Share

Bab 2

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 05:32:32

"Rumah, cafe dan mobil itu harus atas namamu? Yang benar saja dong, Sayang. Masa isi perjanjiannya seperti ini?" Aku membulatkan mata saat membaca inti dari surat perjanjian yang disodorkan Zilva. 

Betapa tidak? Semua aset yang kupunya harus atas namanya, padahal selama ini justru dialah yang meminta untuk menuliskan namaku saja. Zilva terlalu penurut bahkan dia tak pernah menolak apapun yang kuperintahkan asalkan tak melanggar aturanNya. 

 

Oleh karena itulah aku sangat mencintainya dan tak rela ada lelaki lain yang dekat dengannya. Keputusanku untuk memintanya keluar dari pekerjaannya dulu kurasa adalah hal yang tepat. Mata lelaki di luar sana terlalu berbahaya untuk seorang Zilva yang cantik, pintar dan energik. 

 

Namun, sebagai anak lelaki satu-satunya aku tak bisa menolak permintaan mama begitu saja. Apalagi aku menyadari jika Zilva belum bisa menghadirkan buah hati seperti permintaan mama selama ini. 

 

Dua tahun memang waktu yang singkat bagiku, masih ada banyak waktu untuk mencoba lagi dan lagi, tapi bagi mama itu adalah waktu yang sangat lama hingga akhirnya aku terpaksa menyetujui permintaan mama untuk menikah dengan Lala sebagai permintaan terakhirnya.  

 

"Ini permintaan mama yang terakhir padamu, Ran. Apakah kamu tak jua bisa mengabulkannya? Zilva pasti mau berpoligami. Bukankah kamu bilang dia wanita yang taat beragama dan patuh pada suaminya? Poligami dibolehkan agama dan tak menentang syariat. Dia harus mematuhinya jika memang tak mau kamu ceraikan. Jangan selalu mengalah pada perempuan itu, Ran. Bisa besar kepala dia!" sentak mama seminggu lalu saat masih terbaring di ranjang rumah sakit. 

 

"Mama 'kan tahu kalau Amran sangat mencintai Zilva, Ma. Berpoligami tentu akan menyakiti hatinya. Zilva menantu dan istri yang baik. Dia penurut, tak pernah membangkang, setia dan selalu membuat Amran tenang dan bahagia. Rasanya memiliki Zilva saja sudah cukup, Ma," elakku saat itu. Namun, mama terlihat murka saat mendengar jawabanku. 

 

"Jangan bo doh, Ran. Hidup ini tak hanya sekadar cinta, tapi juga keturunan. Ingat masa depan, kamu akan kesepian tanpa celoteh riang anak-anak di rumahmu." Mama kembali meyakinkan dan mengusik gundahku perihal keturunan.

 

"Soal itu Amran juga tahu, Ma, tapi mama lihat sendiri tes kesuburan dari dokter waktu itu kan? Zilva dan Amran tak mandul, kami sama-sama subur. Hanya saja Allah memang masih menginginkan kami pacaran halal lebih lama. Jadi, DIA belum mengamanahkan keturunan pada kami berdua," balasku kembali meyakinkan mama yang mulai gelisah. 

 

"Jangan durhaka! Pikirkan baik-baik apa yang mama ucapkan, Amran. Nikah dengan Lala atau kamu harus kesepian bertahun-tahun dengan Zilva yang tak jua memberimu keturunan itu. Jika kamu memang menyayangi mama, tentu tak ada masalah jika hanya menuruti permintaan mama kali ini. Lagipula bukan permintaan buruk, justru permintaan enak buatmu," sambung mama tak mau kalah. 

 

Sehari, dua hari, tiga hari setelah mendengar permintaan mama itu akhirnya aku memberanikan diri untuk ngobrol empat mata dengan Zilva. Kemarin dia sudah mengizinkanku untuk menikah asalkan aku mau menandatangani perjanjian yang dibuatnya. 

 

Saat inilah aku membaca isi perjanjian yang tak terduga itu. Perjanjian yang terlalu menguntungkannya jika kelak kamu tak lagi bersama. Aku tak akan mungkin melepaskannya, tapi apakah Zilva juga akan berpikir yang sama sepertiku setelah aku benar-benar menikah dengan Lala?

 

"Zilva ... ini terlalu memberatkanku," ucapku lagi sembari menatap lekat wajah cantiknya yang berubah sendu sejak seminggu lalu. 

 

"Kenapa berat, Mas? Jika aku boleh meminta, aku hanya ingin dirimu saja. Namun, itu tak akan mungkin terjadi bukan? Jika kamu menikah dengan perempuan itu, tentu aku tak memiliki hak utuh atas dirimu. Oleh karena itulah aku sengaja menginginkan aset ini karena ada hakku di sana. Aku takut kamu khilaf dan memberikan semuanya pada istri barumu," ucap Zilva dengan mata berlinang. 

