Pemberontakan Pasukan Caya RajaKebo Arema penasehat Kertanegara rupanya mengetahui adanya pemberontakan ini. Entah siapa yang membocorkan rencana pemberontakan itu, sebelum mereka bergerak, para pelakunya sudah keburu ditangkap. Pemberontakan pasukan Caya Raja berhasil ditumpas dengan mudah. Hal itu membuat Jayakatwang semakin berhati-hati dalam melaksanakan rencana pemberontakannya.Akibat adanya upaya makar oleh pasukan Caya Raja, maka terjadi perombakan besar-besaran dalam pasukan Caya Raja. Regu Caya Raja di bawah pimpinan Wiragati dimutasi menjaga keamanan wilayah di luar Keputren. "Mulai besok kita sudah berjaga di tembok luar Keputren. Tampaknya kita akan lebih sering berjaga di siang hari," kata Wiragati."Aku malah senang jika kita berdinas pagi di Keputren, daripada kita dinas malam seperti kemarin-kemarin. Dini hari aku harus mengurus Raja mabuk, menggotongnya ke kamarnya. Terkadang Gusti Prabu Kertanegara sampai muntah-muntah di tanganku karena banyaknya tuak yang masuk
Ketika menemui Gayatri di depan istana, Gayatri tersenyum kepadanya dan berkata"Ayo kita pergi, akan kutunjukan bahwa aku orang yang peduli terhadap penderitaan rakyat," kata Gayatri.Rombongan Putri Gayatri bersama Wirota dan beberapa Prajurit Caya Raja berangkat menuju desa Jalagiri yang letaknya tidak jauh dari ibu kota. Namun tanpa disadari beberapa pria yang berpakaian seperti petani tampak mengawasi kepergian mereka kemudian mengikuti rombongan Gayatri. Tak lama kemudian sampailah mereka di desa Jalagiri, para penduduk menyambut rombongan Putri Gayatri dengan gembira. Disana Gayatri membagikan sembako dan pakaian kepada para penduduk yang menerimanya dengan gembira. Menjelang sore barulah tugas mereka selesai. Merekapun segera kembali ke ibu kota. Perjalanan pulang itu kembali melewati hutan belantara. Tiba-tiba dari arah hutan yang lebat munculah 10 orang dengan kedok menutupi wajah mereka, mencegat kereta Gayatri dan rombongannya. Wirota dan pasukan Caya Raja lainnya sege
Setibanya di Kasatriyan Lembu Sora segera menyusun jadwal baru bagi pasukannya, Wirota dan Wiragati diperintahkan untuk berjaga ronda di kampung-kampung. Mulai jam 19.00 malam mereka sudah bertugas berkeliling memantau keamanan di kota. Malam itu Wirota, Wiragati dan teman-temannya disebar berkeliling ke seluruh pelosok kota. "Mengapa sedari tadi aku tidak melihat seorangpun perampok yang mencoba membobol rumah penduduk ya? Jangan-jangan mereka sudah tahu akan ada gerakan pengamanan oleh prajurit kerajaan di malam hari," kata Wirota."Ya, aku curiga gerakan pengacau keamanan itu dipelopori oleh orang dalam kerajaan juga. Coba menurutmu siapa kira-kira yang melakukannya?" tanya Wiragati.Wirota berpikir sejenak kemudian berkata"Mungkinkah Jayakatwang? atau Mpu Raganata dan Mpu Wirakerti yang jabatannya diturunkan secara drastis? Ah jangan-jangan Mahesa Rangkah, bukankah hanya dia seorang yang langsung dipecat dengan tidak hormat?"Belum lagi Wiragati menjawab, dari kejauhan terliha
"Jlitheng, kasihan kamu maafkan aku ya kemarin aku sakit jadi tidak bisa menjengukmu di sini," kata Wirota. Jltheng si kuda hitam seolah mengerti dengan keadaan Tuannya. Diapun melepas rindu terhadap Tuannya yang selama ini sudah bersamanya dalam suka dan duka bekerja sama melakukan perampokan.Wirota masuk kerumahnya, dilihatnya debu tebal sudah menempel di berbagai perabotan rumahnya, sarang laba-laba berada di sudut-sudut dinding dan blandar. Wirota menghela nafas panjang seolah ingin melepaskan beban berat dibahunya. Biasanya usai berjudi, merampok atau mencopet, mereka membeli babi guling dan arak, lalu mereka akan makan dan minum bersama merayakan keberhasilan."Paman, aku sudah tidak merampok dan mencuri lagi. Seseorang di istana telah memberiku pelajaran menjadi seorang ksatria yang baik dan meninggalkan kemaksiatan. Kini aku sudah menjadi seorang Prajurit Paman," gumam Wirota.Wirota mengambil sapu dan lap lalu membersihkan rumahnya yang sudah lama tidak ditempatinya. Akhir
