Di tempat lain,
Selepas membersihkan sisa darah Abimana yang masih tercecer di jok mobil dan mengamankan pisau yang digunakan untuk melukai Abimana,Aisyah mengemudikan mobilnya dengan kencang, ia takut Abimana menyuruh anak buahnya untuk mengejar dirinya.Hamparan perkebunan teh dan sayur mayur yang menyegarkan mata, tidak jua membuat Aisyah merasa nyaman. Ia masih merasa trauma dengan kejadian yang baru saja dialaminya.Jalanan yang dilalui Aisyah semakin kecil dan berkelok, maklum saja, orangtua Aisyah membeli villa keluarga itu di tempat terpencil daerah pegunungan di desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Tentu berbeda dengan beberapa villa milik keluarganya yang berada di daerah Puncak.Semakin lama, Aisyah mulai merasakan sedikit ketenangan. Ia mulai mengurangi kecepatan kendaraannya, mengingat jalanan yang harus ia lalui pun tidak bisa menggunakan kecepatan kendaraan yang tinggi.Sesekali, Aisyah menikmati pemandangan sepanjang perjalanan yang begitu indah.Dimana hamparan persawahan dan perkebunan warga yang dialiri parit parit kecil menambah indahnya jalan berkelok yang dilaluinya. Sesekali ia pun berpapasan dengan warga sekitar yang baru pulang dari sawah atau kebun mereka.Saking asyiknya Aisyah menikmati keindahan alam yang memanjakan mata, ia tidak menyadari kalau jalan yang dilaluinya memasuki kelokan tajam nan curam. Dimana sebelah kiri dan kanan jalan hanya jurang yang dalam.Aisyah pun berusaha membanting stir ke kanan karena mobilnya sedikit goyang.Namun naas, Aisyah membanting stir terlalu keras sehingga mobil pun oleng dan hilang keseimbangan.Mobil yang dikendarai Aisyah pun terjun meluncur ke dalam jurang.Aisyah menjerit dan meminta tolong sekuat tenaga. Namun keadaan yang sepi dan jalanan yang jauh dari permukiman membuat tak ada satu orang pun yang mengetahui kejadian tersebut. Mobil yang ditumpanginya meluncur dengan cepat ke dasar jurang.Aisyah pun hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Ia membayangkan dirinya yang tidak akan selamat, benturan demi benturan ia rasakan, darah pun mulai mengucur dari keningnya.Aisyah merasakan badannya melayang, hatinya mencelos membayangkan kematian dirinya yang mengenaskan tampak depan mata. Bayangan kehidupan yang indah bersama keluarganya pun menari nari di pelupuk matanya. Sampai bayangan kepedihan demi kepedihan yang diberikan Abimana kepadanya pun menari nari silih berganti.Di titik pasrah dan putus asa itu, berkelebat bayangan Abimana yang mengusirnya dari rumah dan perusahaan.Dan, seperti ada kekuatan besar yang mendorongnya untuk kembali membuka mata dan menaklukan situasi yang sekarang dialaminya, Aisyah pun kembali meraih kemudi dan menginjak rem secara mendadak. Beruntung, rem mobil masih berfungsi dengan baik, sehingga mobil Aisyah berhenti di saat yang tepat.Byurrrrr...Suara air pun berubah tatkala bagian depan mobil Aisyah masuk kedalam sungai, mobil pun menggantung dengan bagian depan masuk ke dalam sungai, sedangkan bagian belakang terselamatkan dengan akar pohon yang besar.Mengalami benturan demi benturan membuat pintu mobil yang dikendarai Aisyah terbuka dengan sendirinya.Aisyah pun untuk sejenak merasa shock dengan yang terjadi. Menyadari dirinya selamat dan hanya terluka di bagian dahi dan sayatan sayatan kecil di