama, bahkan menangisi takdirnya. Kembali ia ingat bagaimana ibunya menerima perjodohan yang bu Saida tawarkan pada mereka saat Kumala baru saja lulus SMU. Ia sebenarnya ingin kuliah, namun biaya yang tak ada, sementara ia hanya tinggal berdua dengan ibu saja. Ayah Kumala sudah lama meninggal, saat itu Kumala ingat semasa kelas dua SMP, sepulang sekolah siang itu, sudah banyak orang di rumahnya, juga bendera putih kecil yang diikat pada sebatang kayu yang ditancapkan tak jauh dari tenda yang didirikan didepan rumah semi permanen mereka. Segera ia masuk kedalam rumah sebab penasaran apa yang terjadi, lalu pecahlah tangis remaja ini, saat melihat jenazah ayahnya terbujur kaku di ruang tamu berukuran 3x5 meter itu. terlihat ibunya menangis tersedu di samping jenazah ayahnya. Hati Kumala semakin teriris kala ingat, kemarin pagi ayahnya pulang dari pasar membawa sepasang sepatu baru untuknya. Ayah beli dari hasil menjual gabah kering di pabrik pak Mustari.
“Ayah, sepatu Kumala sudah rusak, bagian bawahnya sudah bolong. Teman-teman juga sering mengejek Kumala sebab sepatu Kumala sudah bolong.” Rajuk Kumala pada ayahnya sore itu sepulang ia mengaji, saat melihat ayahnya baru saja beristirahat sepulang dari sawah. Lalu pak Samin hanya membalas dengan senyum sambil mengacaka rambut putrinya. Tanpa kata beliau berlalu kedalam rumah setelah membersihkan kaki. Dan keesokannya sepatu baru sudah ia beli untuk putri tunggalnya itu.
Semua kenangan menyedihkan itu berputar kembali di kepala wanita dua puluh sembilan tahun ini. Kenangan masa lalu yang menyedihkan dan luka baru yang digoreskan oleh suaminya. Membelit pedih nurani Kumala.
Sementara Dirham yang berkutat di ruang kerjanya, mengira semuanya akan membaik, sebab Kumala tak lagi meluapkan amarahnya seperi siang tadi. Bahkan istrinya itu tak menolak saat dipeluk dan digenggam oleh dirinya.
Tuntutan pekerjaan proyek pembangunan resort dari kantor, buat Dirham harus banyak menghabiskan waktu di luar kota. Mungkin itu sebabnya juga, keseringan bertemu dan berinteraksi dengan Fiona, buat keduanya lena dan terbawa perasaan. Namun bukankah tamu takkan masuk jika tuan rumah tak membuka pintu?
Dirham mengusap wajahnya kasar, teringat saat pertama kali dekat dengan Fiona setelah pertemuan di salah satu hotel di Bogor, kebetulan Fiona mewakili kontraktor yang bekerja sama dengan tempat Dirham bekerja. Pernah beberapa kali bertemu saat diperkenalkan oleh istrinya, tentu buat keduanya cepat akrab.
Namun keakraban mereka jadi kebablasan, saat pertemuan kedua di kota mereka, pertemuan di hotel hingga larut malam, pengaruh alkohol dan curhatan Fiona tentang rumah tangganya pada Dirham, buat keduanya berakhir tidur satu kamar malam itu.
Dirham baru sadar bila dijebak oleh wanita binal itu. Ia ingat saat gelas terakhir yang berisi alkohol diserahkan Fiona padanya.
“Buat, Mas Dirham aja, aku nggak minum.” gelas yang berisi cairan kekuningan itu, langsung Dirham sambar dan menegak habis isinya hingga tandas. Sebenarnya Dirham menegak minuman haram itu hanya karna tak enak saja pada bos dan rekan yang lain. Meski pulangnya akan mendapat omelan panjang dari Kumala.
“Mengapa tidur disini?” Dirham terperanjat kaget saat terbangun di tengah malam dan mendapati tubuhnya tanpa kemeja lagi dan juga ada Fiona di sampingnya dengan busana yang sudah tak utuh. Jangan lupa tangis sesugukan Fiona yang menyalahkan Dirham atas berakhirnya mereka di atas tempat tidur yang sama.
