Share

2. sandi wara

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-09-19 06:58:11

Kini, aku tercenung sendiri di teras rumah, setelah kembali dari pertemuan dengan kekasih suamiku. Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan keadaan, karena tak mungkin ada asap tanpa api.

Mungkinkah, Mas Randy memang tak pernah bahagia dengan pernikahan kita? Mungkinkah aku tidak pernah menjadi istri idamannya selama ini? Ataukah, dia telah bosan.

Kuputar kembali semua ingatanku tentangnya, tentang semua ucapannya, tiap detailnya, tidak ada yang mencurigakan. Bahkan suamiku tergolong suami yang baik dan romantis. Kapan ia mulai mengkhianatimu? Sejak kapan cinta suci ini kalah pertahanan dengan setan yang mengembuskan jerat-jerat dan hasutan agar dia berpaling dan jatuh ke pelukan wanita lain.

Aku sungguh tak habis pikir. Tapi jujur wanita cantik yang bernama ... ah, hatiku nyeri ketika hendak mengeja nama benalu yang telah menggerogoti mahligai kami. Elea, ya, itu namanya.

Suara hentak kaki Mas Randi yang memasuki rumah dan terdengar di antara keheningan membuatku sedikit tersentak dan buru-buru membenahi diri dan wajahku yang sedikit kusut.

"Mas ...." Aku menyapa dengan senyum paling manis yang bisa kuberikan.

"Hai, Melda," balasnya sambil meletakkan jasnya ke gantungan khusus.

"Mas udah makan? Aku siapkan dulu ya," tawarku lembut sambil beranjak menuju dapur berniat menghangatkan makanan dan menghidangkannya ke meja makan.

"Iya, sayang, makasih." Ia juga membalas dengan senyum tipis, mungkin berusaha bersikap wajar dan tanpa beban padaku.

Luar biasa, aku telah terkecoh selama ini.

**

"Mas, tadi aku jalan-jalan ke pusat kota," kataku mulai bercerita.

"Hmm, terus?" gumamnya sambil menyendokkan nasi ke mulutnya dengan semangat.

"Aku ketemu sama rekan kamu yang bernama Elea," ucapku dengan nada dan wajah yang wajar.

"Uhuk ... Apa?" Ia nampak terkejut hingga terbatuk-batuk. Melihatnya terlihat kesulitan segera kuraih segelas air dan kusodorkan padanya.

"Kenapa, Mas? kok terkejut, sih?"

"Uhm, eh, enggak kok." Ia terlihat makin gugup dan gelisah dari gestur tubuhnya, "terus ngapain aja kalian berdua?" tanyanya menyelidik.

"Gak ada, cuma ngopi bareng."

"Elea ga ngomong apa-apa?" Lanjutnya.

"Enggak tuh, cuma cerita masalah kerjaan aja. Lagian kami ketemunya cuma sebentar," kataku sambil terus makan tapi diam-diam memperhatikan bahasa tubuhnya dengan ekor mataku.

Suamiku terlihat lega dari embusan napasnya, ia tersenyum kecil dan melanjutkan makannya.

"Tapi ... Aku penasaran, seberapa dekat Mas dengan wanita itu?" selidikku.

Ia mendongak seketika, terdiam beberapa detik lalu tertawa lepas.

"Hanya hubungan profesional, tidak lebih, kenapa kamu nanya, kamu curiga heh?" Ia berusaha menggoda dengan menjawil daguku.

Kutepis tangannya pelan, "Hubungan profesional pun bisa jadi lebih mas," kataku.

"Maksudmu?"

"Jadi sebuah hubungan spesial mungkin, banyak kan contohnya, yang rekan kerja lalu menikah."

"Tapi itu tak berlaku padaku," katanya pura pura cuek.

"Oh ya? Siapa yang bisa menjamin?" desahku dengan hati yang mulai tak nyaman dan kelebatan bayangan mereka ketika bercumbu kini hadir dan menari-nari di kepalaku.

Ia meraih tanganku dan menggenggam jemarinya kuat. "Tapi aku punya hal yang akan mencegahku untuk berpaling dari godaan paling indah sekali pun."

"Apa itu?" Mataku mulai memanas, kabur oleh embun-embun yang akan melelehka buliran panas kekecewaan ini.

"Cintamu." Ia mendekat dan mencium keningku lembut.

"Aku sangat mencintaimu, setiap waktu dan seumur hidupku," katanya menyakinkan.

Aku sontak tertawa di hadapannya, mungkin baginya itu tawa bahagia, tapi bagiku itulah tawa paling pahit selama rentang waktu kehidupanku di dunia.

