Setelah makan malam, Rena segera mencuci piring kotor. Makan malam terbaik yang pernah gadis itu alami selama hidupnya. Senyum manis tak henti-hentinya terkembang di bibirnya saat sang suami beberapa kali menyuapinya. Tanpa menghiraukan keberadaan sang ibu yang melihat tingah laku mereka yang seperti pengantin yang baru saja menikah. “Ibu tidur duluan ya,” ujar Bu Wulan sambil mengulum senyum, saat melihat anaknya mendekati sang istri yang tengah asyik mencuci piring, lalu memeluknya dari belakang. Tanpa menunggu jawaban, Bu Wulan segera bangkit dan beranjak ke kamarnya. “Sini, aku bantuin beresin piringnya,” ujar Dokter Fredy. Rena melirik suaminya. Tangannya masih membilas piring yang sudah ia sabuni sebelumnya.“Kenapa harus cepat-cepat sih? Tenang aja.” Rena menaruh piring di tangannya ke rak yang berada di samping kirinya.“Soalnya masih ada yang harus kita lakukan selanjutnya,” ucap Dokter Fredy sembari tersenyum nakal.“Apaan emangnya?” kening Rena mengerut. Lelaki berkaos pu
Wangi bawang bersatu dengan minyak panas menguar menciptakan aroma yang begitu menggoda. Semakin membuat Dokter Fredy kelaparan sepulang tugasnya di rumah sakit. Dia mendekat ke arah istrinya yang asyik mengaduk sayuran dalam wajan.Sudah seminggu ini Rena berhenti dari kursusnya. Dia merasa tidak nyaman jika terus bertemu dengan Arya. Walaupun Dokter Fredy tak pernah memintanya, tetapi Rena tak ingin membuat hubungannya semakin rumit dengan kehadiran Arya. “Masak apa, Sayang? Sepertinya enak,” tanya Dokter Fredy. Rena menoleh sekilas. “Sudah pulang, Sayang? Ini aku bikin cah kangkung sama ayam teriyaki. Cepet ganti baju, kita makan bersama,” pinta Rena. Lelaki itu tersenyum manis, mengecup kening istrinya sekejap lalu beranjak ke kamarnya untuk mandi dan ganti pakaian. Selesai mandi, ternyata semua hidangan sudah tersaji di meja makan. Perutnya sudah bertalu-talu minta diisi. Rena menyendok nasi merah, kangkung juga ayam teriyaki ke atas piring lalu menaruhnya di depan sang suami.
“Kita cari restoran timur tengah. Aku mau makan daging kambing biar jooss …,” bisiknya di dekat telinga Rena. Mendengar itu Rena langsung mencubit pinggang suaminya.“Terus aja gitu! Malu banyak orang,” umpat Rena. Dokter Fredy terkikik.“Nah kebetulan banget ada, ayo kita ke sana,” ajak Dokter Fredy. Rena mengangguk.Mereka pun memasuki sebuah restoran timur tengah. Dokter Fredy sengaja memilih tempat duduk lesehan agar lebih nyaman. Dia memesan seporsi besar nasi Mandhi juga Kebbeh Laham, yaitu olahan daging ambing dengan rempah. Dua gelas Qishr melengapi menu mereka.Lelaki itu terlihat makan dengan lahap. Mungkin karena sudah membayangkan efek dari daging kambing itu nantinya.Tak lama dua orang masuk ke restoran itu. Seorang wanita dengn paras cantik dan seorang wanita tua. Dari ambang pintu wanita itu matanya tak pernah lepas menatap lelaki yang tengah asyik menyantap olahan kambing di depannya. Wanita itu mendekat.“Erick,” panggilnya lirih. Dokter Fredy yang kebetulan membelak
Selesai salat Subuh Rena langsung memasak untuk bekal suaminya makan siang. Sementara Dokter Fredy tampak sedang bersiap berangkat kerja. Setelah menata makanan ke dalam wadah belak, Rena juga menata makanan untuk sarapan. “Sarapan dulu, Sayang,” teriak Rena dari ruang makan. Dokter Fredy masih sibuk memakai kaus kaki.“Nanti aja aku makan di kantin. Takut telat mau ada tindakan dulu sebelum praktek di klinik,” ucapnya lalu beranjak pergi.“Eh, ini bekalnya, Sayang,” ujar Rena sambil mengejar suaminya ke luar. Dokter Fredy berhenti lalu meraih tas bekal yang diberikan istrinya. Rena segera meraih tangan kanan suaminya lalu diciumnya takzim. Dia masih berdiri mematung menunggu sang suami mengecup keningnya. Namun, sang suami malah terlihat buru-buru naik ke mobilnya. Rena tersenyum hambar sambil melambaikan tangannya. Dokter Fredy hanya membalas lambaian tangan Rena kemudian segera berlalu.*Mobil Dokter Fredy berbelok ke arah perumahan elit, lalu berhenti di depan sebuah rumah mega