 

Sebenarnya aku tak tega melihatnya seperti saat ini. Aku tahu cintanya padaku teramat dalam. aku yakin dia sengaja melakukan ini agar aku berpikir ulang tentang poligami itu. Dia sangat mencintaiku, karena itulah tak ingin aku menduakan cintanya. Jika tetap nekat, maka inilah jalan yang harus kupilih. Menyerahkan semua aset yang kurintis selama dua tahun ini untuknya. 

 

Zilva tak salah. Dia memang berhak memiliki aset-aset itu sebab semuanya ada setelah aku hidup bersamanya. Wajar jika dia tak rela Lala ikut menguasai harta yang kami punya. 

 

"Kamu nggak mau poligami kan, Mas?" tanyanya lagi. Aku kembali menghela napas.

 

"Jika kamu tak bisa menolak permintaan mama, tanda tangani saja perjanjian ini, Mas. Dengan begitu, aku bisa lebih tenang karena perempuan itu tak akan mengusik harta dunia yang selama ini kita usahakan. Ingat, Mas. Meski aku tak bekerja, tapi aku tak lelah mendoakan keberhasilanmu. Bukankah kesuksesan suami tak lepas dari doa istrinya setiap hari?" Zilva kembali mengingatkan dan aku pun menyetujui ucapannya itu. 

 

"Maaf, Sayang. Aku benar-benar tak bisa menolak permintaan mama sebab itu adalah permintaan terakhirnya. Baiklah, jika memang perjanjian ini membuatmu lebih tenang, aku akan melakukannya. Berjanjilah padaku tak akan meninggalkanku sendirian, Sayang. Aku sangat mencintaimu, kamu pasti tahu itu." 

 

Zilva tak menjawab. Dia hanya tersenyum tipis lalu memberikan bolpoinnya padaku. Aku tanda tangani perjanjian itu dengan perasaan campur aduk. 

 

Setelah selesai, kulihat senyum tipis di bibir Zilva dan perempuan di sebelahnya. Dia bernama Arumi yang tak lain adalah sahabat Zilva dan seorang notaris yang mengesahkan perjanjian ini. 

 

***  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Ai Siti Rahmayati
menyimak dulu Thot
goodnovel comment avatar
Hansiana Siregar
bumer gila .. teganya...andai dulu njenengan dipoligami pripun?kualat mbahhhh!
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Istri sah pinter juga ambil semua hartanya sebagai pengganti poligami...biar istri baru nya ga dapat apa²
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Keluarga yang Hangat (TAMAT)

    Rumah Amran sore ini terasa berbeda. Udara hangat, aroma masakan memenuhi rumah, dan suara tawa bercampur riuh anak-anak menggema dari halaman belakang. Hari ini bukan perayaan besar. Tak ada tenda, tak ada dekorasi mewah, hanya syukuran kecil-kecilan, tetapi hangatnya menembus sampai ke dada.Zilva berdiri di dapur, mengatur piring dan gelas sambil sesekali menoleh ke arah halaman belakang. “Mas, tolong ambilin karpet gulung yang di gudang ya,” serunya.Amran yang sedang membantu mama menata meja tertawa kecil.“Iya, Tuan Putri. Perintahnya langsung jalan.”Mama Amran, Bu Ratna, ikut terkekeh.“Anak Mama tuh kalau istrinya yang ngomong langsung nurut. Mama saja kalah pamor.”“Ma … jangan begitu dong." Amran protes sambil tertawa. “Ini kan acara syukuran buat semuanya. Jadi, suami harus rajin dikit.”Bu Ratna hanya menggeleng sambil tersenyum bangga.“Kamu tuh sekarang jauh lebih lembut, Ran. Zilva yang bikin kamu berubah.”Zilva mendongak, mengelap tangannya dengan sapu tangan.“Ad

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jalan Tak Terduga

    Suasana ruang keluarga Amran sore ini terasa lebih berat daripada hari-hari sebelumnya. Prilly duduk di sofa dengan kaki diperban, Romy berada di sampingnya, dan Roby berdiri dekat jendela sambil memegang map berisi bukti-bukti yang berhasil ditemukan. Amran melangkah masuk dengan wajah serius, tetapi ada juga kelembutan yang sulit disembunyikan.“Mas, gimana? Sudah lapor polisi?” tanya Prilly, suaranya pelan namun penuh cemas.Amran duduk di depan mereka sembari menyilangkan tangan.“Belum. Belum ada laporan apa pun dari kita ke polisi.”Romy mengerutkan alis. “Kenapa, Mas? Kita punya bukti lengkap. Luka Prilly, rekaman CCTV, identitas pelaku bahkan pengakuan Fammy di telepon itu." Romy menepuk-nepuk pelan pundak istrinya yang ikut gelisah. Amran menghela napas panjang. “Iya, aku tahu. Tapi sebelum kita bertindak jauh, kita harus pikir matang-matang.”Prilly menggigit bibir. “Bertindak matang-matang gimana, Mas? Tinggal jebloskan perempuan itu ke penjara kan semua sudah jelas dan

