Share

BAB 2

last update Last Updated: 2024-04-02 06:19:41

Bab 2

"Mel ...!

Suara Mas Iqbal membuatku tersadar dari lamunan. Setelah melihat video rekaman tadi, aku duduk termenung di dalam kamar sampai Mas Iqbal pulang.

Hari ini warung memang tutup lebih cepat, karena tadi ada yang memborong daganganku.

"Udah sore, ya?" gumamku segera melangkah keluar dari kamar dan menjumpai Mas Iqbal yang baru pulang.

"Bikinin kopi!" perintah Mas Iqbal padaku.

Aku mengangguk tanpa mengucapkan banyak kata. "Setelah menghinaku habis-habisan dan menjadikan aku bahan olok-olok, ternyata hanya untuk membuat secangkir kopi saja masih butuh tenagaku," gerutuku dalam hati.

Melihat wajah Mas Iqbal membuatku kembali meradang, tapi aku masih berusaha untuk menahan diri. Aku memang masih kesal dan kecewa, tapi aku lebih memilih untuk tidak membuat keributan. Mungkin untuk sementara waktu, aku akan berpura-pura tidak tahu mengenai kelakuan Mas Iqbal di belakangku.

Aku ingin tahu, apa lagi yang akan dilakukan oleh Mas Iqbal tanpa sepengetahuanku. Aku yakin, ini bukan pertama kalinya Mas Iqbal mengejekku di depan teman-temannya. Mas Iqbal pasti sudah sering melakukan hal ini secara diam-diam di belakangku.

"Buruan kopinya, Mel!" teriak Mas Iqbal padaku.

Aku mengaduk gelas kopi dengan tergesa-gesa. Kemudian segera kuantarkan kopi panas tersebut ke kamar di mana Mas Iqbal sedang beristirahat.

Kulihat Mas Iqbal sedang sibuk mengotak-atik ponselnya. Sepertinya Mas Iqbal akan menelepon seseorang.

"Ini kopinya, Mas," ucapku dengan suara datar.

"Taruh aja di situ!" tukas Mas Iqbal tanpa melihat ke arahku, matanya fokus menatap ponsel.

Aku masih berdiri di dekat Mas Iqbal. Tanpa mempedulikan keberadaanku, Mas Iqbal mulai asyik berbicara dengan temannya melalui telepon.

"Lusa kita jadi pergi 'kan?" tanya Mas Iqbal pada temannya.

"Aku udah ngajak ...." Mas Iqbal tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menoleh ke arahku dan memintaku untuk menjauh.

"Kamu ngapain masih berdiri di situ? Aku lagi ada telepon penting!" bisik Mas Iqbal sembari memberi kode padaku untuk pergi meninggalkan kamar.

"Apa yang kamu rencanakan, Mas? Kamu mau pergi ke mana?" batinku penasaran.

Aku pun pergi dari hadapan Mas Iqbal, tetapi aku tidak benar-benar pergi meninggalkan kamar. Aku berdiri di depan pintu kamar kemudian menempelkan telingaku ke daun pintu. Aku ingin tahu, apa saja yang akan dibicarakan oleh Mas Iqbal dengan temannya.

"Kamu nggak akan bisa membohongi aku lagi, Mas! Mulai sekarang, aku akan mengawasimu!" gumamku.

"Aku udah ajak Bu Rosa buat ke acara pernikahannya Pak Irfan," ucap Mas Iqbal.

"Bu Rosa udah setuju kok. Lagian, nggak mungkin aku ngajak istriku pergi ke acara pernikahannya itu. Mau ditaruh di mana mukaku kalau aku ajak tukang pempek kucel dan bau amis itu? Yang ada dia cuma bikin aku malu," seru Mas Iqbal.

Kurang ajar, lagi-lagi Mas Iqbal menghinaku.

"Jadi kamu akan pergi ke acara pernikahan temen kamu sama perempuan lain, Mas!" geramku dengan suara lirih.

"Aku nggak akan ajak istriku. Aku juga nggak akan bilang sama dia kalau aku dapat undangan pernikahan dari teman," ujar Mas Iqbal lagi.

"Kalau aku ajak istriku terus orang-orang pada nanya soal dia, aku harus jawab apa? Masa' aku harus bilang kalau istriku tukang empek-empek? Mau ditaruh di mana mukaku?"

