Share

KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA
KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA
Penulis: NawankWulan

Bab 1

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 05:31:33

"Aku nggak mandul, Mas. Kenapa kamu bersikeras menikah lagi?" tanyanya seminggu yang lalu saat aku izin untuk menikah dengan Lala. 

Aku memang sengaja izin padanya untuk menghindari segala resiko yang akan terjadi di kemudian hari. Padahal jika aku mau, tak ada kewajiban seorang suami untuk izin pada istri pertamanya jika ingin menikah lagi bukan? Yang penting siap berlaku adil soal waktu dan materi, tak terkecuali tentang cinta.

 

Namun, aku memilih mengambil resiko terkecil dengan meminta izin Zilva, istri pertamaku. Aku tahu dia akan menuruti keinginanku untuk menikah lagi, sebab cintanya padaku terlampau besar. Apalagi saat ini dia tak memiliki siapa-siapa selain aku dan keluargaku tentunya. Ibu angkatnya telah tiada setahun lalu, menyusul bapak angkat yang dipanggil Allah lebih dulu. Sementara sanak saudara dia tak punya. 

 

"Aku tahu, Sayang. Kamu memang tak mandul. Kita sama-sama subur, tapi-- 

 

"Tapi apa, Mas?" tanyanya lagi dengan ekspresi begitu cemas. Telapak tangannya sangat dingin dan bibirnya sedikit bergetar menahan isak yang sebentar lagi pasti terdengar. 

 

"Tapi mama memintaku untuk menikah dengan perempuan itu. Lala, dia adalah anak dari sahabat mama yang memang sejak dulu dijodohkan denganku. Kamu tahu itu kan?" ucapku terbata. Zilva mendongak dengan mata berkaca. Seperti dugaanku, bulir bening mulai menetes dari sudut matanya.

 

"Aku tahu. Dia yang dulu sempat patah hati lalu pergi dari kota ini karena kamu justru memilihku sebagai istri," balasnya. Ternyata ingatan Zilva masih setajam itu.  

Zilva benar. Dua tahun lalu aku memang menolak perjodohanku dengan Lala sebab aku sudah tertarik pada Zilva sejak pandangan pertama di kampus. Zilva adalah adik kelasku saat kuliah dulu.

Wajahnya yang cantik, sorot matanya yang teduh, senyum manisnya, keanggunan dan kelembutannya membuat banyak lelaki jatuh cinta, termasuk aku. Ditambah dia termasuk mahasiswi berprestasi. Rasanya Zilva adalah calon istri idaman setiap lelaki.

Saat itu aku merasa paling beruntung karena bisa meluluhkan hatinya. Tak butuh waktu lama aku pun melamarnya dengan pernikahan yang sederhana karena aku memang baru saja diwisuda dan belum memiliki penghasilan tetap. 

 

Rasa syukurku semakin dalam saat dia sah menjadi istriku. Dia teramat penurut, lembut dan setia. Mau hidup sederhana denganku padahal saat itu bisa saja dia menolak lamaranku dan memilih laki-laki lain yang jauh lebih mapan dibandingkan aku. 

 

"Gimana, Sayang? Apa kamu mengizinkan?" tanyaku ulang sembari menyeka bulir bening di kedua pipinya. Zilva mendongak, mencoba untuk tetap tersenyum meski kutahu rasa sakit dalam hatinya teramat dalam.

 

"Apa jawabanku ini penting bagimu, Mas? Bukankah jawaban iya ataupun tidak, kamu akan tetap menikah dengan perempuan itu demi mama dan mungkin demimu juga," balasnya lirih, mencoba tetap tegar meski kutahu hatinya jelas terasa perih. 

 

Aku tak menyalahkan ucapan Zilva. Memang benar jika jawabannya tak berarti bagiku. Walau bagaimanapun aku akan tetap menikah dengan Lala demi mendapatkan keturunan. Tak hanya mama yang menginginkannya, tapi aku juga. 

 

Hanya saja aku tak tega terang-terangan mengatakan demikian di depannya. Jelas kutahu, ada atau tidaknya keturunan sudah ada yang mengatur. Sebagai hamba kita tak berhak memaksa. 

 

"Kenapa? Ucapanku benar kan, Mas? Kamu akan tetap menikah dengannya sekalipun aku melarang. Keputusanmu sudah bulat sejak undangan itu tersebar," balasnya lagi dengan tangis yang tertahan. 

 

Aku berusaha memeluknya, tapi dia menepisku pelan. Sungguh, rasanya aku ikut sakit melihatnya seperti ini. Terlalu perih hatinya hingga sekadar menenangkan kegundahannya di dadaku saja dia tak ingin. 

 

Padahal biasanya dia selalu bilang, sebanyak apapun masalah akan merasa tenang jika ada dalam dekapanku. Dekapan yang perlahan ditepis karena sakit yang terlampau dalam. 

 

"Silakan saja kamu menikah dengan dia, Mas. Namun, ada satu hal yang harus ku ingat. Aku ingin kamu memenuhi kewajibanmu padaku. Kamu harus bisa adil antara aku dengan dia," ucapnya dengan nada gemetar. 