tangan, Aisyah berusaha keluar dari mobilnya tanpa harus terjun ke sungai. Karena ia tau, sungai itu berarus deras, ia sendiri pun sangsi apakah bisa berenang di arus sederas ini.Nasib baik rupanya masih berpihak kepada Aisyah. Tepat disamping pintu mobil tempat kemudinya, menjalar sebatang pohon besar yang tumbuh di atas tanah. Ia pun segera meninggalkan tas kecil milik nya dan mengambil semua pasport dan barang berharga lain, Aisyah hanya menyisakan KTP miliknya."Aku harus memulai hidup baru bukan sebagai Aisyah" gumamnya.Dengan cekatan Aisyah merobek sedikit lengan bajunya dan mengaitkannya di pintu mobil, ia ingin membuat opini bahwa dirinya meninggal karena kecelakaan tunggal dan tubuhnya masuk ke sungai lalu tenggelam.Dengan begitu, berita kematiannya akan segera terdengar dan Abimana tidak akan mencarinya lagi.Dengan sekuat tenaga, Aisyah keluar dari dalam mobil, ia pun membuka bagasi mobil dan membuka tas ransel miliknya."Beruntung aku bisa membawa semua surat berharga ini, kalau terlambat sedikit saja waktu itu, entah bagaimana nasibku sekarang, Mas Abimana! tunggu pembalasanku secepatnya!" ujarnya penuh kebencian.Ia pun memindahkan dokumen surat berharga itu ke dalam tas ransel cadangan yang selalu tersedia di mobil, dan membiarkan ransel yang berisi baju bajunya tergeletak sembarang di dekat mobilnya.Berbekal makanan seadanya, senter dan juga hp, ia berjalan menanjak berusaha keluar dari jurang tersebut. Beruntung banyak sekali akar pepohonan yang tergantung di dinding jurang, sehingga Aisyah berhasil naik ke permukaan dan pergi meninggalkan tempat tersebut.Berpedoman pada map di hp nya, Aisyah berjalan menyusuri jalan raya. Ia tau, lewat dua perkampungan lagi, maka ia akan tiba di villa keluarganya.Sampai pada perkampungan yang pertama, Aisyah berhenti pada sebuah warung kopi pinggir jalan. Ia merasa lapar dan haus sekali.Beruntung warung tersebut menyediakan pecel sayuran plus ketupatnya, sehingga perut Aisyah yang keroncongan pun terisi dan tidak bernyanyi lagi.Puas beristirahat setengah jam di warung tersebut, Aisyah mencari ojeg yang biasa mangkal di dekat perempatan jalan tak jauh dari warung kopi.Ia pun menaiki ojeg untuk segera sampai di perkampungan ke dua dan menuju villa miliknya.Sampai akhirnya, Aisyah tiba di villa mungil nan cantik milik keluarganya. Villa yang semuanya full dari anyaman bambu has rumah rumah pedesaan daerah Sunda.Tanpa pagar megah yang mengelilingi rumah panggung tersebut, hanya barisan tanaman beluntas dan pacah weling yang menjadi pagarnya. Memasuki halaman villa itu membuat Aisyah merasa nyaman.Bagaimana tidak, rumah panggung yang lumayan sedang itu mempunyai halaman yang ditanami berbagai bunga yang sedang bermekaran.Wangi semerbak dari bunga mawar dan melati serta bunga bunga lainya membuat betah siapapun yang ada disana.Di samping kanan dan kiri ditanami dengan berbagai tanaman palawija dan rempah rempah, ada juga tanaman cabai, tomat, bawang dan seledri, semuanya nampak subur dan menghijau.Sementara di belakang rumah panggung itu, ada kolam ikan dimana air pancuran mengalir di atasnya dengan sangat jernih, berbagai ikan dengan berbagai ukuran seakan berbaris rapi dibawah pancuran air tersebut.Puas berkeliling area villa dan melepas penat, Aisyah segera menuju rumah salah satu warga