"Beda lagi kalau aku ngajak Bu Rosa. Bu Rosa 'kan cantik, fashionable, wangi lagi. Udah jelas dong Bu Rosa nggak akan malu-maluin kalau diajak pergi kondangan," imbuh Mas Iqbal diiringi gelak tawa. Suara Mas Iqbal memang tidak terlalu keras, tapi aku masih cukup jelas mendengarnya dari balik pintu kamar ini.

Mas Iqbal masih asyik berbincang dengan temannya tanpa tahu kalau aku sedang menguping di luar kamar.

"Aku ini seorang PNS, udah nggak selevel lagi dong sama penjual empek-empek, jadi aku udah nggak mau lagi pergi-pergi ngajak dia." Tambah Mas Iqbal lagi.

"Aku nggak akan bilang sama istriku, kalau aku pergi kondangan sama Bu Rosa. Paling nanti aku bilang kalau aku ada kerjaan mendadak di sekolah," sahut Mas Iqbal pada temannya.

Mas Iqbal membeberkan seluruh rencananya pada temannya itu. Tapi Mas Iqbal masih berusaha menutupi semua kebusukannya dariku.

"Udah dulu, ya. Besok kita bahas lagi di sekolah."

Sepertinya Mas Iqbal sudah mengakhiri panggilan teleponnya. Buru-buru aku menjauhkan telingaku dari daun pintu, sebelum Mas Iqbal mengetahui aku sudah menguping obrolannya.

Baru beberapa langkah aku berjalan meninggalkan pintu, tiba-tiba dari dalam kamar terdengar suara seperti orang menyemburkan air.

Byuuuur!

"Mel...! Ini kopinya kenapa asin sih!" teriak Mas Iqbal kaget campur kesal.

Aku tertawa jahat sebelum akhirnya berlalu. "Rasain kamu, Mas! Emang enak, untung cuma kucampur garam bukan sianida karena ini baru permulaan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Isabella
campur sianida biar tau rasa
goodnovel comment avatar
Ely MR
sekalian sianida......
goodnovel comment avatar
nurdianis
kasih pelajaran deh suami seperti itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 102

    Sudah kuduga, setelah istri Mas Bima tahu kebenaran tentang Yumna, Mas Bima pasti akan langsung menemuiku. Aku tidak tahu bagaimana Mas Bima bisa menemukanku. Aku sengaja tidak muncul di kedai cabang baru, karena aku takut Mas Bima akan mendatangiku ke sana. Namun, ternyata menghindari tempat itu tak bisa menjamin aku akan aman dari Mas Bima. Semakin aku menghindar dari Mas Bima, justru aku makin mudah dipertemukan dengan laki-laki itu."Aku udah nyari kamu kemana-mana," ucap Mas Bima padaku. "Ada banyak hal yang harus kita bicarakan."Aku menatap Mas Bima dengan penuh waspada. "Kamu mau tanya soal anakku lagi?""Anak kamu? Anak itu bukan cuma anak kamu 'kan, tapi anakku juga. Aku nggak impoten! Aku masih bisa punya anak!" seru Mas Bima.Aku segera menghubungi Mas Iqbal dan memberitahu tentang pertemuanku dengan Mas Bima. Aku bergegas mencari tempat yang ramai untuk berbicara dengan Mas Bima untuk mencegah Mas Bima melakukan ha

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 101

    Kupikir, aku sudah berhasil lepas dari Mas Bima. Tapi entah kenapa, sampai saat ini bayang-bayang Mas Bima masih saja mengusikku.Aku datang ke kedai hanya untuk memberikan makan siang, tapi aku justru mendapat kejutan tak terduga. Begitu sampai di sana, aku langsung disambut oleh seorang wanita dengan wajah yang cukup familiar"Aku baru aja mau menghubungimu," ujar Mbak Ratih. "Kamu urus dulu tamu kamu."Aku mematung di pintu. Wanita yang menatapku saat ini tak lain ialah istri baru Mas Bima."Bisa kita bicara sebentar?""Ada perlu apa, ya?" tanyaku dengan wajah sedatar mungkin. Mana bisa aku menyambut tamu tak diundang itu dengan wajah ramah. Aku tidak mau berhubungan lagi dengan Mas Bima, tapi orang-orang di rumah Mas Bima justru terus mendatangiku."Ada hal penting yang ingin saya bahas."Mas Iqbal dan Ibu ikut duduk di dekatku. Istri baru Mas Bima itu tetap melanjutk

