Bab 10Setelah makan malam, seperti biasanya Mas Iqbal akan masuk ke ruang kerjanya. Entah apa saja sebenarnya yang dia lakukan di dalam sana, aku tidak tahu pasti. Namun akhir-akhir ini aku perhatikan Mas Iqbal semakin betah berada di ruangan itu. Dan biasanya dia baru akan meninggalkan ruangan itu dan masuk ke dalam kamar tidur menjelang tengah malam."Tunggu sampai besok, setelah itu aku akan tahu apa aja yang kamu lakukan di dalam sana, Mas. Mulai besok aku akan mengawasimu, sekarang aku hanya perlu bersabar sedikit lagi," gumamku sesaat setelah Mas Iqbal menghilang di balik pintu ruang kerjanya.Malam ini ada satu misi yang akan aku lakukan. Aku hanya perlu menunggu sampai Mas Iqbal tertidur pulas, setelah itu aku akan mulai beraksi.Waktu terasa begitu lambat, agar tetap terjaga aku sudah minum segelas kopi. Misi ini harus berhasil, dan aku tidak boleh sampai ketiduran.Aku hampir saja putus asa, karena hingga jam 12 malam lewat Mas Iqbal belum juga masuk ke dalam kamar. Atau ja
Bab 11"Kamu lagi ngapain sih, Mel?"Jantungku seakan mau copot rasanya mendengar pertanyaan Mas Iqbal. Dalam hati aku juga merutuki kecerobohanku sendiri, kenapa pula harus pakai menendang tempat sampah segala. Cerobohnya ...."A-aku haus, Mas, mau ambil minum. Tapi karena ngantuk banget, nggak sengaja nabrak tempat sampah. Maaf ya, gara-gara keteledoranku, tidur kamu jadi terganggu." Dengan suara yang dibuat sememelas mungkin kutunjukkan wajah penuh penyesalan. Lalu cepat-cepat kusambar botol air dan menuangkannya ke dalam gelas, kemudian meminumnya sampai habis."Kirain tadi apaan, ganggu orang tidur aja. Udah buruan tidur lagi, ini masih terlalu malam untuk bikin keributan," omelnya seraya merubah posisi tidur dari telentang menjadi menyamping, kini posisi Mas Iqbal jadi memunggungiku.Mas Iqbal tampak begitu kesal, sepertinya dia benar-benar merasa terganggu, apalagi dia memang baru tidur beberapa menit yang lalu."Iya," sahutku sekedarnya. Lalu aku mengeluarkan ponsel Mas Iqbal
Bab 12Setelah pegawai toko elektronik yang memasang CCTV pulang, aku mulai bersiap untuk berangkat ke kafe. Ya, mulai hari ini aku akan membuat empek-empek dan beberapa macam kue khas Palembang di kafe milik Mba Sri."Ini hari pertamaku bekerja, aku harus semangat," gumamku.Sebelum berangkat, aku memastikan sekali lagi semua CCTV sudah terpasang di tempat yang benar. Tak butuh waktu lama untuk bersiap, karena aku hanya memakai riasan yang simpel. Aku memang tidak suka memakai make up yang mencolok. Untuk OOTD hari ini aku hanya memakai one set dan tas selempang kecil.Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku sudah sampai di kafe. Khusus hari ini aku memang datang agak siang, karena tadi harus menunggu orang yang akan memasang CCTV terlebih dahulu. Tapi mulai besok aku akan datang lebih pagi. Setidaknya lima belas menit atau dua puluh menit setelah Mas Iqbal berangkat ke tempatnya mengajar. Dan aku harus sudah pulang sebelum Mas Iqbal sampai di rumah. Alhamdulillah semua itu sudah men
Bab 13"Akhirnya sampai juga."Aku membuka pintu rumah dan ternyata ada Mas Iqbal duduk di ruang tamu. Entah sedang apa dia di sana, tumben sekali. Apa iya, Mas Iqbal sengaja menunggu kepulanganku?Setelah mengucapkan salam, aku melenggang masuk walaupun Mas Iqbal tak menjawab salamku. Sempat kulirik jam dinding yang tergantung di salah satu sisi tembok, ternyata sudah jam 6 lewat 10 menit. Berarti sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang.Mas Iqbal menatap ke arahku dengan tatapan tajam. Wajahnya masam dan terlihat kesal."Bagus ya, jam segini baru pulang!" ucap Mas Iqbal tiba-tiba.Aku baru akan melangkah ke kamar, namun langkahku terhenti mendengar ucapan Mas Iqbal."Kenapa, Mas?" tanyaku tanpa rasa bersalah."Kenapa, kamu bilang? Aku nungguin kamu dari tadi. Katanya cuma sebentar, tapi kenapa udah gelap gini baru pulang?" omel Mas Iqbal."Sebenarnya kamu kelayapan ke mana aja, sih? Kamu itu perempuan dan udah nikah. Apa pantas keluyuran sampai malam begini?" sambungnya lagi.
