Bab 7"Jadi ini acaranya udah selesai 'kan, Mba?" tanya Mba Mita pada kakaknya."Iya, udah kok. Kamu mau pulang duluan, Mit?" "Iya nih, takutnya anak-anak nyariin. Nggak apa-apa kan, Mel, kami pulang duluan?" Mba Mita menatapku."Oh iya, nggak apa-apa, Mba. Terima kasih banyak ya." Mba Mita dan suaminya berdiri dari tempat duduknya."Kami yang seharusnya berterima kasih. Makasih banyak ya, Mel, semua makanan buatan kamu enak banget. Alhamdulillah rasa rindu ini bisa sedikit terobati, karena masakan kamu itu mirip banget sama masakan almarhumah ibu kami." Mba Mita mendekat, kemudian dia memelukku. Sepertinya dia benar-benar sedang rindu pada almarhumah ibunya, sekilas tadi kulihat matanya tampak berkaca-kaca.Aku membalas pelukan Mba Mita. Dalam hal ini sepertinya kami sama, karena aku pun akan melakukan hal serupa bila rasa rindu itu datang. Biasanya aku akan memasak makanan yang dulu sering kubuat bersama almarhumah ibu.Seperti kata Mba Mita, setidaknya rasa rindu bisa sedikit tero
Bab 8"Mel, ayo kita turun," ajak Mba Mira.Walau sempat ragu dan dengan tangan sedikit gemetar akhirnya aku membuka pintu mobil, kemudian menyusul Mba Mira yang sudah turun lebih dulu.Jantungku semakin berdebar saat kami mulai melangkah memasuki gedung balai rakyat, yang meskipun tidak mewah tapi tempatnya cukup luas untuk orang dari kalangan biasa sepertiku.Mba Mira langsung mengisi buku tamu, aku hanya berdiri di sampingnya dengan mata yang mulai memindai keadaan sekitar. Di parkiran tadi mataku sempat mencari keberadaan motor Mas Iqbal, tetapi sejauh mata memandang aku tidak menemukan kendaraan yang setiap hari selalu dipakai oleh suamiku itu.Apa mungkin nama mempelai laki-lakinya hanya kebetulan sama? Atau Mas Iqbal sudah datang dan sekarang dia sudah pulang? Atau, bisa juga Mas Iqbal dan teman-temannya malah belum sempat datang.Ah, memikirkannya malah membuat kepalaku jadi pusing.Setelah Mba Mira memasukkan amplop ke kotak uang, kami berempat pun akhirnya masuk yang langsun
Bab 9Mas Iqbal keluar dari antrian, kemudian berjalan mendekat."M-melati, i-ini benaran kamu?" Mas Iqbal terpana. Dia menatapku dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas lagi.Aku tidak mempedulikan ucapan Mas Iqbal, malah membuang pandangan ke arah lain. "Tega kamu, Mas.""Maksud kamu apa? Terus kamu ngapain di sini?" bisik Mas Iqbal seolah takut ada yang mendengar obrolan kami. Aku yakin sebenarnya hati Mas Iqbal sedang kebat-kebit, tapi ternyata dia sangat lihai bersandiwara. Mas Iqbal begitu cepat menguasai keadaan."Kamu sendiri lagi ngapain di sini, Mas? Bukannya kemarin kamu bilang lagi banyak kerjaan di sekolah?" "Aku memang lagi banyak kerjaan. Ini aku sengaja mampir sebentar sekalian pulang. Cuma sekedar hadir, masa iya teman nikah aku nggak datang. Apa kata teman-temanku nanti," kilah Mas Iqbal."Tapi kamu datang ke acara ini dengan perempuan lain, Mas. Apa itu pantas?" sahutku sambil melirik perempuan yang tadi bersama Mas Iqbal. Perempuan itu bersikap cuek, seolah ta
Bab 10Setelah makan malam, seperti biasanya Mas Iqbal akan masuk ke ruang kerjanya. Entah apa saja sebenarnya yang dia lakukan di dalam sana, aku tidak tahu pasti. Namun akhir-akhir ini aku perhatikan Mas Iqbal semakin betah berada di ruangan itu. Dan biasanya dia baru akan meninggalkan ruangan itu dan masuk ke dalam kamar tidur menjelang tengah malam."Tunggu sampai besok, setelah itu aku akan tahu apa aja yang kamu lakukan di dalam sana, Mas. Mulai besok aku akan mengawasimu, sekarang aku hanya perlu bersabar sedikit lagi," gumamku sesaat setelah Mas Iqbal menghilang di balik pintu ruang kerjanya.Malam ini ada satu misi yang akan aku lakukan. Aku hanya perlu menunggu sampai Mas Iqbal tertidur pulas, setelah itu aku akan mulai beraksi.Waktu terasa begitu lambat, agar tetap terjaga aku sudah minum segelas kopi. Misi ini harus berhasil, dan aku tidak boleh sampai ketiduran.Aku hampir saja putus asa, karena hingga jam 12 malam lewat Mas Iqbal belum juga masuk ke dalam kamar. Atau ja