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 100

    "Anak Mas Arul sakit apa? Sekarang keadaannya gimana?" Pertemuanku dan Mas Arul tak berhenti sampai di sini. Kami berbincang banyak, membahas tentang kondisi keluarga Mas Arul. Ternyata memang benar, kehidupan Mas Arul masih belum berubah. Bahkan, Mas Arul makin kesulitan mencari nafkah setelah memutuskan berhenti menjadi kaki tangan Juragan Basri. Sampai saat ini, Mas Arul dan Mbak Lia masih belum mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka bahkan kesusahan mengumpulkan keuntungan dari hasil berjualan di pelabuhan. "Jualan di pelabuhan sekarang susah, Mbak. Ada banyak pesaing, ditambah minat pembeli yang makin berkurang. Saya sampai nggak mampu bawa Roni ke dokter," ungkap Mas Arul dengan wajah sendu. Mendengar cerita Mas Arul membuatku iba dan tak tega. Setelah memberikan empek-empek, aku pun menawarkan diri untuk mengantar Mas Arul pulang. Aku ingin bertemu dengan keluarga Mas Arul,

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 99

    "Jangan ngomong sembarangan ya, Mas! Anakku sama sekali nggak mirip sama kamu!"Aku makin panik. Aku tidak akan membiarkan Mas Bima tahu soal Yumna."Ini anak aku sama Mas Iqbal. Anak ini nggak ada hubungannya sama kamu!" tegasku."Berapa umur anak ini? Udah berapa lama kamu nikah sama Iqbal?" tanya Mas Bima.Aku segera pergi meninggalkan Mas Bima tanpa menjawab pertanyaan darinya. Kalau Mas Bima tahu aku baru menikah dengan Mas Iqbal beberapa bulan lalu, jelas Mas Bima akan langsung paham kalau Yumna bukanlah anak Mas Iqbal."Nayna, aku belum selesai bicara sama kamu!" seru Mas Iqbal."Aku sama kamu udah nggak punya urusan apa-apa lagi. Aku sama kamu udah punya kehidupan masing-masing, jadi tolong jangan ganggu ketenangan aku lagi!"Hari ini mungkin aku bisa melarikan diri dari Mas Bima. Namun, jika nanti aku sampai bertemu dengan Mas Bima lagi, mungkin aku tidak akan bisa kabur.

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 98

    Mas Bima terus menatap ke arah putriku. Mungkinkah Mas Bima sudah mulai curiga? Tapi Mas Bima tidak mungkin bisa langsung tahu kalau Yumna adalah anaknya. Mas Bima tidak tahu bagaimana kabarku, jadi Mas Bima juga tidak akan tahu kalau aku mengandung anaknya setelah kami berpisah."Kamu kabur dari Juragan Basri, ya? Kamu lebih memilih suami miskin, makanya sekarang kamu kerja di kedai kecil kayak gini?" cibir Mas Bima padaku."Siapa yang kamu sebut suami miskin?" sentak Mas Iqbal, "sekarang kedai ini memang masih kecil, tapi aku akan membuat kedai ini menjadi besar sesegera mungkin.""Kedai ini punya suamiku, Mas," ungkapku, "memang suamiku belum jadi juragan, tapi aku akan menemani suamiku sampai bisa jadi seorang juragan."Mas Bima membelalakkan mata. Setelah mengejekku, Mas Bima pasti terkejut saat tahu kalau kedai empek-empek ini adalah milik suamiku."Bima, kamu ngobrol sama siapa?"Seseorang tib

  • KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA    BAB 97

    Tawaranku mendapat sambutan baik dari Mbak Ratih. Mulai hari ini, Mbak Ratih akan menjadi pegawai di kedai empek-empek yang baru saja aku buka di Tangerang.Mas Iqbal mendukung penuh keputusanku, dan ikut membantu menyediakan tempat tinggal bagi Mbak Ratih untuk sementara waktu. Mbak Ratih akan menjadi orang kepercayaanku untuk mengurus cabang-cabang kedai yang ada di wilayah Tangerang."Bu, udah siap belum? Ayo, kita harus berangkat ke kedai sekarang," ajakku pada Ibu.Hari ini, aku dan Mas Iqbal akan pergi ke kedai empek-empek bersama dengan Ibu dan Yumna. Karena kedai yang kami buka di Tangerang masih sangat baru, jadi aku dan Mas Iqbal harus memberikan perhatian khusus sampai kedai kami memperoleh angka penjualan yang stabil. "Yumna, hari ini bantuin Mama jaga kedai, ya? Kita bantu Tante Ratih jualan empek-empek," ocehku pada putriku.Untuk menebus rasa bersalahku pada Yumna karena aku terus sibuk selama bebe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status