 

"Iya, Sayang. InsyaAllah aku akan berlaku adil pada kalian berdua. Meski aku akan menikah lagi, percayalah, Zilva, cintaku padamu tak pernah berubah, tapi justru semakin bertambah. Kamu benar-benar istri idaman setiap lelaki dan aku sangat bersyukur pernah kamu pilih sebagai suami," sambungku cepat. 

 

"Sayangnya, aku merasa kamu bukan laki-laki terbaik untukku, Mas. Aku benar-benar tak menyangka jika akan kamu duakan seperti ini. Tapi tak apa. Aku akan membuat surat perjanjian sebagai tanda persetujuanku atas pernikahan keduamu itu, tapi ada syaratnya. Apa kamu akan memenuhi semua syarat yang kuajukan, Mas?" tanyanya lagi setelah menghela napas panjang. 

 

"Syarat?" Dia mengangguk pelan.

 

"Jika aku mengiyakan syarat itu, apa kamu akan mengizinkanku menikah dengan Lala? Kamu rela dimadu dengannya?" tanyaku untuk memperjelas maksud surat perjanjian dan syarat yang dia berikan. 

 

"Aku akan izinkan jika kamu mau memenuhi syarat yang kuberikan," balasnya lagi sembari menganggukkan kepala. 

 

Zilva adalah istri yang penurut dan tak pernah neko-neko selama dua tahun bersamaku, pastilah syarat yang diajukannya pun tak akan sulit. Tak ingin membuang waktu, aku pun mengangguk yakin bisa memenuhi syarat yang dia berikan. 

 

"Baiklah, Mas. Nanti akan aku buatkan surat perjanjiannya. Sekarang, pergilah. Bukankah di rumah mama diadakan acara syukuran kecil-kecilan untuk menyambut perempuan itu dan keluarganya?" Zilva kembali mencoba tersenyum, tapi entah mengapa senyumnya kali ini terasa sangat berbeda. Mendadak kekhawatiranku muncul tiba-tiba. Apa yang sedang direncanakannya setelah mendengar permintaanku untuk menikah kedua kalinya?

 

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rugaiyah Alqadri
bagus sekali lanjutkan
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
akhirnya hadir di sini ,.. setelah baca setengah2 di app sebelah yg hrs pakai koin......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Keluarga yang Hangat (TAMAT)

    Rumah Amran sore ini terasa berbeda. Udara hangat, aroma masakan memenuhi rumah, dan suara tawa bercampur riuh anak-anak menggema dari halaman belakang. Hari ini bukan perayaan besar. Tak ada tenda, tak ada dekorasi mewah, hanya syukuran kecil-kecilan, tetapi hangatnya menembus sampai ke dada.Zilva berdiri di dapur, mengatur piring dan gelas sambil sesekali menoleh ke arah halaman belakang. “Mas, tolong ambilin karpet gulung yang di gudang ya,” serunya.Amran yang sedang membantu mama menata meja tertawa kecil.“Iya, Tuan Putri. Perintahnya langsung jalan.”Mama Amran, Bu Ratna, ikut terkekeh.“Anak Mama tuh kalau istrinya yang ngomong langsung nurut. Mama saja kalah pamor.”“Ma … jangan begitu dong." Amran protes sambil tertawa. “Ini kan acara syukuran buat semuanya. Jadi, suami harus rajin dikit.”Bu Ratna hanya menggeleng sambil tersenyum bangga.“Kamu tuh sekarang jauh lebih lembut, Ran. Zilva yang bikin kamu berubah.”Zilva mendongak, mengelap tangannya dengan sapu tangan.“Ad

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jalan Tak Terduga

    Suasana ruang keluarga Amran sore ini terasa lebih berat daripada hari-hari sebelumnya. Prilly duduk di sofa dengan kaki diperban, Romy berada di sampingnya, dan Roby berdiri dekat jendela sambil memegang map berisi bukti-bukti yang berhasil ditemukan. Amran melangkah masuk dengan wajah serius, tetapi ada juga kelembutan yang sulit disembunyikan.“Mas, gimana? Sudah lapor polisi?” tanya Prilly, suaranya pelan namun penuh cemas.Amran duduk di depan mereka sembari menyilangkan tangan.“Belum. Belum ada laporan apa pun dari kita ke polisi.”Romy mengerutkan alis. “Kenapa, Mas? Kita punya bukti lengkap. Luka Prilly, rekaman CCTV, identitas pelaku bahkan pengakuan Fammy di telepon itu." Romy menepuk-nepuk pelan pundak istrinya yang ikut gelisah. Amran menghela napas panjang. “Iya, aku tahu. Tapi sebelum kita bertindak jauh, kita harus pikir matang-matang.”Prilly menggigit bibir. “Bertindak matang-matang gimana, Mas? Tinggal jebloskan perempuan itu ke penjara kan semua sudah jelas dan