Menyemai cinta, menabur kasih lalu apa yang kemudian kutuai setelah ribuan purnama berbagi hari dengannya selain pengkhianatan dan rasa sakit yang demikian mengoyak hingga sudut terkecil jiwa ini.

Ah, perih.

Entahlah, aku mungkin terlalu bodoh dan juga lemah. Sesungguhnya ingin kurobek wajahnya separah ia telah merobek hatiku. Ingin kutusuk-tusuk hatinya dengan duri menyakitkan sebagaimana ia menyakiti perasaanku. Ingin berteriak, marah dan menghajarnya namun aku ... Aku tak bisa melakukannya.

Aku mencintainya, begitu tulusnya hingga aku tak mampu bahkan untuk menyinggung perasaannya.

"Oh ya, sayang, melihat pangsa dan peluang pasar yang semakin hari semakin membaik, kurasa keuntungan perusahaan Papa mertua semakin meningkat," ucapnya ketika hendak bangkit dari meja makan.

"Lalu apa yang akan Mas lakukan?"

"Memindahkan semua keuntungan itu pada rekeningmu," katanya mantap.

"Yang benar saja, itu uang perusahaan," bantahku.

"Perusahaannya milikmu, istriku," timpalnya sambil meraih bahuku dan sekali lagi memberiku ciuman lembut di bibir.

"Aku mencintaimu," bisiknya.

"Aku juga," balasku dengan air mata meleleh di bahunya.

"Terima kasih atas semua dukunganku sehingga aku bisa sukses hingga sekarang, sayang."

"Ya ...."

Dan sebaliknya, apa yang telah ia lakukan ketika kesuksesan itu dalam genggamannya? Mengkhianatiku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
angel azzahra
salahmu sendiri terlalu bodoh! makan tuh cinta
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   36

    Di pagi yang cerah di awal musim penghujan, istriku yang telah berbadan dua dan menjelang minggu-minggu terakhir kehamilannya terlihat sangat payah dan sejak pagi terus meringis memegangi perutnya."Ada apa, Sayang?" tanyaku menghampirinya yang sedang menggosok sepatuku di dekat meja sepatu."Gak apa-apa, Mas, lagi kontraksi palsu aja kali," jawabnya.Kuraih sepatu dari tanganya dan menuntunnya untuk duduk, "kalo akut gak usah merepotkan diri Sayang, aku masih bisa siapkan sendiri," kataku."Meski punya asisten, Mas tahu kan, kalo dari dulu aku lebih suka menyiapkan segala keperluan suami sendiri," balasnya."Iya, tapi perutmu sudah besar dan itu membuatku kepayahan, Sayang," ucapku sambil menciumi jemarinya."Gak apa, Mas." Ia bangkit perlahan lalu beringsut menuju meja makan namun sesaat kemudian ia terlihat menghentikan kegiatannya dan terlihat tegang sambil memegangi perut buncitnya."Ada apa, Imel?" Aku mendekatinya dan kulihat buliran peluh mulai timbul dari keningnya."A-aku ga

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   35

    Aku mengenal dia di masa kuliah, gadis yang bertubuh sedikit tambun dan memiliki senyuman manis mencuri menawan hatiku. Dia sangat baik dan penuh dengan perhatian, pertama kali berjumpa dia bertanya padaku di mana lokasi perpustakan dan aku pun menunjukkan padanya, di awal pertemuan itulah hubungan kami berlanjut.Hari demi Hari berlalu dengan pertemanan yang semakin erat, aku merasa semakin hari semakin dekat padanya, Ia pun tidak pernah lupa untuk menyapa memberi perhatian kecil mengirimkan ucapan selamat pagi ditambah emoji lucu lewat ponsel juga sering mengingatkan diriku beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Jujur, hal itu membuatku menjadi sangat menyukainya. Dialah Imelda Subroto gadis yang terkenal kaya namun rendah hati di lingkungan kampus kami.Karena kedekatan itu maka kuputuskan untuk serius melamarnya, meski aku tahu aku tak punya apa-apa. Tapi, kuberjanji bahwa aku akan memberinya kebahagiaan seutuhnya."Apakah Mas yakin mau menikahiku?" tanyanya dengan raut waj

