Share

Bab 7

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-04-01 12:36:20

Pov : Gilang 

 

Ada tiga mobil yang masuk bengkel minta diservis. Alhamdulillah, meskipun minggu ini belum banyak customer yang datang tapi aku yakin bulan-bulan selanjutnya pelanggan akan bertambah. Yang paling penting sekarang adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin agar mereka tak kecewa.  

 

Hampir delapan bulan berlalu, memang belum ada hasil signifikan dari usaha bengkel ini. Jangankan balik modal atau bisa untuk tabungan. Bahkan hasilnya baru cukup untuk membayar gaji para karyawan.

 

Tapi tak apa, aku harus bersyukur. Berapapun hasilnya yang penting halal. Sebenarnya, ada rasa bersalah di dalam dada karena tak bisa memberikan nafkah yang layak untuk istriku, Lina. Namun apa boleh buat, aku sudah berusaha maksimal hanya saja baru segitu rizki yang Dia kirimkan. 

 

Bersyukur aku memiliki istri sepertinya, dia tak pernah menuntut macam-macam, selalu mendukungku sepenuh hati di saat aku terpuruk dan jatuh, bahkan rela menyisihkan sebagian gajinya untuk jatah bulanan ibuku, yang seharusnya menjadi kewajibanku.

 

Tiap malam kulihat dia salat, mendoakanku dengan khusyuk 

Henfonku berdering. Ada sebuah panggilan masuk. Nama ibu muncul di layar. Kukerutkan dahi. Tumben ibu telfon, biasanya jam segini ibu hanya kirim pesan.

 

"Assalamu'alaikum, Bu. Ada apa? Tumben telfon siang-siang," ucapku setelahmmmmmmmm

 

"Wa'alaikumsalam, Lang. Iya ini ibu mau ngomong serius sama kamu. Kalau di rumah kan nggak enak sama istrimu. Yang ada nanti dia ngedumel nggak jelas," jawab ibu kemudian. 

 

Entah kenapa ibu masih saja kesal sama Lina bahkan menyebut namanya saja terasa ogah-ogahan. Padahal sebagai menantu, dia sudah banyak berkorban. Waktu, tenaga dan uang tentunya. Dia tak pernah membeda-bedakan mana ibu kandung dan mana ibu mertua. Menganggap semua sama, sama-sama seorang ibu yang wajib disayangi dan dihormati. Sekalipun dia tak pernah dihargai.  

 

"Lang, Ibu pengen punya cucu." 

 

Ucapan ibu kembali mengagetkanku. Entah sudah berapa kali ibu mengatakan hal itu. Mungkin puluhan atau bahkan ratusan kali. Kadang membuatku bosan sendiri.

 

Meski sudah kubilang berkali-kali, aku dan Lina masih berusaha mendapatkannya, namun sepertinya keinginan ibu terlalu  membabi buta. Tak pernah mau mendengarkan perkataanku bahwa Lina masih program hamil. 

 

Kadang aku kasihan padanya. Tampak jelas di wajahnya dia lelah menjalani ini semua. Tapi keinginannya memiliki buah hati seolah menepis habis rasa lelahnya.

 

Tak terhitung lagi berapa obat yang sudah dia telan, berapa gelas ramuan atau jamu yang dia minum, berapa puluh dokter yang kami kunjungi namun memang sampai sebelas tahun ini kami belum juga dikaruniai momongan. 

 

Tapi meskipun begitu, rumah tanggaku dan Lina tetap harmonis. Karena kami sama-sama yakin, jika Allah sudah berkehendak tak ada kata mustahil. 

"SMabar dulu ya, Bu. Aku dan Lina masih berusaha untuk --

Belum sempat kuteruskan, ibu sudah menyela. 

"Halah dari dulu kamu selalu bilang begitu. Masih usaha. Masih mencoba. Masih program. Tapi nyatanya? Nggak ada hasil apa-apa!" ucap ibu ketus. 

Kuhembuskan napas pelan. Berkali-kali aku istighfar. Walau bagaimanapun, dia tetap ibuku. Surgaku tetap di bawah telapak kakinya. Dia wajib kuhormati, jangan sampai emosiku meledak hingga menyakiti hatinya. 

 

"Ibu sudah capek menunggu, Lang. Sebelas tahun. Bayangkan sebelas tahun hlo, Lang. Kurang sabar gimana coba?! Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus kasih ibu cucu. Ibu malu sama tetangga, selalu disindir begini begitu. Sudah setua ini belum juga bisa menimang cucu. Teman-teman seangkatan ibu, sudah memiliki banyak cucu. Sementara ibu, satu aja belum!" Ibu mulai mengomel lagi. Ke sekian kalinya.

 

Jangankan ibu, aku dan Lina pun rasanya sudah nggak sabar ingin menimang buah hati, tapi gimana kalau memang Dia belum meridhoi? 