Bab 11"Kamu lagi ngapain sih, Mel?"Jantungku seakan mau copot rasanya mendengar pertanyaan Mas Iqbal. Dalam hati aku juga merutuki kecerobohanku sendiri, kenapa pula harus pakai menendang tempat sampah segala. Cerobohnya ...."A-aku haus, Mas, mau ambil minum. Tapi karena ngantuk banget, nggak sengaja nabrak tempat sampah. Maaf ya, gara-gara keteledoranku, tidur kamu jadi terganggu." Dengan suara yang dibuat sememelas mungkin kutunjukkan wajah penuh penyesalan. Lalu cepat-cepat kusambar botol air dan menuangkannya ke dalam gelas, kemudian meminumnya sampai habis."Kirain tadi apaan, ganggu orang tidur aja. Udah buruan tidur lagi, ini masih terlalu malam untuk bikin keributan," omelnya seraya merubah posisi tidur dari telentang menjadi menyamping, kini posisi Mas Iqbal jadi memunggungiku.Mas Iqbal tampak begitu kesal, sepertinya dia benar-benar merasa terganggu, apalagi dia memang baru tidur beberapa menit yang lalu."Iya," sahutku sekedarnya. Lalu aku mengeluarkan ponsel Mas Iqbal
Bab 12Setelah pegawai toko elektronik yang memasang CCTV pulang, aku mulai bersiap untuk berangkat ke kafe. Ya, mulai hari ini aku akan membuat empek-empek dan beberapa macam kue khas Palembang di kafe milik Mba Sri."Ini hari pertamaku bekerja, aku harus semangat," gumamku.Sebelum berangkat, aku memastikan sekali lagi semua CCTV sudah terpasang di tempat yang benar. Tak butuh waktu lama untuk bersiap, karena aku hanya memakai riasan yang simpel. Aku memang tidak suka memakai make up yang mencolok. Untuk OOTD hari ini aku hanya memakai one set dan tas selempang kecil.Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku sudah sampai di kafe. Khusus hari ini aku memang datang agak siang, karena tadi harus menunggu orang yang akan memasang CCTV terlebih dahulu. Tapi mulai besok aku akan datang lebih pagi. Setidaknya lima belas menit atau dua puluh menit setelah Mas Iqbal berangkat ke tempatnya mengajar. Dan aku harus sudah pulang sebelum Mas Iqbal sampai di rumah. Alhamdulillah semua itu sudah men
Bab 13"Akhirnya sampai juga."Aku membuka pintu rumah dan ternyata ada Mas Iqbal duduk di ruang tamu. Entah sedang apa dia di sana, tumben sekali. Apa iya, Mas Iqbal sengaja menunggu kepulanganku?Setelah mengucapkan salam, aku melenggang masuk walaupun Mas Iqbal tak menjawab salamku. Sempat kulirik jam dinding yang tergantung di salah satu sisi tembok, ternyata sudah jam 6 lewat 10 menit. Berarti sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang.Mas Iqbal menatap ke arahku dengan tatapan tajam. Wajahnya masam dan terlihat kesal."Bagus ya, jam segini baru pulang!" ucap Mas Iqbal tiba-tiba.Aku baru akan melangkah ke kamar, namun langkahku terhenti mendengar ucapan Mas Iqbal."Kenapa, Mas?" tanyaku tanpa rasa bersalah."Kenapa, kamu bilang? Aku nungguin kamu dari tadi. Katanya cuma sebentar, tapi kenapa udah gelap gini baru pulang?" omel Mas Iqbal."Sebenarnya kamu kelayapan ke mana aja, sih? Kamu itu perempuan dan udah nikah. Apa pantas keluyuran sampai malam begini?" sambungnya lagi.
Bab 14Seperti biasanya Mas Iqbal baru masuk ke dalam kamar menjelang tengah malam. Untungnya aku sudah menyimpan ponselku dan berbaring di tempat tidur sebelum Mas Iqbal memergokiku."Kamu belum tidur?" tanya Mas Iqbal sebelum aku sempat memejamkan mata."Ini baru mau tidur.""Buruan tidur, biar besok nggak kesiangan." Mas Iqbal berbaring di sampingku kemudian memejamkan mata. Tak butuh waktu lama dia pun terlelap dan berpindah ke alam mimpi."Cepet banget ngoroknya," gerutuku seraya menoleh ke arah Mas Iqbal yang sudah mendengkur.Aku menguap, tubuhku terasa penat. Sudah waktunya bagiku untuk beristirahat juga. Misiku memata-matai Mas Iqbal hari ini sudah selesai."Besok aku harus bangun pagi," gumamku sembari menoleh ke arah jam dinding sebelum tidur.Namun, baru sekitar 5 menit aku memejamkan mata, tiba-tiba aku mendengar suara aneh. Refleks aku membuka mata dan langsung menoleh ke arah Mas Iqbal."Ros ...."Mas Iqbal memeluk guling dengan erat, sembari menyebut nama Rosa. Seperti