Share

KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA
KUHANCURKAN KARIR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA
Penulis: Triyani Soeyatno

BAB 1

Bab 1

Mataku membulat sempurna menatap ponsel yang ada di tanganku. Saat ini aku tengah melihat sebuah video yang dikirim oleh nomor tak dikenal. Dalam video itu tampak suamiku––Mas Iqbal dan teman-teman seprofesinya yang masih mengenakan seragam PNS sedang berada di sebuah kafe.

"Pak Iqbal mukanya kusut banget, kayak baju yang belum disetrika. Setiap kali mau pulang, pasti deh mukanya kelihatan bete. Emang kenapa sih, Pak?" tanya salah satu teman Mas Iqbal.

"Sebenarnya saya malas pulang, Pak. Nggak betah saya di rumah, soalnya yang di rumah itu makin lama makin kelihatan kucel, mana bau amis lagi."

Deg!

Aku sangat terkejut mendengar jawaban Mas Iqbal. Apa maksudnya dia bicara seperti itu?

"Emangnya sebau apa sih istrinya, sampai Pak Iqbal ilfil begitu," sahut teman Mas Iqbal yang lain.

"Pokoknya bau banget, Pak. Kalian pasti nggak akan sanggup deh, dekat-dekat sama istri saya. Setiap hari dia 'kan pegang ikan dan telur terus. Baunya itu bikin mual, saya aja sampai mau muntah kalau dekat lama-lama sama dia," ungkap Mas Iqbal dengan ekspresi jijik.

Ya Allah, jadi seperti ini kelakuan Mas Iqbal di belakangku. Tega sekali dia menggunjing dan menjelek-jelekkan aku di depan teman-temannya.

Refleks kucium baju dan badanku sendiri. Apa benar, aku bau amis seperti yang dikatakan oleh suamiku barusan?

Tidak! Mana ada tubuh dan pakaianku bau amis. Walaupun hampir setiap hari aku berkecimpung dengan bahan pembuatan empek-empek, tapi bukan berarti badan dan bajuku jadi bau amis. Tentu saja karena aku selalu berusaha menjaga kebersihan.

"Istrinya suruh mandi kembang, Pak, biar wangi," celetuk teman Mas Iqbal sambil terkekeh. Sungguh, ingin rasanya kusumpal mulutnya yang busuk itu.

"Emangnya Pak Iqbal nggak mampu beliin minyak wangi buat istrinya?" sahut yang lain seolah sengaja menyiram bensin diatas api yang sedang berkobar.

"Keteknya bau juga nggak, Pak?" kelakar yang lain diiringi gelak tawa.

"Jangankan ketek. Nafasnya aja bau banget!" seru Mas Iqbal yang membuatku semakin meradang.

Tanganku terkepal, dadaku naik turun karena aku begitu emosi mendengar kalimat demi kalimat penuh hinaan yang sangat menyakiti hatiku.

Kurang ajar mereka semua, laki-laki bermulut sampah. Padahal mereka adalah seorang guru yang harusnya bersikap baik dan menjadi teladan. Apalagi Mas Iqbal, suami macam apa dia? Bisa-bisanya aku mendengar kalimat penuh hinaan dari mulut suamiku sendiri. Seseorang yang selama ini paling dekat dan paling aku sayang karena hanya dia yang aku miliki setelah kedua orang tuaku meninggal.

Apa sebenarnya maksud dan tujuan Mas Iqbal berkata seperti itu? Dia menghinaku, meledekku, dan merendahkan harga diriku dengan menjadikan aku bahan olok-olok di depan teman-temannya. Bukankah seharusnya seorang suami tidak melakukan hal seperti itu? Apa pantas seorang suami menggunjing istrinya sendiri di depan orang lain?

"Tapi kok Pak Iqbal masih ngasih izin Bu Melati buat jualan empek-empek? Kan sekarang Pak Iqbal udah jadi PNS, emang nggak malu istrinya masih jualan jajanan kayak gitu?"

"Sebenarnya saya malu, Pak. Tapi mau bagaimana lagi kalau dia maunya begitu. Saya udah larang tapi dia masih kekeuh mau jualan, katanya lumayan buat tambah-tambah. Ngeselin banget 'kan punya istri kayak gitu."

Oh, jadi selama ini Mas Iqbal malu aku jualan empek-empek? Oke, kalau begitu mulai besok aku nggak akan jualan lagi. Kita lihat saja, apa kamu bisa menanggung semua biaya kebutuhan sehari-hari kita.

Ya, selama ini aku bekerja banting tulang dengan berjualan empek-empek bukan tanpa sebab. Itu karena aku harus menanggung biaya hidup kami sehari-hari. Sedangkan gaji Mas Iqbal selalu diberikannya pada ibu dan adik perempuannya yang saat ini masih kuliah.

Lalu aku harus bagaimana? Apa harus diam saja tanpa melakukan apapun demi dapur bisa selalu ngebul? Bukannya berterima kasih karena aku sudah berusaha meringankan bebannya, dia malah menghina dan merendahkan harga diriku.

Mungkin sekarang karena sudah merasa hebat, Mas Iqbal merasa malu dengan pekerjaanku sebagai penjual jajanan khas Palembang. Tapi apa dia lupa, siapa yang bekerja keras banting tulang demi membiayai kuliahnya agar karirnya bisa naik jenjang?

Dasar suami tak tahu diri. Apa ini yang dinamakan kacang lupa kulitnya?

Sungguh aku tak habis pikir dengan kelakuan Mas Iqbal. Tapi jangan harap aku akan diam saja diperlukan seperti ini. Akan aku perlihatkan sisi lain dari seorang Melati.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Isabella
suami keparat ....semoga dpt karma imbas ke adiknya
goodnovel comment avatar
nurdianis
suami yang ndak baik aklak nya, di tendang aja..
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki kere samph mulutnya sumpal pake petasan di kasih korek ,jdi pns berapa si gajinya songong hrs di pecat ,bersyukur punya usaha wanita bisa lebih sukses
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status