 

Dua tahun lalu, kami sempat ingin mengadopsi anak saja daripada menunggu entah kapan datangnya, tapi lagi-lagi ibu menolak. Dia bilang, ingin memiliki cucu dari keturunanku bukan dari keturunan orang lain yang nggak jelas asal usulnya. Entahlah, kadang permintaan ibu membuatku makin pusing.

 

"Cuma kamu yang bisa kasih cucu sama ibu, Lang. Karena kamu anak semata wayang ibu. Tolong mengerti. Ibu nggak ingin apa-apa darimu, cuma ingin cucu. Pokoknya, mau tidak mau kamu harus menikah lagi. Mungkin saja memang istrimu itu nggak subur, jadi susah hamil."

 

Ucapan ibu barusan bagai petir di siang bolong tanpa mendung dan hujan. Sampai berkali-kali kuucap istighfar. Menikah lagi, kata ibu? Bahkan untuk melirik wanita lain saja tak pernah terbesit sedikitpun di benakku.  

 

Aku sangat mencintai Lina, sejak kami pertama kali bertemu di perpustakaan kampus waktu itu. Bahkan sampai detik ini, cintaku tak pernah berubah. Justru semakin bertambah. Karena dia tak hanya cantik fisiknya tapi juga cantik hatinya.

 

"Istighfar, Bu. Gilang nggak mau menikah lagi. Gilang sangat mencintai Lina, Bu. Bagi Gilang, dia wanita yang cukup sempurna."

 

Kedua sudut mataku basah. Segera kucuci muka, jangan sampai karyawanku melihat tangis ini. 

 

"Sempurna apa? Wanita yang sempurna itu yang bisa memberikan buah hati untuk suaminya. Sedangkan dia?!"

 

Lagi-lagi aku hanya bisa istighfar mendengar ucapan ibu. Seandainya Lina mendengar ini semua, betapa sakitnya dia.

 

"Ibu nggak mau tahu. Pokoknya kamu harus menikah lagi. Nggak ada jalan lain, istrimu harus memilih, cerai atau dimadu."

 

Belum kujawab kalimat terakhir ibu, ibu sudah mematikan henfonnya. Sepertinya kali ini dia benar-benar serius. Mungkin sudah capek menunggu, bahkan dia tak mau mendengar lagi alasan-alasan dariku. 

 

***

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
laki2 banci lo gilang
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
ibu binatang itulah.semoga ibunya kena azab..sayang ibu sih boleh tpi klo udh ikut campur ga ada hak apa2 dia..ibu taik
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
thorr rubah lah di lina jadi wanita yg tegas dan berani . jgn biarkan dia di zolimi sama mertua y
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 61 (End)

    Althaf Radhika Alfahri.Anak laki-laki pertamaku yang rupawan. Dia adalah pelita yang menyinariku di saat gelap dan rapuh. Dia yang membuatku semakin kuat dan semangat di setiap keadaan dan dia yang membuatku semakin menyadari jika tak akan pernah ada kata sia-sia dari sebuah perjuangan dan kesabaran. Ada harapan dan doa yang kutanamkan dalam nama itu. Aku dan Mas Gilang sangat berharap kelak dia akan tumbuh menjadi anak laki-laki yang berhati lembut, sukses dan memiliki semangat untuk berbagi kebaikan hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang.Detik ini, kulihat Mas Gilang yang sedang mengazani anak sulungnya dengan hati berbunga. Senyumnya mengembang. Wajahnya yang tampan memancarkan aura kebahagiaan. Ibu yang dulu seolah tak pernah memberi restu untukku, sekarang justru berbalik 180 derajat.Dia begitu menyayangiku setelah rencana buruk dan sandiwara menantu kesayangannya itu terbongkar semuanya. Cinta dan perhatian ibu padaku semakin bertambah saat anak pertamaku lahir. Ibu terli

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 60

    Pov : Maya"May, kamu di mana? Aku mau ketemu," ucap Mbak Dewi tiba-tiba setelah sekian minggu tak ada kabar."Mau ngapain sih, Mbak?" tanyaku cepat.Hatiku berdebar-debar, jangan sampai Mbak Dewi merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Mbak Lina lagi. Aku nggak mau ikut campur. Mereka bisa benar-benar menjebloskanku ke sel."Rumah tanggaku hancur, May. Mas Indra menceraikanku. Istri tua dan keriputnya itu mengambil semua yang kupunya. Rumah dan mobil itu. Sekarang, aku di rumah ibu," ucap Mbak Dewi panjang.Mulutku ternganga seketika mendengar ceritanya. Aku yakin, Mbak Dewi pasti tak akan rela dan diam begitu saja. Dia pasti akan membalas perlakuan Mbak Lina. Karena masih menganggap Mbak Lina dalang semuanya."Sudahlah, Mbak. Jangan ganggu keluarga Mas Gilang lagi. Bahaya, Mbak. Mbak bisa benar-benar dimasukkan penjara nanti."Aku masih terus berusaha menasehati. Walaupun bagaimana, dia tetap kakakku. Aku sangat menyayanginya, meski kelakuannya seperti itu dan sering membuatku pusin

