Saat Raisa berusaha untuk mengerjap. Kelopak matanya seperti tak kuasa untuk terbuka. Lalu, sebuah bayangan yang tidak jelas. Mengangkat sosok gadis yang ada di sampingnya. Namun entah mengapa, dirinya merasa seperti di gendong seseorang.
"Aku ini di mana? Kenapa kayak dibawa sama seseorang begini?"
Masih antara sadar dan tidak. Raisa merasakan seperti dimasukkan ke dalam sebuah kendaraan. Tapi saat dia berusaha ingin mengintip. Kepalanya masih terasa sakit. Hanya dalam waktu sekian detik. Tubuh Raisa seperti diangkat kembali. Dalam sebuah ruangan entah di mana?"
"Aku ini di mana?"
Saat Raisa ingin bangun. Dia merasakan sesuat yang menahan dirinya. Seperti ada sebuah kekuatan yang membuat gadis itu tak bisa bergerak.
Lalu, Raisa mendengar erangan kesakitan yang ternyata berasal dari gadis yang dia jumpai saat di ruangan rumah Naning.
"Siapa gadis ini sebenarnya? Apa dia Mariana atau Mariyati?" Suara Raisa tertahan di tenggorokan. Panda
Raisa mengikuti apa yang dikatakan Delon. Sedangkan Hamaz masih tinggal di ruangan itu. Dia mulai membuka lemari kecil. Yang hanya terlihat beberapa potongan kertas dan pakaian yang diacak tikus sepertinya.Lalu pandangan matanya tertuju pada sebuah pigura kecil. Sebuah foto kuno dua orang wanita."Foto siapa ini?" bisik Hamaz. Lalu dia menyimpan foto itu. Di tengah sibuk mencari suatu petunjuk tentang dua batang emas itu.Dug dug dug!Hamaz mendengar seperti suara kursi goyang. Yang bergerak pelan di dekatnya. Saat dia menoleh. Hamaz melihat sosok wanita yang berwajah pucat menoleh ke arahnya. Saat Hamaz berkedip sosok itu menghilang.Namun sesaat Hamaz seperti mendengar sebuah suara yang samar."Temukan aku segera! Temukan aku segera!"Sontak Hamaz terkejut."Sepertinya dua batang emas itu enggak ada di sini. Dan yang tahu di mana emas dan jasad Mariana, hanya Bu Naning. Aku harus bilang Mas Delon ini!"
"Haaahhh, ke mana dia?" tanya Raisa kebingungan."Sepertinya dia sangat takut dengan sosok Bu Naning, Mbak Raisa. Cuman yang dia ingat hanya tumpukan batu. Tapi, itu ada di mana?""Kalau gitu kita harus cepat ke Bu Naning, Mas. Aku takut kekuatan sosok itu semakin merasuki dia, dan akan terjadi hal yang lebih mengerikan lagi." Raisa segera menarik pergelangan tangan Hamaz. Untuk segera meninggalkan ruma naning."Ayo, Mas Delon! Buruan kita susul Bu Naning di rumah sakit!" seru Raisa."Oke, langsung masuk ke mobil aja. Dan jemput Mbok Yumna." Delon segera menyalakan mesin mobil. Hamaz dan Raisa dengan langkah cepat segera naik. "Memang apa yang kalian lihat di atas?""Mas Delon lihat aja di jendela lantai dua!" tunjuk Raisa.Sekilas Delon menurunkan jendela mobil. Dan mengeluarkan kepalanya. Serta mendongak ke arah jendela."Mas Delon bisa lihat?" tanya Raisa lagi.Lelaki tampan itu menggeleng."Sosok Mariana muda selalu
"Kalau melihat kondisi badan Ibu. Beliau ini sudah sakit-sakitan. Berarti sesudah Mariana pergi bersama Mbak Naning.""Tepat sekali! Ada kemungkinan yang mengirim pembunuh itu adalah Bu Naning sendiri. Masih ingat bagaimana Mariman terus tak mengakui bila dia yang membunuhnya.""Tapi, Sa? Mariyati melihat dalam bayangan di cermin. Kalau itu memang sosok Bapaknya 'kan?""Mas Delon, hal-hal seperti itu, bisa saja dilakukan oleh mereka untuk menipu manusia. Termasuk kita."Tampak Delon manggut-manggut."Tapi yang dipikirkan Raisa ada benarnya juga. Mungkin Naning ini cemburu pada Bu Marsinah. Dan ingin membunuhnya dengan cara memakai klenik kayak gitu.""Bisa jadi, Mas."Mobil pun melaju dengan kecepatan kencang membelah jalan raya. Delon mengambil jalan tol agar lebih cepat sampai. Lalu tangannya bergerak menekan sebuah nomer pada ponselnya.Tut tut tut!"Kenapa nih Pak Karjo sulit dihubungi?"Dua