"Mengapa kau lewat jalan ini? Sudah lama kita berputar-putar di sini tetapi sampai saat ini kita tidak juga menemukan perkampungan. Kurasa kita tersesat!" Omel Wiragati pada Wirota."Kita ini kan pasukan penjelajah, ya kita harus bisa menemukan jalan lain. Coba kalau sewaktu-waktu pasukan Mahesa Rangkah menggerebek kita di hutan ini. Kalau kita tidak tahu jalur alternatif dan hanya mengandalkan satu jalan saja, kita seperti tikus sawah yang digropyok petani. Jalan yang lain ditutup hanya disisakan satu jalan keluar. Setelah kita keluar, pasukan perampok itu akan menghabisi kita di sini," jelas Wirota."Hei kalian ini laki-laki tapi cerewetnya macam perempuan, jalan sambil ngobrol dengan hebohnya. Sadarkah kalian, kita sudah 3 kali kembali ke kolam ini!" Kata Nandi dengan kesal. Wirota tertegun, dia berhenti berjalan, dia sama sekali tidak sadar karena sejak tadi sibuk berdebat dengan Wiragati. "Kita berhenti dulu, pasti ada gaib di hutan ini yang mengganggu kita," kata Jaran Pikatan
"Rangkah adalah cucuku, akulah penjaga Desa Penyamun yang digunakan untuk tempat persembunyiannya bersama anggotanya. Kedatangan kalian sudah kuamat-amati sedari tadi dan aku membiarkan kalian masuk ke dalam Barisan Penyesat Sukma!" Kata nenek itu. Jaran Pikatan menggeram marah, dia lantas kembali menyerang nenek itu dengan gencarnya. Wirota merasa saat ini mereka sedang dalam masalah besar. Maka dia berkata kepada Wiragati yang juga atasan langsungnya. "Kangmas Wiragati, kurasa kita harus mengirim satu orang untuk keluar dari hutan ini lalu melapor ke istana untuk minta bantuan, Aku kuatir nenek ini telah mengirim sinyal tanda bahaya kepada komplotan Mahesa Rangkah. kalau kita terjebak di sini, dengan mudah mereka akan menjaring kita seperti ikan yang sudah terperangkap dalam bubu," kata Wirota. "Baiklah, kau pergilah ke istana, aku akan membantu Ndoro Pikatan menghadapi nenek itu," kata Wiragati. Wirota segera keluar dari gelanggang dan keluar dari hutan. Baru saja dia melangkah
Wanita itu bertanya kepada pria tua itu "Kau mengenalnya?" "Saudara-saudara sekalian, jangan main hakin sendiri. Pemuda ini bernama Wirota. Ketika aku dan keluargaku tinggal di ibu kota, kami hidup dalam keadaan yang sangat miskin, bahkan untuk makanpun kami kesulitan. Tahukah kalian, disaat anakku sakit dan kami butuh uang untuk pengobatan, Ki Sanak ini membantuku memberi uang untuk berobat. Bahkan setelah anakku sembuh dia memberiku uang untuk modal usaha di desa. Tanpa Ki Sanak ini mungkin kami selamanya akan menjadi gelandangan," kata orang itu. Wirota tertegun, salah satu orang yang pernah diberinya uang hasil rampokan ada yang masih mengingat budi baiknya ketika menjadi seorang maling. Bahkan dia sendiri sudah lupa siapa saja yang pernah ditolongnya. Seketika orang-orang itu geger mendengar pernyataan orang itu. Salah seorang penduduk desa itu ada yang berseru "Ya ya aku ingat sekarang, dialah Wirota si Maling Budiman itu!" Orang yang berteriak itu maju ke depan lalu me
Wirota menghindari sambaran tongkat si nenek yang begitu gencar dan bertubi-tubi datangnya. Kemanapun dia pergi pasti tongkat itu selalu memghadangnya. Tiba-tiba Gajah Pagon telah berada di sisinya dan membantunya menyerang nenek itu. Wirota berusaha memotong tongkat si nenek dengan pedangnya namun selalu gagal. Tongkat yang dipikirnya terbuat dari kayu ternyata terbuat dari besi yang berat dan padat. Nenek itu tertawa melihat Wirota gagal memotong tongkatnya"He he he tongkat ini terbuat dari besi batu bintang terbaik, pedang saktimu tidak dapat memotong tongkatku!""Baiklah, jika tidak dapat memotong tongkatmu, aku akan memotong kakimu!" Seru Wirota sambil memotong kakai nenek. 'Terkesiap nenek itu melihat Wirota menyerang bagiah bawah kakinya."Craasssh!"Nenek itu berusaha menghindar namun tetap saja betisnya tersambar pedang Wirota, seketika darah mengalir dari betis si nenek begitu banyak hingga nenek itu sangat kaget melihatnya. Betis si nenek terluka, beruntung dia masih sem