yang tak jauh dari villanya. Ia dan keluarganya menitipkan kunci villa ini kepada pemilik rumah tersebut.Setelah mendapatkan kunci villa, Aisyah bergegas kembali ke rumah panggung itu dan membuka kunci rumah.Nampak sekali paviliun sekaligus teras rumah ini terawat dengan baik, dimana lantai kayu yang diinjaknya sangat mengkilap dan bersih. Ia pun tersenyum puas dengan kinerja orang yang dititipi villa ini oleh orangtuanya.Perlahan Aisyah membuka pintu kayu sederhana ini.Ceklek...Suara kunci diputar Aisyah, dan nampak lah ruangan yang asri dengan arsitektur dan furniture khas Sunda zaman 80 an."Turuti kemauan dia!" Narendra memberi perintah kepada anak buahnya sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Tubuhnya gemetar menahan takut. Ya, Narendra yang seorang penjahat pun merasa ketakutan saat pistol menempel tepat di pelipisnya."Bagus! Cepat antar sahabatku ke dalam mobil!" Mahesa kembali memberi perintah. Dengan cepat, anak buah Narendra memapah Rendra masuk ke dalam mobil milik Mahesa. "Lepaskan bos kami!" anak buah Narendra berteriak. Mereka mencoba merangsek ke arah Mahesa. Namun, dengan sigap Mahesa menarik pelatuk pistol mainan yang dipegangnya, membuat anak buah Narendra urung mendekat."Berani mendekat, bos kalian tinggal nama!" Seringai Mahesa licik. Membuat anak buah Narendra kembali mundur beberapa langkah.Terdengar deru mobil Mahesa mendekat, secepat kilat Mahesa menyeret Narendra masuk ke dalam mobil miliknya dan meninggalkan anak buah Narendra yang seolah terhipnotis.Dan pada akhirnya, kejar kejaran antara dua mobil terjadi. Dengan kecepatan penuh, mobil Mah
Mobil yang dikendarai Mahesa melesat membelah jalanan yang mulai sepi. Wajahnya menegang tiap kali ia dengar suara jeritan Rendra yang terdengar tak berdaya. Bisa dipastikan, Rendra di keroyok lebih dari dua orang."Brengsek! Siapa yang berani main-main dengan Mahesa Bagaskara?" Mahesa mengepalkan tangannya geram.Ia bersumpah akan memberi pelajaran setimpal terhadap siapapun yang berani menyentuh sahabatnya.***"Ternyata anak buah Mahesa Bagaskara tak seperti yang terdengar! Lembek!" suara cibiran dan cemoohan terdengar memenuhi taman yang sepi itu. Suasana taman itu memang tak seperti taman kota yang lainnya. Karena letaknya kurang strategis, sehingga penerangan pun tak memadai. Hanya ada di tiap ujung taman dengan cahaya temaram."Berani satu lawan satu, jangan keroyokan?" Rendra berusaha bangun, meskipun seluruh tubuhnya merasakan sakit."Besar juga nyalinya! Hajar dia!" pria berkacamata hitam itu turun dari mobil mendekati Rendra. Dengan cengkraman kuat, ia memaksa Rendra meneng
"Mam, sorry aku harus pergi sekarang!" Mahesa yang merasa tak nyaman di rumahnya sendiri turun menghampiri kedua orangtuanya di meja makan."Lah kok pergi? Temenin Cassandra dong!" Nyonya Rini merenggut. "Mami aja yang temenin, kan dia tamunya Mami!" Mahesa memalingkan wajahnya dari Cassandra."Cassandra itu calon kamu, Nak! Coba kenalan lebih dekat! Pasti kamu suka," Nyonya Rini tersenyum kepada Mahesa."Udah berapa kali aku bilang, Mam! Aku sudah punya calon sendiri, pilihan sendiri!" Mahesa menjawab ketus ucapan ibunya."Memangnya siapa calon mu itu hah? Pasti cuma akal-akalan kamu aja!" gerutu Nyonya Rini."Serius, Mam! Dia seorang pemilik perusahaan," Mahesa mencoba meyakinkan ibunya."Sudahlah, Mam! Nggak enak juga berdebat di depan tamu! Biarkan anakmu dengan pilihannya!" Tuan Adam mengedipkan matanya kepada Mahesa."Nggak bisa gitu, Pah!" Nyonya Rini menatap tak suka suaminya.Sementara Cassandra pura-pura tenang meskipun hatinya marah besar dengan ucapan Mahesa."Dengar Cass