Karno sedikit lega. Dia mempercepat laju kendaraannya. Sampai untuk yang kedua kalinya terdengar suara gesekan itu lagi. Krekkk krekkkk krekkk! Keduanya saling berpandangan. Samsul yang semula terlihat tenang. Kali ini, mulai penasaran. Dia langsung mengintip ke arah jendela kecil yang tepat berada di belakang jok. Pandangan matanya nyalang saat melihat ke arah Bu Naning. Yang kini tak berada di posisinya. "Kar ... Kar!" "Apa?" "D-dia kok enggak ada?" "Dia? Si Ibu itu?" Samsul mengangguk pelan. "Kok bisa?" "Aku juga enggak tahu!" teriak Samsul lebih panik dari pada Karno. "Coba kamu lihat lagi, Sul!" Perlahan dia kembali membalikkan tubuhnya. Saat pandangan mata Samsul melihat ke arah jendela itu. Bughhh! Dia dikejutkan dengan sebuah benturan yang sangat kuat. Menghantam jendela kecil, sampai membuat Samsul terbalak tanpa berkata-kata. Dia melihat s
Raisa pun langsung maju dua langkah."Karena terlalu membenci, sampai Bu Naning membunuh Mariana? Karena Ibu pada akhirnya tahu merekalah yang membunuh Bapak mereka sendiri. Iya 'kan Bu Naning?"Perlahan Naning mengangkat kepala, tanpa bantuan tumpuan tangan. Lalu menoleh pada Raisa. Matanya melotot."Siapa ... kamu?""Saya Raisa, Bu.""Untuk apa kamu ikut campur?!"Kemudian, Hamaz mencolek Raisa. Lalu dia menyodorkan sebotol air yang telah dicampurkan air zam-zam pemberian Abah Harun."Untuk apa Mas?""Minumkan ke dia!""Mana mau, Mas.""Kalau enggak mau kita paksa!"Raisa pun manggut-manggut. Lalu gadis itu menuangkan pada air pada gelas plastik yang ada di meja."Bu Naning, minum dulu!"Tiba-tiba, Naning mengibaskan tangannya dengan sangat kuat. Hingga gelas yang dibawa Raisa terpental. Dan jatuh ke lantai."Kalian pikir aku ini siapa?" teriak Nnaing melengking tinggi.;Hamaz
"Menurut kalian, bata itu mana?" tanya Raisa. "Soalnya tadi pun, dalam penglihatan aku. Si Mariana ini, sempat menyebutkan batu juga."Cukup lama mereka saling terdiam. Dan berpikir mengenai keberadaan Mariana."Aku ingat!" teriak Raisa kencang."Apa?" sahut Delon dan Hamaz bersamaan."Bukannya Bu Naning selalu menyapu bagian samping rumah? Waktu aku cari dia di sana kapan hati itu. Aku sempat lihat tumpukan batu bata di bawah pohon mangga.""Serius kamu, Sa?""Iya, Mas. Kalau enggak salah, semoga itu maksud dari tumpukan batu bata itu."Mendengar ucapan Raisa Delon semakin mempercepat laju mobil. Namun di tengah perjalanan. Saat mobil dalam kecepatan tinggi, tiba-tiba mesinnya mati."Gawat!!!" teriak Delon mengejutkan Hamaz dan Raisa yang mendengar."Ada apa Mas Delon?" tanya keduanya hampir bersamaan.Delon yang tegang. Tak menjawab pertanyaan mereka. Dia langsung memberi sign. Dan dengan tanggap, Delon membanti
"Perasaan aku semakin enggak enak nih, bulu kuduk aku aja udah merinding. Bisa Mas Delon lebih kencang lagi nyetirnya?" Raisa mencolek bahu Delon. Belum ada sekian detik dari Raisa bicara.Suara ketukan aneh itu berbunyi lagi.Bug bug bug!Membuat Delon semakin terperanjat. Konsentrasinya mulai terpecah. Berulang kali dia mencoba untuk melirik ke arah spion dalam. Seketika, jantungnya seperti berhenti berdetak."Astaghfirullah!!!" teriaknya kencang."Mas Delon, awaaaas ...!!!" teriak Hamaz, manakala melihat sebuah truk tronton sudah berada di jalur yang sama seperti mobil mereka."Maaaaaassss!" Teriakan Raisa pun tak kalah kencangnya dengan suara klakson dari truk besar itu."Ada truuuk, Naaaak!" Suara Mbok Yumna sampai tak bisa keluar suaranya. Matanya melotot dan berkaca-kaca saat melihat sebuah truk sudah berhadapan dengan mereka.Tret tret tret ten!Tret tret tret ten!Tret tret tret
"Ja-jangan ... jangan bunuh aku!"Tiba-tiba, Raisa meracau tidak karuan. Membuat Hamaz dan Delon saling berpandangan."Kamu oke 'kan, Raisa? Please, bangun lah!" Delon berusaha terus mengguncang kedua pundak gadis itu. Namun masih belum ada pergerakan yang berarti. Dia pun melirik pada Hamaz, yang juga terlihat sangat cemas.Sedangkan dalam penglihatan Raisa. Semua terlihat sangat gelap. Mencekam dan begitu suram. Entah ada rasa ketakutan yang melanda dirinya saat ini.Samar dia mendengar suara Hamaz dan Delon yang terus berbisik. Begitu juga Raisa merasakan tubuhnya yang terus diguncang oleh seseorang. Sampai gadis itu, teringat kembali pada saat di dalam mobil.Tiba-tiba ....“Awassss Mas Delon!!! Berhentiiii …!” teriak Raisa sangat kencang.Di saat yang bersamaan. Sorot lampu truk yang terang benderang. Seakan membuat pandangan Raisa silau. Membuat gadis itu tak bisa melihat dengan jelas