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 59

    Pov : Dimas Maya. Aku ingin sekali membencinya karena dia sudah tega menghianati cinta yang kupunya. Dia diam-diam berhubungan dengan lelaki lain yang jauh lebih mapan dan tampan. Saat tahu kabar itu, rasanya benar-benar sulit digambarkan.Banyak hal yang kami lakukan bersama, teganya dia pergi begitu saja. Namun, aku cukup heran kenapa sampai detik ini belum bisa melupakannya. Berulang kali mencoba untuk move on, berulang kali pula selalu gagal. Aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku tak tahu mengapa harus mencintai perempuan yang sudah terang-terangan menghianatiku. Bahkan secara sengaja menikah dengan laki-laki lain yang lebih mapan, meski hanya menjadi istri kedua. Entah siapa yang bodoh dalam hal ini. Aku yang dibutakan oleh cinta dan nafsu atau dia yang hanya mengejar harta, tanpa peduli adanya cinta. Entah.Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Begitu pula dengan sandiwara Maya. Aku mengetahui gerak-gerik pengkhianatannya sebelu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 58

    Sebelum maghrib, kami sudah sampai di rumah. Maya dan Bi Minah turun dari mobil Mas Adam. Perempuan itu masih saja menunduk dalam diam."Lang, aku pamit pulang, ya?" ucap Mas Adam tiba-tiba. Mas Gilang yang baru saja menutup pintu mobil, menoleh seketika."Nggak mampir dulu, Dam? Btw Makasih banyak atas bantuannya ya? Maaf selalu ngrepotin kamu," jawab Mas Gilang kemudian."Santai aja, Lang. Aku balik dulu deh, habis maghrib mau ada perlu soalnya," lanjut Mas Adam lagi."Oh, okey. Hati-hati kalau begitu," jawab Mas Gilang pelan sembari tersenyum.Mas Adam menatapku sekilas sebagai tanda pamit pulang. Dia kembali masuk ke mobilnya dan berlalu dari halaman.Tak berselang lama, muncul mobil hitam dop dari arah kanan, berhenti tepat di depan gerbang.Mas Gilang melangkah pelan menghampirinya. Bercakap sebentar dengan sang supir lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah."Pak Roby dan Pak Emon. Dia datang membawa laki-laki itu. Ayah si Haikal," ucap Mas Gilang lirih di sampingku. Aku men

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 57

    Perempuan itu keluar kamar juga setelah sekian menit menunggu. Geram, kesal dan benci kembali menyergapku. Kutatap matanya yang menyiratkan ketakutan.Rasanya ingin sekali kumaki dan kutampar dia berulang kali, agar dia sadar. Kelakuannya selama ini bukanlah sesuatu yang lucu.Bagaimana mungkin dia berhubungan dengan orang lain tapi justru meminta suamiku untuk bertanggung jawab! Benar-benar keterlaluan. Tak punya adab.Apakah seperti itu yang diajarkan Dewi padanya? Merusak rumah tangga orang bagaimana pun caranya. Seperti syaitan yang begitu riang ketika sebuah keluarga di ambang perceraian."Maya!" Bentakku tiba-tiba. Dia terlonjak kaget. Mas Gilang memegang lenganku pelan. Membisikkan istighfar berulang kali.Mataku memanas menahan amarah yang memuncak namun aku tak kuasa mengungkapkannya. Kupendam sedemikian rupa, namun kali ini rasanya aku ingin membuat sedikit pelajaran padanya. Biar dia kapok, tak mengulangi kesalahannya lagi.Kucengkeram lengannya sekuat mungkin dengan tangan

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 56

    Pov : Maya Mas Gilang masih saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang Denis dan anak itu. Tak bisa mengelak dan begitu tersudut, akhirnya kuceritakan saja semuanya. Beragam bukti dia genggam membuatku tak bisa berkelit lagi. Kini aku mulai pasrah. Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah dan kalah. "Kenapa kamu berbuat seperti ini, May? Apa kamu kira, aku akan membuangmu begitu saja saat aku tahu anak itu bukan darah dagingku?" tanyanya dengan penuh penekanan dan ketegasan.Aku tetap menunduk. Rasanya tak mampu membalas apapun yang akan dikatakan dan dituduhkannya nanti. Sesekali menyeka kedua pipiku yang makin lama makin basah. Ibu mertua ikut mengomel tak karuan. Membuat makin banyak polusi telinga. "Aku sudah menyuruh orang untuk memata-mataimu sejak lama. Aku juga tahu, kalau selama ini kamu tak kuliah. Uang kuliah dan jatah bulananmu sengaja kamu tabung untuk membangun rumah ini, kan?" tanyanya lagi. Bukan bertanya, namun dia memang sudah mengantongi kuncinya. Membu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status