Sikap Dokter Fredy pada Rena makin hari semakin tak acuh. Tak pernah sarapan dan makan malam di rumah. Tak ada ciuman sebelum berangkat kerja atau pun sebelum tidur. Dan mulai sering pulang tengah malam. Malam itu, Rena begitu bergairah. Sebagai seorang istri, dia menginginkan sentuhan suaminya. Dia kembali memakai lingeri yang seminggu yang lalu dibelikan suaminya. Rena sudah siap menyambutnya ranjang. Namun, dia harus menelan kekecewaan saat sang suami menolaknya secara halus. Alasan cape dan lelah yang terlontar dari mulut suaminya. Rasa sakit akan penolakan membuatnya terjaga sepanjang malam. Dia hanya bisa menatap suaminya yang terlelap di sampingnya. Saat tengah malam, ponsel suaminya yang berada di atas nakas terlihat menyala karena panggilan masuk. Karena diseting silent sehingga tidak terdengar suara. Rena melirik sekilas. Terlihat nama Selina di sana. Ada apa malam-malam menelpon segala? Pikirnya. Namun, ia tak berani membangunkan sang suami. Setelah beberapa kali panggi
Seminggu berlalu, tidak tampak perubahan pada suaminya. Lelaki itu tetap saja bersikap dingin pada Rena. Walaupun memang Dokter Fredy sudah tidak bolos lagi dari prakteknya di rumah sakit, tetapi kini ia belum membuka praktek lagi di rumah.Setelah hari itu, hampir setiap hari menelepon rumah sakit untuk menanyakan keberadaan suaminya. Setiap hari lelaki itu praktek. Namun, saat off di rumah sakit Dokter Fredy tetap berangkat dari rumah.Hari ini Rena berencana akan mengikuti kepergian sang suami. Setelah Doter Fredy berangkat, beberapa saat kemudian, dengan menyewa ojek, Rena mengikuti mobil suaminya dari belakang.Dari ujung jalan yang terhalang rimbunnya pohon bidara, Rena melihat dengan jelas saat sang suami menjemput wanita yang dijumpainya di restoran saat itu. Dengan begitu mesranya dia membukakan pintu bagi wanita itu, tak jauh beda saat lelaki itu melakukannya untuk Rena. Walau hati berdebar panas, Rena berusaha berpikir dengan otak dingin.Beberapa saat kemudian mobil itu me
Rena merasa begitu bodoh karena telah menganggap lelaki itu benar-benar jatuh cinta padanya. Semua kebaikannya ternyata palsu, hanya untuk membayar keberadaanya di sisi lelaki itu. Rena luruh terduduk di pinggir jalanan sepi. Dia menangis tertahan. Walau air matanya bercucuran, tapi suaranya ia tahan hingga tak terdengar.Melihat penumpangnya menangis, Mamang Ojek merasa heran. Ia kemudian memajukan motornya mendekati Rena.“Mbak, kenapa nangis?” tanyanya khawatir. Mendengar itu Rena segera bangit dan menghapus air matanya.“Ah, nggak Mang. Saya kelilipan. Ayo kita pulang saja,” jawab Rena kikuk.*Rena duduk terdiam sendiri di kamarnya yang dulu. Kamarnya saat ia masih belum bisa menerima kehadiran sang suami. Semua kejadian itu kembali terbayang di pikirannya. Saat tiap hari ia bersikap judes dan tak acuh pada sang suami. Lelaki itu dulu begitu terlihat memujanya, tapi kenapa sekarang berubah 180 derajat? Apakah ini balasan untuknya karena telah berbuat buruk pada sang suami? Rena t
Rena tersadar dari lamunannya saat sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Dia menatap benda pipih itu sekilas, lalu mengambilnya perlahan. Saat dibuka, sebuah chat dari nomor gak dikenal masuk ke ponselnya.[ Rena, aku ingin bertemu denganmu. Aku tunggu di kafe Milano, jam 4 nanti. Selina]Mata Rena terperangah saat melihat siapa pengirim pesan tersebut. Jantungnya berdebar tak karuan."Mau apa, dia?" gumam Rena.Walau hatinya enggan, tetapi rasa penasaran lebih mendominasi. Rena berencana datang ke tempat itu.Pukul tiga, Rena sudah bersiap. Dia mondar-mandir, memikirkan tentang apa yang akan dikatakan pada wanita itu.Dengan menggunakan taksi online, Rena pergi ke kafe yang berjarak tujuh kilometer dari rumahnya. Saat turun dari taksi, jantungnya makin berdebar. Entah dia harus bersikap seperti apa saat berhadapan dengan perempuan yang telah merebut hati suaminya. Rena menarik napas dalam. Seolah ingin menghilangkan sesak di dadanya yang kian sempit.Rena berjalan tegap ke dalam kafe