Share

Bab 3

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-12-20 05:33:22

"Kamu yakin dengan keputusan ini, Mas? Yakin lebih memilih memberikan semua aset itu padaku daripada membatalkan pernikahan keduamu itu?" Pertanyaan Zilva kemarin kembali mengusik hatiku.

 

"Aku sudah mengingatkanmu berulang kali ya, Mas. Jangan sampai suatu hari nanti kamu menyesal atas keputusanmu sendiri."

 

Kalimat terakhir yang diucapkan Zilva kemarin benar-benar membuatku tak tenang hingga detik ini. Namun, aku berusaha menepisnya. Yang penting sekarang urusan dengan Zilva sudah kelar dan pernikahanku dengan Lala hari ini pun akan digelar.

 

Awalnya aku meminta Zilva untuk datang, setidaknya agar orang-orang tahu jika istri pertamaku itu menyetujui pernikahan ini. Kehadirannya juga akan meredam emosi para ibu yang biasanya akan menghujat istri kedua dengan sebutan pelakor.

 

Solidaritas perempuan di negeri ini cukup kuat jika membahas soal madu dan dimadu. Biasanya mereka akan mendukung penuh istri pertama dan menghujat habis-habisan istri kedua. 

 

Sebagian perempuan tetap tak menyukai poligami sekalipun itu tak pernah dilarang dalam agama. Bagi sebagian dari mereka, berbagi suami adalah hal menjijikkan yang harus dihindari. 

 

Slogan yang sering kudengar dari bibir para ibu saat berkumpul di rumah tetangga adalah," lebih baik hidup sendiri daripada dimadu. Jelek tak apa asalkan jadi yang pertama, daripada cantik hasil merampas dan hanya dijadikan yang kedua. 

 

Semua sudah kupikirkan cukup matang. Tak ingin nasib Lala terancam dan dihujat habis-habisan, aku pun kembali mengirimkan pesan pada Zilva agar dia mau datang. Lima menit pun tak apa asalkan dia menampakkan diri di sini saat akad nanti. 

 

Hanya saja, belasan kali aku mengirimkan pesan pada Zilva, tak ada satu pun balasan darinya. Puluhan kali kutelepon, tak sekalipun dia mau menerima. Entah kemana Zilva detik ini. Aku benar-benar mengkhawatirkannya.

 

Akad akan dimulai sebentar lagi, sementara hatiku semakin tak tenang karena memikirkan Zilva. Tak biasanya dia seperti ini. Diam seribu bahasa tanpa mengirimkan kabar secuilpun. 

 

Zilva yang kukenal dua tahun belakangan cukup aktif bersosial media. Dia tak mungkin mengabaikan handphonenya begitu saja sebab di sana juga ada grup-grup kajian yang dia ikuti dan aktif setiap hari. 

 

Namun, entah mengapa sejak kemarin kulihat status whatsappnya kosong bahkan dia terlihat aktif terkahir kali kemarin siang. Setelahnya hening. Tak ada satu pun pesan yang masuk darinya padahal aku menunggu momen itu sejak semalam. 

 

Zilva sangat berubah sejak aku terang-terangan minta izin untuk menikah lagi. Pesan dan panggilan tak erjawab yang biasanya selalu memenuhi w******p dan layar handphoneku, kini benar-benar kosong. Zilva seolah menghilang ditelan bumi. Entah ke mana dia, aku pun tak tahu.

 

"Kamu kenapa gusar begitu sih, Ran? Mikirin Zilva?" Mama bertanya sedikit ketus saat melihatku gusar dan kebingungan sedari tadi. Berulang kali menelpon, berulang kali pula dijawab oleh operator. Zilva belum juga mengaktifkan handphonenya. 

 

"Zilva nggak ada, Ma. Dia nggak ngasih kabar sejak kemarin," balasku cemas sembari terus mencoba menelponnya meski tetap saja tak bisa. Tak menyerah, aku pun menghubungi Arumi, tapi jawabannya tetap sama. Nomor Arumi pun tak aktif. 

