공유

7. Penyelamatan

“Hentikan!” Suara baritone menggelegar menyita perhatian semua orang termasuk aku lantas menoleh.

Semua kaget. Tiba-tiba ada seorang laki-laki datang entah siapa dan apa keperluannya di tengah situasi gaduh. Terima kasih sudah menyelematkanku, batinku seraya menatap orang asing itu. Tipis harapanku bisa selamat dari serangan mematikan Marvin beserta keluarganya.

“Mbak Sila, ada yang sakit?” Bersamaan itu, muncul Bi Sumi menghampiriku dengan raut wajah khawatir.

Bukannya menjawab justru aku langsung memeluk Bi Sumi erat dengan tubuh gemetar. “Bi, tolong Sila pergi dari sini.” Yang langsung diangguki dan segera membantuku berdiri kemudian menuntunku pergi menjauh dari keluarga biadab itu.

Sungguh, aku takut sekali. Tidak bisa kubayangkan bila orang asing itu tidak datang tepat waktu, mungkin nyawaku sudah melayang. Kini aku baru tahu betapa ganasnya keluarga Marvin yang selama ini aku anggap baik. Dan aku tidak mau berurusan lagi, cukup ini yang menjadi terakhir.

“Sila, mau kemana kamu!” seru Marvin cepat melarangku pergi.

“Jangan dengarkan, Budhe. Bawa dia pergi dari sini. Biar dia, urusan saya.”

Apa! Dia memanggil Bi Sumi dengan sebutan ‘Budhe’ ? Ingin aku meminta penjelasan Bi Sumi tapi waktu tidak memungkinkan. Aku memilih mengangkat kaki secepat mungkin dan membiarkan teriakan demi teriakan menggema mengiringi langkahku.

“Kau suami macam apa, memperlakukan istrimu sendiri seperti itu? Apakah setiap masalah diselesaikan dengan kekerasan, begitu.”

“Kau siapa? Apa urusanmu? Jangan ikut campur!” tanya Marvin dengan raut wajah penuh amarah dan memilih abai hendak mengejarku.

Ctakk

Sebuah kartu ditunjukkan tepat di depan Marvin, yang mana orang-orang di sebelahnya dapat melihat dengan mata tercengang termasuk Marvin. Dia adalah seorang pengacara dibuktikan dengan sebuah foto laki-laki tampan beserta gelar di ID Card itu mirip dengan orang asing itu. Apa masih ada yang berani?

“Di negara ini ada hukum yang mengatur. Apa yang kamu lakukan adalah perbuatan melanggar hukum dan kau bisa di penjara.” Lalu dengan sikap berani siap menantang. “ Disni aku mengerti hukum di negara ini siap menjebloskanmu ke polisi atas KDRT.”

Benar, semua tak menyangkal. Sekarang, apapun bisa diproses hukum tapi harus disertai bukti. Sudah jelas, Marvin telah memukulku dan semua orang di sana menyaksikannya belum lagi luka lebam yang sudah pasti ada di tubuhku.

Marvin pucat pasi begitupun yang lain.

“Kevin, tolong budhe. Mbak Sila pingsan!” teriak Bi Sumi yang langsung membuat laki-laki itu menoleh.

Dialah Kevin Sanjaya, seorang pengacara muda di Jakarta tak lain adalah keponakan Bi Sumi. Dari awal tatapan laki-laki itu tampak berbeda, entah itu sebuah kepedulian atau rasa sayang namun yang pasti laki-laki bertubuh tegap dan tinggi itu bergegas lari dan menggendong tubuh ringkih yang sudah tak sadarkan diri dengan kondisi memprihatinkan. Siapa lagi yang bisa menolong kalau tidak dirinya.

“Shh,” ringisku bangun menahan rasa nyeri dan sakit di beberapa bagian tubuhku.

Mataku perlahan terbuka menyesuaikan cahaya masuk yang kudapati sebuah ruangan dominan putih. Dimana ini, batinku merasa asing seraya mengedarkan mata kesegala penjuru ruangan nampak bersih dan rapi.

Ceklek

Tubuhku terkesiap menoleh ke arah pintu terbuka.

“Mbak Sila sudah bangun, syukurlah,” Helaan nafas lega terpancar di wajah Bi Sumi. Aku pun ikut lega, setidaknya aku tidak sendirian di ruangan asing ini karena ada Bi Sumi yang menemaniku. Namun itu hanya sebentar ketika ketika mataku membeliak pada laki-laki yang berjalan tepat di belakang Bi Sumi.

Dia!

“Berbaring saja. Gimana keadaanmu?” tanyanya setelah sebelumnya mengulas senyum tipis. Percayalah senyum itu seperti tidak tulus, maklum laki-laki akan bersifat cool ketika baru bertemu perempuan yang belum dikenal sebelumnya.

Bukannya aku menjawab justru kepalaku menunduk memperhatikan kulitku yang dihiasi merah keunguan. Aku tidak lupa atas apa yang telah terjadi, hatiku ngilu melihat tubuhku yang terasa sakit dan nyeri.

“Kata dokter lukamu akan sembuh beberapa waktu ke depan.” Mataku menyipit mendengarnya, seingatku tidak ada dokter yang memeriksaku disini. “Kau sekarang berada di rumahku. Saat kau masih tak sadarkan diri, dokter pribadiku telah memeriksamu.”

Ternyata masih ada orang baik mau peduli dan menolongku. Dan aku berterimakasih pada laki-laki itu entah namanya siapa.

“Perkenalkan aku keponakan Bi Sumi, namaku Kevin yang siap menjadi pengacaramu untuk melawan suamimu.” Mataku membeliak, tidak percaya. Lalu aku menoleh ke samping kiri dimana Bi Sumi duduk sambil merangkulku dengan sayang. Apa kata dia, pengacara? Keponakan Bi Sumi?

Ternyata Bi Sumi memiliki keponakan seorang pengacara. Itu berarti aku bisa membalas perbuatan Marvin dan keluarganya. Ini kedua kalinya, Kevin membantuku.

“Aku sudah tahu semua dari Bi Sumi. Selama ini kamu disiksa Marvin bahkan … keluarga suamimu itu terlibat atas meninggalnya kedua orangtuamu.” Antara tega dan tidak tega mengucapkannya, Kevin berbicara sesuai fakta yang didengar dari pengakuan Bi Sumi sebelumnya.

Aku mengangguk berkali-kali dengan antusias. “Terimakasih.” Hanya satu kata itu namun sangat bermakna bagiku untuk mengekspresikan atas pertolongannya yang sangat berarti bagiku.

Kali ini, senyum tulus terpatri di bibir Kevin nampak berbeda dari sebelumnya “Kita perlu taktik matang melumpuhkan mereka. Dan kau harus ikut rencana yang telah kupersiapkan.”

Lagi dan lagi aku hanya mengangguk, siap. Entah apa yang akan dilakukan Kevin nantinya, yang pasti itu adalah tindakan terukur dan terarah sesuai profesinya yang tak perlu diragukam lagi. Saatnya kalian mempertanggungjawabkannya, benakku tidak sabar penuh dendam pada Marvin dan keluarganya.

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status