"Mimpi? Apa aku bermimpi? Kenapa rasanya sangat nyata?" gumam Cassandra pelan. Ia bergidik ngeri kala mengingat kejadian menyeramkan barusan di dalam kamar."Tante, boleh aku istirahat di ruang tamu aja?" Cassandra melihat ke arah nyonya Rini. Berharap beliau mau mengabulkan permintaannya."Baik, ayok Tante bantu bawakan barang-barang mu!" Nyonya Rini mengangguk setuju. Meskipun beliau tak percaya dengan cerita hantu Cassandra, tetapi rasa ibanya menyeruak dalam dada kala melihat Cassandra yang histeris." Mami, aku makan duluan ya! Udah lapar nih!" Mahesa yang keluar dari kamar berpapasan langsung dengan Cassandra.Meskipun terkejut, Mahesa bersikap seperti dingin mungkin di depan Cassandra."Tunggu Cassandra sebentar, Mahesa!" Nyonya Rini menuntun wanita muda itu turun menuju ruang tamu."Kelamaan, Mi! Aku tunggu di meja makan aja sekalian makan duluan!" Mahesa tak menggubris ucapan ibunya."Kita tunggu Cassandra dulu, Nak! Sebentar aja," Nyonya Rini melirik Mahesa tajam.'Oh My God
"Suara apaan itu?" Cassandra yang tengah selonjoran setelah dipijit pelayan Mahesa terperanjat kaget.Hihihihi,Suara menakutkan itu kembali terdengar semakin nyaring. Cassandra mulai turun dari ranjangnya. Dengan tubuh sedikit gemetar ia terlihat mencari asal suara."Pergi sana! Jangan ganggu aku!" teriak Cassandra dengan tubuh merapat di tembok.Sayangnya, suara aneh dan menakutkan kembali terdengar. Bahkan sekarang terdengar langkah kaki yang diseret mendekati kamarnya."Ya, Tuhan! Apa mungkin kamar ini ada penghuninya?" Cassandra terlihat panik.Srek-srek,Suara langkah berat itu semakin mendekat, membuat bulu kuduk Cassandra berdiri tegak. Dalam keadaan panik seperti itu, tiba-tiba lampu kamar padam dengan sendirinya. Sontak saja Cassandra berteriak histeris,"Aaaaaaaaa!" dengan kedua tangan menutupi wajahnya."Tolong, jangan ganggu aku!" Isak Cassandra mulai terdengar, membuat Mahesa yang memantau dari layar komputer tertawa puas."Syukurlah," bisik Cassandra saat lampu kembali
"Akhirnya kamu pulang juga, Mahesa!" Nyonya Rini menatap kesal puteranya.Mahesa hanya mengangkat bahunya lalu mencium punggung tangan maminya sopan."Maaf, Mi! Jalanan macet parah," Mahesa mencoba memberi alasan. Tubuh lelahnya ia hempaskan di sofa empuk."Maaf, maaf! Kasihan Cassandra nunggu kamu lama!" Nyonya Rini mendelik kesal."Udah dong, Mami cantik! Ketemu anak tuh disayang, dielus apa gimana! Bukannya dimarahin!" Mahesa mulai terlihat kesal."Lagian ngapain Mami pake acara ngenalin aku ke anak teman Mami segala!" sungut Mahesa kesal."Ngapain katamu? Dengar ya! Mami tuh udah kepingin banget nimang cucu! Kalau nungguin kamu bawa menantu sampai Mami tua pun kayaknya nggak akan!" Nyonya Rini nyerocos tak mau kalah dari Mahesa."Tapi nggak perlu pake acara gini juga kali, Mam! Aku udah punya calon yang super istimewa!" elak Mahesa."Halah, kelamaan! Pokoknya kamu pasti langsung jatuh cinta pada Cassandra. Udah cantik, keluarganya juga pebisnis sama dengan kita! Cocok sama kamu!"