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Kedok Terbongkar

    Minimarket itu sudah sepi. Lampunya tinggal satu yang menyala redup. Roby mengetuk pintu kaca.“Permisi! Ada pengurus shift malam?" Seorang karyawan muncul, wajah mengantuk. “Iya, Mas. Ada apa?” Roby mengeluarkan kartu nama.“Saya Roby, asisten Amran Iriansyah.” Dia menekan nama itu dengan sengaja. “Kami butuh akses rekaman CCTV untuk penyelidikan kecelakaan tabrak lari.”Karyawan itu segera tersadar.“Oh … iya, iya, Mas! Tunggu, saya panggil kepala tokonya.”Tak sampai semenit, kepala toko datang tergopoh-gopoh.“Maaf, Mas. Ada kepentingan apa dengan CCTV?” Romy ikut bicara. “Istri saya ditabrak orang dekat sini. Kami butuh lihat arah datangnya motor itu.”Kepala toko langsung mengangguk.“Saya bantu, Mas. Silakan masuk.”Mereka masuk ruang monitor. Roby memperhatikan dengan tajam.“Putar mulai jam delapan lewat lima belas.”Rekaman berjalan. Lalu…“STOP!” Roby menunjuk layar.“Itu dia! Itu motornya!”Terlihat Prilly berjalan membawa plastik belanja. Lalu sebuah motor melaju dari

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jejak Gelap

    Ruang kerja Amran sudah gelap ketika semua lampu kantor lain padam, namun dia masih duduk tegak di balik meja besar kayu mahoni. Tangan kirinya mengepal, sementara tangan kanan memijat pelipis. Wajahnya tegang, matanya merah karena lelah tetapi pikirannya tak berhenti bekerja.Dia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjenguk Prilly. Adiknya itu masih shock. Tubuhnya penuh memar, kakinya diperban akibat benturan keras. Dokter bilang luka itu bisa lebih parah kalau Prilly tidak sempat melompat ke samping sebelum motor itu benar-benar menabraknya.Tapi yang lebih menakutkan adalah kalimat Prilly waktu sadar."Sepertinya dia emang sengaja nabrak aku, Mas. Dia udah ngawasin aku sejak beberapa hari belakangan. Mungkin ini kesempatan yang pas, makanya dia langsung eksekusi." Detik ini, Amran meremas rambutnya sendiri dengan frustrasi. Dia tak bisa tinggal diam. Dia akan selesaikan satu persatu masalah keluarganya. Setelah teror keluarga kecilnya usai, dia mulai fokus membantu Prilly

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Akhirnya kebenaran Tersingkap

    Suara sirine masih menggema ketika Benny dan tiga anak buahnya didorong masuk ke ruang interogasi. Baju mereka lusuh, wajah penuh debu, dan tangan diborgol. Di balik kaca satu arah, Amran berdiri kaku dengan rahang mengeras. Roby berada di sampingnya, menepuk pundak bosnya pelan, mencoba menenangkan meski dadanya sendiri berdegup tak karuan. Di ruang interogasi, penyidik bersandar, nada suaranya tajam.“Benny. Kamu dan anak buahmu selalu meneror keluarga Amran. Ini sudah masuk pasal berat. Jelaskan siapa otaknya.”Benny menelan ludah. Tangannya gemetar. Dia tak membalas bahkan terus menyangkal berulang kali. Namun, setelah beberapa menit dicecar, akhirnya dia menyerah. “Tolong, kami hanya disuruh."“Siapa yang nyuruh?”Benny memejamkan mata. Anak buahnya saling pandang, wajah mereka pucat. Akhirnya Benny mengembuskan napas panjang.“Deswita, Pak. Namanya Deswita. Dia bayar kami. Katanya cuma buat nakut-nakutin keluarga Amran. Suruh kasih peringatan biar istrinya sadar diri.”“Sadar

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Menyerah

    "Kamu nggak ninggalin dia tanpa pengawasan kan, Rob?" tanya Amran sembari mendengarkan bukti rekaman yang didapatkan asistennya itu. "Ada anak buah saya di sana, Mas. Tenang aja. Semua sudah saya atur dan dia nggak akan bisa kabur." Roby membalas cepat sembari membenarkan letak duduknya. Amran pun manggut-manggut. Dia cukup percaya dengan kinerja Roby karena sudah bertahun-tahun bersamanya. Dia bertanya demikian hanya untuk memastikan dan lebih meyakinkan perkiraannya saja. "Dia sendirian di kontrakan itu atau ada teman lain?" Amran kembali bertanya lebih detail. "Sendirian, Mas. Sepertinya dia akan pergi malam ini juga karena tahu kalau Mas Amran sudah mulai mencurigainya." "Atur semuanya, bawa polisi sekalian. Aku nggak mau dia kabur lagi." Amran mematikan rekaman lalu memindahkan bukti itu ke laptopnya untuk jaga-jaga kalau rekaman pertama kenapa-kenapa. "Baik, Mas. Saya akan urus semuanya." Roby memasukkan ponselnya ke saku celana lalu menyeruput secangkir kopi yang disediak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status