Dirham panik seketika, sebab biasanya jika ada rapat dan ia menenggak satu dua gelas alkohol maka dirinya akan segera pulang menemui istrinya, sensasi ranjang yang timbul dari pengaruh alhokol, buat dirinya harus melampiskan hasratnya tanpa jeda diatas tubuh Kumala. Meski omelan panjang wanita itu keluarkan namun tetap pasrah melayani dirinya. Tentu panasnya birahi yang membakar Dirham salurkan penuh rasa sayang dan cinta pada istrinya yang lemah lembut itu, mendengarkan suara manjanya, rengekannya juga…suara Kumala di akhir percintaan mereka.
Dirham terhenyak, kaget bukan main, saat ia buka pintu kamar hendak beristirahat, namun tak mendapati istrinya di pembaringan mereka. Seketika Dirham panik, ia coba buka kamar mandi.
“Sayang,”
“Mala,”
Dirham berlari menuruni tangga, barangkali Kumala ada di dapur atau di ruang TV, namun tak ada. Perasaan Dirham sudah tak enak.Dimana istrinya. Lalu ia buka pintu kamar tamu dan…lega. Campur aduk perasaan Dirham saat melihat Kumala meringkuk seperti bayi dalam kandungan diatas kasur berseprei biru. Rupanya istrinyatertidur di kamar tamu.
Lama Dirham perhatikan wajah polos tanpa makeup itu, kecantikan yang alami, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung sesuai porsi wajahnya, dan sisa air mata yang enggan pergi dari netra coklat milik istrinya. Hati pria ini terenyuh. Begitu tega ia enam bulan ini, menduakan istrinya, membagi hangat tubuhnya pada wanita lain, padahal ada wanita desa nan lugu ini yang halal dan setia menunggunya di rumah.
Netra Dirham memerah, membayangkan sesakit apa perasaan istrinya yang sudah yatim sedari kecil ini.
Ada rasa canggung yang menyeruak. Begitu jelas antara Shella dan Arzan. Semakin canggung sebab di ruangan ini Shella harus bertemu dengan mantan ibu mertuanya. Dulu Shella selalu tak mengannggap Arzan dan ibunya. Kurang menghargai dan menghormati.Andai ingin menuruti sakit hati yang dulu, mungkin mantan mertuanya ini tak menyambutnya dengan hangat.“Shella,” mama Atifa yang duluan maju, menyambut mantan menantunya dan mengangguk ramah pada Anton. laki-laki yang menjadi suami Shella sekarang.“Ma,” Shella mendekat, menjabat dan mencium tangan amma Atifa dengan takzim. “Aku minta maaf, Ma. Aku banyak slaah sama mama.”“Sudah, sudah. Jangan diingat lagi.” Mama Atifa menepuk pelan, pundak Shella lalu menyambut pelukan perempuan yang rambutnya tak lagi diwarnai.Sementara Arzan ikut mendekati Anton dan menyambut dengan baik. Tentu setelah ia memberi kode pada Yasmin yang masih terbaring.Hal memalukan pernah terjadi diantara mereka. Bagaimana dulu awal keduanya bertemu saat Arzan memergok
Baru Yasmin akan mencandai Arzan lagi namun mbak Mia sudah masuk membawa sekantong obat dengan wajah berkerut nampak marah. Membuat Yasmin dan Arzan menjadi heran.Dan keheranan keduanya berubah menjadi rasa terkejut saat dari belakang muncul mama Atifa dan juga Rita bersama suaminya. Anak om Aryo yang menikah kemarin.“Yas, ini Rita yang kemarin nikah. Yasmin mau lahiran Rit, jadi nggak bisa datang kemarin.” Mama Atifa yang memulai pembicaraan karna ia juga paham bila menantunya belum terlalu mengenal istri dari putranya. Kemudian Yasmin mengangguk ramah pada Rita dan suaminya.Nampak sesekali Rita mencuri pandang pada mbak Mia yang tak menggubris kedatangannya sejak tadi. Mbak Mia malah sibuk merapikan lemari yang digunakan Arzan untuk menaruh makanan, air minum dan obat-obatan.Kamar kelas satu yang dipilih Arzan untuk perawatan melahirkan Yasmin cukup lengkap. Ada lemari pakaian, kulkas mini, dan juga lemarin makanan, juga sudah disediakan dispenser air minum yang bisa panas dan d