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   34

    Hari itu tanggal 12 November, dalam kesyahduan pagi yang penuh berkah.***Aku mengalami sakit kepala hebat dan entah mengapa sejak Agi tadi aku tak mengerti sebabnya. Kutinggalkan kantor dan menitipkan semua urusan lanjutan pada Mia, asisten setiaku yag kini sudah beerhijrah mengenakan pakaian syar'i dan makin Istiqomah."Mia aku pulang, ya," pamitku."Lho, Bu. Ibu mau mau kemana, kan ada rapat dengan para staf," jawabnya heran."Aku merasa mendadak pusing dan lemas," Jawabku."Bagaimana kalo kita bawa ke rumah sakit?""Ga usah aku aku pulang aja," tolakku.Baru saja akan kulangkahkan kaki keluar dari lobi utama tiba-tiba mataku berkunang kunang, telingaku berdenging lalu semuanya gelap seketika.**Kucoba membuka mata dengan sangat kuat, samar samar kulihat ruangan yang kini kupastikan adalah rumah sakit, berdinding putih, peralatan infus dan tensi, peerawat yang berlalu lalang dan bau obat, khas rumah sakit."Bu Imelda," sapa Mia yang terlihat khawatir padaku."Duh," aku berusaha b

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   33

    Musim berganti setelah sekian purnama, matahari berpendar digantikan cahaya bulan yang silih berganti seperti itu, saling menyertai, namun tidak denganku. Aku masih betah menyendiri.Kususuri ruang dalam rumah ini, kuraba dinginnya dinding yang menjulang menemaniku selama bertahun-tahun merajut hari dalam sepi. Aku kesepian, sungguh, ketika di satu sisi kesendirian itu membuatku tangguh namun saat yang bersamaan juga membuatku rapuh.Aku merindukan seseorang dalam hidupku, kerena jujur aku masih normal dan aku butuh teman berbagi, namun sekali lagi trauma luka yang terdalam itu masih membekas dan membuatku, sedikit tertutup.*Kukenakan hijab dan memasang Bros sebagai pemanis,kupulas bedak dan sedikit lisptik, meraih tas lalu bersiap menjalani rutinitasku.Gawai berdering ketika aku sedang sarapan, kuambil benda itu dari dalam tas dan melihat nama kontak yang tengah memanggil adalah Mia, asisten pribadiku selama bertahun-tahun, ia ia telah menikah dan memiliki satu orang putra dan te

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   32

    Beberapa tahun berlalu setelah perjumpaan terakhirnya dengannya. Semilir angin meniupkan ranting dan menggugurkan daun kering, menerbangkannya lalu terhemoas jatuh ke aspal jalan. Berkali kali kupandangi kejadian serupa di bangku taman ini, tempat yag kini selalu menjadi tempat favoritku untukelepas lelah taman dengan pepohonan yang tinggi dan rindang yang tak jauh dari lokasi kantorku.Peralihan musim dari kemarau ke musim hujan membuat beberapa pepohonan menggugurkan daunnya agar tidak merangas kekurangan air. Dan sinilah aku tiap sore melihat daun daun itu berguguran. Dalam cuaca seperti ini, beberpaa orang menikmatinya dengan berfoto ria dengan pasangannya, anak dengan orang tuanya, dan sebagiam lagi remaja dengan teman teman mereka berpose dengan gaya saling saling melempar daun daun kering ke udara. Sedangkan aku yang duduk di sini hanya tersenyum menatap mereka.Kubenahi jaket yang membalut tubuh, serasa angin yang berembus barusan mempermainkan anak rambut dan cukup menusukka

  • KUBALAS LUKA YANG KAU TOREHKAN   31

    Siang ini aku berniat menemui Mas Randy untuk memintanya menandatangani berkas perceraian kami, sekaligus aku ingin memberi tahunya berita duka bahwa kekasihnya telah meninggal dunia.Begitulah, setelah 25 menit berkendara dari kantor, maka sampailah aku di rutan tempat mas Randy di tahan. Ia baru di pindahkan kemari setelah kemarin sempat satu bulan ditahan di kantor polisi."Bu Imelda," sapa salah seorang petugas yang pernah kutemui di pengadilan kemarin."Ya ... Ada ada Pak?""Ibu mau kemana?""Saya akan menemui Pak Randy," jawabku."Kebetulan ini saya mau menitipkan surat," katanya sambil menyodorkan kertas beramplop coklat."Dari siapa?""Dari mendiang Nona Elea, kami menggeledah selnya dan menemukan sepucuk surat yang ditujukan pada anda dan saudara Randy," jawabnya.Kupegang amplop itu dan berkali kali kutimbang untuk membuka dan membaca isinya. Kutepikan diri sejenak di bangku koridor rutan.Kubuka sisi amplop dan mengeluarkan selembar kertas yang bertulis di sana, Dear Mbak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status