Bab 14Seperti biasanya Mas Iqbal baru masuk ke dalam kamar menjelang tengah malam. Untungnya aku sudah menyimpan ponselku dan berbaring di tempat tidur sebelum Mas Iqbal memergokiku."Kamu belum tidur?" tanya Mas Iqbal sebelum aku sempat memejamkan mata."Ini baru mau tidur.""Buruan tidur, biar besok nggak kesiangan." Mas Iqbal berbaring di sampingku kemudian memejamkan mata. Tak butuh waktu lama dia pun terlelap dan berpindah ke alam mimpi."Cepet banget ngoroknya," gerutuku seraya menoleh ke arah Mas Iqbal yang sudah mendengkur.Aku menguap, tubuhku terasa penat. Sudah waktunya bagiku untuk beristirahat juga. Misiku memata-matai Mas Iqbal hari ini sudah selesai."Besok aku harus bangun pagi," gumamku sembari menoleh ke arah jam dinding sebelum tidur.Namun, baru sekitar 5 menit aku memejamkan mata, tiba-tiba aku mendengar suara aneh. Refleks aku membuka mata dan langsung menoleh ke arah Mas Iqbal."Ros ...."Mas Iqbal memeluk guling dengan erat, sembari menyebut nama Rosa. Seperti
Bab 15Aku duduk termenung, setelah bertemu dengan Bu Dahlia tadi pagi pikiranku jadi tidak fokus. Kata-kata ibu mertua terus terngiang bagai kaset yang diputar berulang-ulang. Sakit sekali rasanya jika aku ingat kembali semua hinaan dari perempuan yang telah melahirkan suamiku itu."Aku nggak boleh begini terus. Aku harus buktikan pada semua orang kalau aku nggak seperti yang mereka katakan," gumamku berusaha menyemangati diri sendiri.Aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri untuk mengubah hidupku. Ucapan dan tatapan meremehkan akan aku jadikan cambuk untuk meraih impian dan cita-citaku. Mulai sekarang aku akan bekerja lebih giat agar aku bisa membuat mereka berhenti merendahkan aku."Memangnya kenapa kalau aku cuma lulusan SMA? Walaupun aku tidak kuliah, aku yakin aku juga bisa sukses. Suatu saat nanti, aku pasti akan buktikan pada mereka yang telah meremehkan aku hari ini," batinku penuh semangat.Aku segera bangkit dari kursi, ini bukan waktunya untuk bersantai. Aku harus kemba
Bab 16Tok tok tok! Terdengar suara ketukan di pintu kamar. Bisa ditebak, sudah pasti itu Mas Iqbal."Jam segini baru pulang," gerutuku lirih.Pintu depan memang sudah aku kunci, tapi Mas Iqbal membawa kunci cadangan, sehingga dia tidak perlu membangunkan aku untuk masuk ke dalam rumah. Namun dia tidak akan bisa masuk ke dalam kamar tidur, karena dia tidak memiliki kunci cadangannya. Dan aku memang sengaja mengunci pintu kamar agar dia tidak bisa masuk. Malam ini aku tidak akan membiarkan Mas Iqbal masuk dan tidur di sampingku.Mas Iqbal terus mengetuk pintu kamar dan memanggil-manggil namaku. Meskipun aku mendengarnya, tapi aku tidak mau membukakan pintu untuk Mas Iqbal. Biar saja dia tidur di luar. Aku ingin memberikan pelajaran untuk suamiku yang ganjen itu."Melati, buka pintunya!" teriak Mas Iqbal dari luar kamar. "Kamu udah tidur ya? Kenapa kamu kunci pintunya?" Mas Iqbal terus menggerutu, tapi aku tetap tidak mau membuka pintu.Aku kesal pada Mas Iqbal. Bagaimana aku tidak ma
Bab 17Prang! Mas Iqbal membanting gelas ke lantai. Aku benar-benar terkejut hingga membuat tubuhku gemetaran saat melihat gelas yang hancur berkeping-keping."Maksud kamu apa? Kamu nuduh aku selingkuh?" tanya Mas Iqbal."Aku cuma tanya sama kamu! Kalau memang Rosa itu cuma teman biasa, buat apa kamu ajak dia main ke rumah Ibu?""Kamu apa-apaan? Kenapa kamu larang-larang aku bawa teman pulang ke rumah Ibu?""Jelas aku melarang kamu, Mas! Teman yang kamu bawa itu perempuan!" teriakku. "Gimana kalau situasinya dibalik? Gimana kalau aku yang bawa pulang teman laki-laki ke rumah Ibu aku? Apa menurut kamu itu pantas? Apa kamu nggak akan marah kalau aku bawa pulang laki-laki lain tanpa sepengetahuan kamu?"Mas Iqbal kembali menendang meja. "Cerewet! Aku nggak mau lagi ngomong sama kamu! Lagian kamu mau bawa pulang laki-laki ke mana, ke kuburan? Ibu kamu 'kan udah mati!""Aku nggak suka kamu deket-deket sama perempuan itu!" ucapku."Kamu nggak berhak larang-larang aku! Jangan pernah ikut ca