Share

Bab 7

Pov : Gilang 

 

Ada tiga mobil yang masuk bengkel minta diservis. Alhamdulillah, meskipun minggu ini belum banyak customer yang datang tapi aku yakin bulan-bulan selanjutnya pelanggan akan bertambah. Yang paling penting sekarang adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin agar mereka tak kecewa.  

 

Hampir delapan bulan berlalu, memang belum ada hasil signifikan dari usaha bengkel ini. Jangankan balik modal atau bisa untuk tabungan. Bahkan hasilnya baru cukup untuk membayar gaji para karyawan.

 

Tapi tak apa, aku harus bersyukur. Berapapun hasilnya yang penting halal. Sebenarnya, ada rasa bersalah di dalam dada karena tak bisa memberikan nafkah yang layak untuk istriku, Lina. Namun apa boleh buat, aku sudah berusaha maksimal hanya saja baru segitu rizki yang Dia kirimkan. 

 

Bersyukur aku memiliki istri sepertinya, dia tak pernah menuntut macam-macam, selalu mendukungku sepenuh hati di saat aku terpuruk dan jatuh, bahkan rela menyisihkan sebagian gajinya untuk jatah bulanan ibuku, yang seharusnya menjadi kewajibanku.

 

Tiap malam kulihat dia salat, mendoakanku dengan khusyuk 

Henfonku berdering. Ada sebuah panggilan masuk. Nama ibu muncul di layar. Kukerutkan dahi. Tumben ibu telfon, biasanya jam segini ibu hanya kirim pesan.

 

"Assalamu'alaikum, Bu. Ada apa? Tumben telfon siang-siang," ucapku setelahmmmmmmmm

 

"Wa'alaikumsalam, Lang. Iya ini ibu mau ngomong serius sama kamu. Kalau di rumah kan nggak enak sama istrimu. Yang ada nanti dia ngedumel nggak jelas," jawab ibu kemudian. 

 

Entah kenapa ibu masih saja kesal sama Lina bahkan menyebut namanya saja terasa ogah-ogahan. Padahal sebagai menantu, dia sudah banyak berkorban. Waktu, tenaga dan uang tentunya. Dia tak pernah membeda-bedakan mana ibu kandung dan mana ibu mertua. Menganggap semua sama, sama-sama seorang ibu yang wajib disayangi dan dihormati. Sekalipun dia tak pernah dihargai.  

 

"Lang, Ibu pengen punya cucu." 

 

Ucapan ibu kembali mengagetkanku. Entah sudah berapa kali ibu mengatakan hal itu. Mungkin puluhan atau bahkan ratusan kali. Kadang membuatku bosan sendiri.

 

Meski sudah kubilang berkali-kali, aku dan Lina masih berusaha mendapatkannya, namun sepertinya keinginan ibu terlalu  membabi buta. Tak pernah mau mendengarkan perkataanku bahwa Lina masih program hamil. 

 

Kadang aku kasihan padanya. Tampak jelas di wajahnya dia lelah menjalani ini semua. Tapi keinginannya memiliki buah hati seolah menepis habis rasa lelahnya.

 

Tak terhitung lagi berapa obat yang sudah dia telan, berapa gelas ramuan atau jamu yang dia minum, berapa puluh dokter yang kami kunjungi namun memang sampai sebelas tahun ini kami belum juga dikaruniai momongan. 

 

Tapi meskipun begitu, rumah tanggaku dan Lina tetap harmonis. Karena kami sama-sama yakin, jika Allah sudah berkehendak tak ada kata mustahil. 

"SMabar dulu ya, Bu. Aku dan Lina masih berusaha untuk --

Belum sempat kuteruskan, ibu sudah menyela. 

"Halah dari dulu kamu selalu bilang begitu. Masih usaha. Masih mencoba. Masih program. Tapi nyatanya? Nggak ada hasil apa-apa!" ucap ibu ketus. 

Kuhembuskan napas pelan. Berkali-kali aku istighfar. Walau bagaimanapun, dia tetap ibuku. Surgaku tetap di bawah telapak kakinya. Dia wajib kuhormati, jangan sampai emosiku meledak hingga menyakiti hatinya. 

 

"Ibu sudah capek menunggu, Lang. Sebelas tahun. Bayangkan sebelas tahun hlo, Lang. Kurang sabar gimana coba?! Pokoknya ibu nggak mau tahu, kamu harus kasih ibu cucu. Ibu malu sama tetangga, selalu disindir begini begitu. Sudah setua ini belum juga bisa menimang cucu. Teman-teman seangkatan ibu, sudah memiliki banyak cucu. Sementara ibu, satu aja belum!" Ibu mulai mengomel lagi. Ke sekian kalinya.

 

Jangankan ibu, aku dan Lina pun rasanya sudah nggak sabar ingin menimang buah hati, tapi gimana kalau memang Dia belum meridhoi? 

 

Dua tahun lalu, kami sempat ingin mengadopsi anak saja daripada menunggu entah kapan datangnya, tapi lagi-lagi ibu menolak. Dia bilang, ingin memiliki cucu dari keturunanku bukan dari keturunan orang lain yang nggak jelas asal usulnya. Entahlah, kadang permintaan ibu membuatku makin pusing.

 

"Cuma kamu yang bisa kasih cucu sama ibu, Lang. Karena kamu anak semata wayang ibu. Tolong mengerti. Ibu nggak ingin apa-apa darimu, cuma ingin cucu. Pokoknya, mau tidak mau kamu harus menikah lagi. Mungkin saja memang istrimu itu nggak subur, jadi susah hamil."

 

Ucapan ibu barusan bagai petir di siang bolong tanpa mendung dan hujan. Sampai berkali-kali kuucap istighfar. Menikah lagi, kata ibu? Bahkan untuk melirik wanita lain saja tak pernah terbesit sedikitpun di benakku.  

 

Aku sangat mencintai Lina, sejak kami pertama kali bertemu di perpustakaan kampus waktu itu. Bahkan sampai detik ini, cintaku tak pernah berubah. Justru semakin bertambah. Karena dia tak hanya cantik fisiknya tapi juga cantik hatinya.

 

"Istighfar, Bu. Gilang nggak mau menikah lagi. Gilang sangat mencintai Lina, Bu. Bagi Gilang, dia wanita yang cukup sempurna."

 

Kedua sudut mataku basah. Segera kucuci muka, jangan sampai karyawanku melihat tangis ini. 

 

"Sempurna apa? Wanita yang sempurna itu yang bisa memberikan buah hati untuk suaminya. Sedangkan dia?!"

 

Lagi-lagi aku hanya bisa istighfar mendengar ucapan ibu. Seandainya Lina mendengar ini semua, betapa sakitnya dia.

 

"Ibu nggak mau tahu. Pokoknya kamu harus menikah lagi. Nggak ada jalan lain, istrimu harus memilih, cerai atau dimadu."

 

Belum kujawab kalimat terakhir ibu, ibu sudah mematikan henfonnya. Sepertinya kali ini dia benar-benar serius. Mungkin sudah capek menunggu, bahkan dia tak mau mendengar lagi alasan-alasan dariku. 

 

***

 

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Suka dengan peran utama istri yg tegas ga mudah di tindas,tapi di sini peran utama ceweknya lemah hanya bisa nangis di pojokan kasur
goodnovel comment avatar
Ryann Fathoni
ambil udah jutaan, nyesel baca disini
goodnovel comment avatar
Melinda Arifin Ilham
dasar mertua YG egois,Suami tak tau diri rumah istri kok Di buat sebenaknya ,seharusnya kasih pengertian sama ibunya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status