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Kedok Terbongkar

    Minimarket itu sudah sepi. Lampunya tinggal satu yang menyala redup. Roby mengetuk pintu kaca.“Permisi! Ada pengurus shift malam?" Seorang karyawan muncul, wajah mengantuk. “Iya, Mas. Ada apa?” Roby mengeluarkan kartu nama.“Saya Roby, asisten Amran Iriansyah.” Dia menekan nama itu dengan sengaja. “Kami butuh akses rekaman CCTV untuk penyelidikan kecelakaan tabrak lari.”Karyawan itu segera tersadar.“Oh … iya, iya, Mas! Tunggu, saya panggil kepala tokonya.”Tak sampai semenit, kepala toko datang tergopoh-gopoh.“Maaf, Mas. Ada kepentingan apa dengan CCTV?” Romy ikut bicara. “Istri saya ditabrak orang dekat sini. Kami butuh lihat arah datangnya motor itu.”Kepala toko langsung mengangguk.“Saya bantu, Mas. Silakan masuk.”Mereka masuk ruang monitor. Roby memperhatikan dengan tajam.“Putar mulai jam delapan lewat lima belas.”Rekaman berjalan. Lalu…“STOP!” Roby menunjuk layar.“Itu dia! Itu motornya!”Terlihat Prilly berjalan membawa plastik belanja. Lalu sebuah motor melaju dari

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jejak Gelap

    Ruang kerja Amran sudah gelap ketika semua lampu kantor lain padam, namun dia masih duduk tegak di balik meja besar kayu mahoni. Tangan kirinya mengepal, sementara tangan kanan memijat pelipis. Wajahnya tegang, matanya merah karena lelah tetapi pikirannya tak berhenti bekerja.Dia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjenguk Prilly. Adiknya itu masih shock. Tubuhnya penuh memar, kakinya diperban akibat benturan keras. Dokter bilang luka itu bisa lebih parah kalau Prilly tidak sempat melompat ke samping sebelum motor itu benar-benar menabraknya.Tapi yang lebih menakutkan adalah kalimat Prilly waktu sadar."Sepertinya dia emang sengaja nabrak aku, Mas. Dia udah ngawasin aku sejak beberapa hari belakangan. Mungkin ini kesempatan yang pas, makanya dia langsung eksekusi." Detik ini, Amran meremas rambutnya sendiri dengan frustrasi. Dia tak bisa tinggal diam. Dia akan selesaikan satu persatu masalah keluarganya. Setelah teror keluarga kecilnya usai, dia mulai fokus membantu Prilly

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Akhirnya kebenaran Tersingkap

    Suara sirine masih menggema ketika Benny dan tiga anak buahnya didorong masuk ke ruang interogasi. Baju mereka lusuh, wajah penuh debu, dan tangan diborgol. Di balik kaca satu arah, Amran berdiri kaku dengan rahang mengeras. Roby berada di sampingnya, menepuk pundak bosnya pelan, mencoba menenangkan meski dadanya sendiri berdegup tak karuan. Di ruang interogasi, penyidik bersandar, nada suaranya tajam.“Benny. Kamu dan anak buahmu selalu meneror keluarga Amran. Ini sudah masuk pasal berat. Jelaskan siapa otaknya.”Benny menelan ludah. Tangannya gemetar. Dia tak membalas bahkan terus menyangkal berulang kali. Namun, setelah beberapa menit dicecar, akhirnya dia menyerah. “Tolong, kami hanya disuruh."“Siapa yang nyuruh?”Benny memejamkan mata. Anak buahnya saling pandang, wajah mereka pucat. Akhirnya Benny mengembuskan napas panjang.“Deswita, Pak. Namanya Deswita. Dia bayar kami. Katanya cuma buat nakut-nakutin keluarga Amran. Suruh kasih peringatan biar istrinya sadar diri.”“Sadar

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Menyerah

    "Kamu nggak ninggalin dia tanpa pengawasan kan, Rob?" tanya Amran sembari mendengarkan bukti rekaman yang didapatkan asistennya itu. "Ada anak buah saya di sana, Mas. Tenang aja. Semua sudah saya atur dan dia nggak akan bisa kabur." Roby membalas cepat sembari membenarkan letak duduknya. Amran pun manggut-manggut. Dia cukup percaya dengan kinerja Roby karena sudah bertahun-tahun bersamanya. Dia bertanya demikian hanya untuk memastikan dan lebih meyakinkan perkiraannya saja. "Dia sendirian di kontrakan itu atau ada teman lain?" Amran kembali bertanya lebih detail. "Sendirian, Mas. Sepertinya dia akan pergi malam ini juga karena tahu kalau Mas Amran sudah mulai mencurigainya." "Atur semuanya, bawa polisi sekalian. Aku nggak mau dia kabur lagi." Amran mematikan rekaman lalu memindahkan bukti itu ke laptopnya untuk jaga-jaga kalau rekaman pertama kenapa-kenapa. "Baik, Mas. Saya akan urus semuanya." Roby memasukkan ponselnya ke saku celana lalu menyeruput secangkir kopi yang disediak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status