Sebuah Audy merah berhenti di depan sebuah mansion mewah.Tin, hanya dengan bunyi klakson dari Audy merah, pintu gerbang mansion bergaya klasik Eropa itu terbuka sendiri. "Selamat sore, Nyonya!" Satpam berbadan tegap segera menghampiri."Mahesa ada?" suara wanita paruh baya terdengar menanyakan sang pemilik mansion."Tuan muda pulang sedikit terlambat hari ini, Nyonya!" jawab Satpam itu sangat sopan."Ok!" wanita cantik paruh baya itu hanya mengacungkan jempol, sebelum melajukan mobilnya."Welcome in Indonesia, Mrs. Rini and Mis Cassandra!" Rendra menyambut ibunya Mahesa yang baru turun dari mobil dengan sangat ramah dan sopan. "Kapan Mahesa pulang kerja, Rendra? Apakah dia sudah tau akan kedatangan saya?" Nyonya Rini merasa kesal karena putera sematawayangnya tidak nampak."Mungkin terjebak macet, Nyonya! Tuan muda sendiri sudah tau akan kedatangan Nyonya!" Rendra kembali mengangguk sopan kepada wanita di hadapannya."Kamu pasti letih ya, Sayang! Lebih baik kita istirahat sebentar
"Mas, aku bukain bajunya ya!" Karin panik karena Abimana semakin mendekat bahkan hampir memegang handle pintu kamar mandi."Ish! Kamu ini kenapa sih? Kok sikapmu aneh gitu?" langkah Abimana terhenti, ia merasa jengkel dengan kelakuan istrinya yang tak masuk akal."Ya kan kalau masuk kamar mandi udah nggak pake baju enak, Mas! Tinggal rendeman di bathtub!" Karin berusaha tersenyum sewajar mungkin untuk meyakinkan Abimana."Nggak usah!" Abimana mendengus kesal. Dengan perlahan, ia memutar handle pintu.Kring-kring,Tiba-tiba ponsel Abimana berdering sangat nyaring. Disusul ketukan di pintu kamar membuat Abimana urung membuka pintu kamar mandi."Ya, halo!" Abimana yang penasaran segera mengangkat panggilan telpon."Saya mengantar mobil pesanan anda! Kami sudah memasuki halaman rumah anda!" suara dingin di seberang telpon kembali terdengar."Apa? Anda sudah sampai disini?" Abimana tersenyum ceria."Tunggu sebentar, saya segera turun ke bawah!" ucap Abimana sambil membetulkan kancing kemej
Abimana yang merasa suntuk tak bisa bertemu sosok Claudia saat pulang kerja melampiaskan kekesalannya dengan mampir di sebuah gerai otomotif.Kebetulan hari ini grand opening festival produk otomotif dan berbagai pendukungnya. Nampak jejeran mobil keluaran terbaru di bagian depan menarik banyak minat pengunjung.Bukan hanya produk otomotif saja yang ada disana, aneka food court juga tak ketinggalan menambah kemeriahan festival itu."Kayaknya gue butuh kendaraan baru!" gumam Abimana, mengingat mobil yang sekarang dipakainya kalah mewah dengan mobil Claudia."Silahkan, Pak! Ini ada beberapa mobil produksi Eropa dan juga asia keluaran terbaru!" seorang salesgirl cantik menyapa Abimana.Abimana hanya manggut-manggut melihat-lihat mobil mewah yang berjejer rapi.Pandangannya tertuju pada satu mobil sport warna biru metalik milik brand ternama Aston Martin Rapid S seri terbaru produksi negara Lady Diana."Delapan milyar?" Abimana bergumam saat mengetahui harga mobil incarannya."Iya, Pak! D