Share

KUIKLASKAN SUAMIKU UNTUKMU
KUIKLASKAN SUAMIKU UNTUKMU
Author: Novilia Permatasari

BAB I Firza Agatha

Pagi ini terlihat mendung setelah semalam hujan deras mengguyur. Rasanya dingin, sejuk, dan segar tentunya. Dan kalau cuacanya terus seperti ini paling enak memang menarik selimut dan lalu melanjutkan tidur lagi. Meskipun suara dari luar kamar sangat berisik, tapi aku tetap merasa nyaman berada di atas kasur sambil memejamkan mata, sedikit demi sedikit menyelesaikan mimpi yang entah kenapa sejak tadi belum juga selesai.

Hingga tiba-tiba, sepertinya atap rumahku bocor. Wajahku terkena air, makin lama makin banyak.

“Astaga ini anak dari tadi dipanggil nggak bangun-bangun. Diciprat-cipratin air juga nggak mau bangun. Maunya diapain? Digerojok air, hah? Sayang kasurnya, Nak. Kamu itu udah gede, udah seharusnya nikah. Masak iya nanti mama masih ciprat-cipratin air ke mukamu? Kan malu mama sama suamimu, Nak.”

Setiap pagi kalimat itulah yang aku dengar. Entah kenapa mama kalau membangunkanku kalimatnya itu itu aja diulang-ulang setiap hari sampai mungkin tetangga yang mendengar aja hafal. Kadang aku bertanya-tanya apakah emak-emak di seluruh antero dunia juga suka begitu? Atau hanya mamaku saja.

“Iya Mama.. Enggak usah bawa-bawa suami. Nanti orang takut buat nikahin anaknya Mama. Takut sama calon mertuanya yang galak“, kataku sambil bergelotan manja di pelukan mama.

“Makanya cepetan bangun Nak, mandi, sarapan, terus berangkat kerja. Kalau kamu telat nanti gajinya dipotong lo.”

“Siap bosque”, kataku sambil menaruh telapak tangan di alis mata kananku memberikan hormat untuk mama. Kemudian aku berlalu ke kamar mandi untuk mandi dan segala pekerjaan yang bisa dilakukan di kamar mandi. Dan mamaku? Mama tidak keluar kamar, dengan kekuatan supernya mama menata sprei, bantal guling, dan banyak lagi, sambil ngomel. Dan kalimat omelannya juga masih saja sama dari omelan kemarin. Yah begitulah mamaku. Mama tercintaku.

“Firza.. nanti pulang kerja kamu mampir ke tokonya Abah Mujib ya, tolong mama beliin gula dua kilo, teh, kopi yang mereknya ABCD, tepung terigu merk Ajib eh jangan yang merk Sip aja dua kilo, terus garam, kecap yang merk Gunting ingat yang merk Gunting jangan salah lo fir, kemarin kamu beliinnya merk Kertas, @@@@@@@@. “

“ OK Ma.. Firza sudah hafal. Firza berangkat ya.. Bye mama.. “, kataku sambil mencium punggung tangan mama dan cepat-cepat berlalu.

Bukannya aku tidak mempedulikan apa perintah mama, aku memang udah hafal sama daftar belanjaan mama, merk barang belanjaan mama, dan juga seberapa banyak belinya. Pernah sih keliru belanjanya, tapi tidak masalah paling hanya diomelin.

Firza Agatha, inilah aku. Namaku adalah pemberian almarhum papa. Papa meninggal saat aku masih berusia 5 tahun. Setelah kepergian papa, mama tidak mau menikah lagi. Meskipun mama juga sadar kalau hidupnya tidak sempurna tanpa suami, tetapi mama tetap bersikukuh ingin membesarkanku dengan perjuangannya sendiri.  Untungnya alamarhum papa memiliki sedikit tabungan yang bisa mama gunakan untuk memulai usahanya. Dengan perjuangan keras dan hanya seorang diri, mama akhirnya mampu memberikan aku hidup yang layak tanpa kekurangan dan bisa menyekolahkanku hingga lulus S2. Memang berat jalan hidup yang harus dilalui mama, tetapi mama tidak pernah mengeluh. Mama selalu tersenyum dihadapanku, mama selalu berusaha menjadi seorang ibu dan ayah yang ideal buatku. Tak jarang lamaran dari seorang pria kepada mama datang, tapi dengan halus mama selalu menolak. Saat aku tanya kenapa jawabannya selalu sama, tidak ada yang bisa lebih baik dari papa untuk bisa menjadi suami mama dan menjadi papa kamu.

Saat ini aku bisa dikatakan gila kerja. Bagaimana tidak, sejak lulus S2 dan bekerja di perusahaan tempat kerjaku sekarang aku jadi sangat sibuk. Keluar kota, lembur sampai malam, adalah makanan sehari-hari bagiku. Sebagai salah satu tenaga ahli diperusahaan ini atasanku sering mempercayakan beberapa proyek untuk aku handle. Dan hasilnya pun juga cukup membuat beliau bangga.

Makanya, Diusia 28 ini aku masih betah untuk sendiri alias jomblo. Sepertinya aku sampai tidak punya waktu buat mikir jodoh.  Eitss, jangan salah bukannya enggak laku, laku kok. Banyak cowok di luaran sana yang mendekatiku. Aku enggak nolak, tetapi selalu saja tidak pas. Karena aku ingin saat aku menemukan seseorang yang cocok langsung nikah saja, tidak perlu main-main. Lagipula menurutku hal yang semacam itu tidak bisa buat dijadikan mainan. Jadi kalau ada cowok yang mendekatiku cuma buat main-main saja, tidak aku ladenin. Mungkin hal seperti inilah yang membuatku sampai saat ini masih sendiri.

Aku memarkirkan mobilku dengan rapi di tempat parkir kantorku. Kemudian berjalan dengan santai menuju lobby kantor.

“Firza.. Firza.. Firza..”

Nah, kalau yang panggil-panggil ini namanya Rani. Dia teman SMAku, udah lama hilang kontak tahu-tahu bertemu lagi dikantor ini dan pastinya dia bawahanku,hehe..

“Bisa gak sih gak pake teriak”, serangku sambil membalikkan badanku ke belakang kearah Rani.

“Gak bisa, mulut aku udah setelannya kayak gini”, kata Rani seraya menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan masuk ke kantor.

“Makanya tiap pagi jangan makan pisang”

“Ih.. kamu pikir aku monyet. “

“Loh bukannya iya,haha...”

“Ya udah deh enggak papa aku monyet, jadi kan kamu bosnya monyet, Haha..”

Ya begitulah Rani, dia itu sangat bawel. Ngomongnya banyakdan selalu menggunakan volume maksimal. Jadi susah kalau sedang membicarakan orang, terdengar sampai mana-mana. Tapi dia teman terbaik aku, baik hati, gak sombong, suka menabung, tapi pelit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status