“Kamu jahat banget, Mas. kamu sudah tipu aku.” Raung Shella di ruang tamu rumah sederhana itu. kepergian Anton yang tanpa kabar hampir sebulan, buat Shella dalam masalah dan dilema. Dan hari ini Anton sudah kembali tanpa memberi kabar juga pada istrinya.Shella terisak, menahan sakit. bukan hanya sakit namun juga merasa malu. Sebab dulu ia tega berzina di belakang Arzan. Ia lebih memilih kembali pada Anton, pria yang dulu menghamilinya tanpa tanggung jawab, dan hingga mereka menikah, Anton juga tak memberi nafkah yang layak pada Shella.Anton membuang pandang, tak tega melihat wajah istri sirinya yang bersimbah air mata. Kepulangannya kemarin adalah untuk mengunjungi istri sahnya di luar pulau secara diam-diam. Namun sungguh kejutan luar biasa yang Anton dapatkan. Apa yang dulu ia lakukan bersama Shella di depan Arzan. Seperti itu pula yang istrinya bersama pria lain tepat di depan mata Anton. Rumah mereka yang agak sepi dari penduduk, buat istrinya bebas memasukkan laki-laki kedalam
“Mbak Yasmin, nggak ada masalah ya, rahimnya bersih, sel telurnya juga bagus, mungkin dari waktu saja, harus lebih rajin lagi bikinnya nih, biar ceoat ada dedek bayi juga. Tapi saran saya, mbak Yasmin boleh datang lagi nanti sama suami kesini, untuk kita periksa kesehatan suaminya juga.” Tutur dokter Dini dengan ramah pada kedua wanita yang sama-sama mengarapkan keturunan dihadapannya ini.“Insya Allah dokter, berikutnya saya ajak suami kesini.” ucap Yasmin, sedikit rasa lega di hatinya, sebab ia tak ada masalah sama sekali, tinggal memeriksa kesehatan Arzan nanti, bagaimanapun hasilnya nanti, mereka aka terus mengusahan pengobatan.“Untuk mbak Nurlita, tetap rajin diminum obatnya, jangan lupa kurangi karbohidrat dan makanan instan, tadi ukuran kistanya sudah semakin mengecil.” terang dokter Dini lagi, sambil menuliskan resep obat untuk keduanya.__"Enggak usah pulang aja sekalian, Mas!" Yasmin melempar jaket hitam milik Arzan kearah pria yang setengah mati dirinduinya itu. Namun
Shella gelisah dan bingung sendiri, Anton yang dua minggu lalu pamit padanya akan ke luar kota selama tiga hari, nyatanya sudah dua minggu ini, pria yang menikahinya secara siri itu belum juga pulang, bahkan tak ada kabar sama sekali. Bukan hanya kabar yang tak ada, namun juga uang bulanan yang Antin berikan sudah hampir habis, tersisa seratus ribu saja, sementara lusa Shella harus membayar cicilan pada koperasi simpan pinjam. Shella nekat meminjam uang pada renteiner yang berkedok koperasi itu, sebab keinginannya untuk membeli baju dan makanan yang enak-enak, tak dapat ia bendung. Sementara uang yang Anton berikan sangat terbatas. Bila dulu saat menjadi istri Arzan, semua akan Shella dapatkan dengan mudah, sebab jatah bulanan dari Arzan untuknya lebih dari cukup. Lelaki yang bertanggungjawab dalam hidupnya, meski tak adAduh bagaimana ini, besok pagi pasti penagih dari koperasi itu datang lagi. Ingin rasanya menemui mantan suaminya untuk minta tolong, namun mengingat aib yang menjadi
Sebenarnya bukan cuma mama Atifa yang mengharapkan Yasmin segera hamil, namun mbak Mia dan mbak Nurlita juga demikian. Kedua kakak ipar Yasmin ini memiliki masalah pada kesburan mereka. Sebab itu mereka mengharap Yasmin yang hamil, dan mereka yang akan merawat anak-anak Yasmin.“Pokoknya kamu hamil dan melahirkan saja, mbak dan abang kamu yang akan ngurus.” Seloroh mbak Nurlita saat bercengkrama dengan Yasmin sore itu di rumah peninggalan orang tua Yasmin, sebelum di kontrakkan. Ya setelah berdiskusi dengan bang Sofyan dan mbak Nurlita, Yasmin memutuskan untuk menyewakan rumah peninggalan orang tua mereka, sebab Arzan juga langsung memboyong Yasmin ke rumahnya setelah di renovasi. Meski tak mewah, namun Yasmin merasa betah tinggal di rumah suaminya.Beberapa kali Arzan membawa Yasmin mengunjungi kantornya, penampilan Yasmin yang tinggi langsing dengan dress panjang, buat karyawan Arzan yang perempuan meminta untuk berfoto bersama Yasmin.“Ibu cantik banget.” Celetuk salah satu karyaw