 

Ya Allah ... kemana Zilva saat ini. Aku benar-benar takut dia kenapa-kenapa. Aku nggak mau kehilangan dia sebab aku sangat mencintainya. Zilva adalah cinta pertamaku. Dia juga istri terbaik dan terhebat bahkan nyaris sempurna. 

 

Hanya saja, aku terpaksa menikah dengan Lala demi mendapatkan keturunan yang aku dan mama idamkan selama ini. Keturunan yang belum bisa dipenuhi Zilva selama dua tahun tinggal di atap yang sama. 

 

"Sebentar lagi penghulu datang, Amran. Bukannya fokus pernikahanmu dengan Lala, justru terus memikirkan perempuan itu. Jangan sampai nanti kamu salah ucap saat akad. Bisa-bisa Lala ngambek dan mama malu dengan besan," ucap Mama ketus sembari melotot ke arahku. 

 

Mungkin mama benar, aku harus fokus dengan pernikahan ini. Lagipula, Zilva juga sudah setuju. Namun, aku benar-benar tak bisa tenang jika perempuan yang sangat kucintai itu tak jua memberi kabar. 

 

Handphoneku terasa begitu sepi dua hari belakangan ini tanpa pesan dan panggilan darinya. Aku sangat merindukan sosoknya. Dia yang biasanya selalu aktif dan perhatian bahkan cenderung protektif, entah mengapa kini menghilang begitu saja. Sikap yang bertolak belakang dibandingkan sebelumnya ini cukup menjadi pertanda betapa perihnya batin Zilva.

 

Mungkin saat ini dia tengah merintih kesakitan bahkan tak enak makan dan tidur tiap kali mengingat suaminya akan menikah lagi. Suami yang dia pikir akan setia hingga menua bersama, nyatanya telah mendua dan membuatnya kecewa dan nelangsa.  

 

"Stop memikirkan perempuan itu, Amran. Percuma ragamu di sini kalau batinku kemana-mana. Kasihan Lala kalau kamu tak juga bisa melepaskan perempuan itu. Bukannya kamu kemarin bilang kalau dia sudah mengizinkanmu menikah dengan Lala?" cecar mama lagi. Aku pun hanya mengiyakan saja. 

 

"Kalau dia sudah izinkan, kenapa kamu malah kebingungan? Sudahlah, Amran. Jatahmu bersama Lala itu seminggu. Jadi, gunakan waktu itu sebaik mungkin. Kalau perlu, fokuskan untuk membuatnya segera berbadan dua. Stop memikirkan istri pertamamu itu. Saat ini, jatah waktumu bersama Lala, bukan bersama dia!" Mama menajamkan tatapannya padaku. Namun, aku hanya menunduk, tak menjawab sepatah katapun. 

 

"Lihat, penghulu sudah datang. Hafalkan kembali kalimat qabul itu. Jangan sampai lupa, apalagi salah sebut nama. Jangan malu-maluin keluarga, mama nggak suka! Jangan mikirin perempuan itu terus, sepertinya dia sengaja menghilang supaya kamu nggak fokus dengan pernikahan ini. Stop terlalu over mencintainya, Amran. Dia bukanlah perempuan terbaik, sebab perempuan yang baik tentu bisa memberimu keturunan!" sentak Mama lagi lalu memintaku untuk segera bertemu dengan penghulu. 

 

Kata-kata mama memang terdengar begitu menyakitkan. Apa mama lupa jika istri kesayangan Baginda Rasulullah juga tak memiliki keturunan hingga akhir hayatnya? Kenapa sampai hati mama menyebut perempuan yang tak memiliki keturunan bukanlah perempuan yang baik. 

 

Kupejamkan mata sesaat lalu melangkah perlahan ke meja dan kursi yang sudah disiapkan untuk akad. Di sana calon papa mertua sudah duduk di samping penghulu yang baru saja datang. Setelah bersalaman, aku pun duduk di depan Om Galih yang sebentar lagi akan menjadi mertuaku. Ada meja kecil sebagai pemisah antara aku dan dia. 

 

Zilva ... dimana kamu sekarang? Sesakit itulah kamu dengan keputusanku untuk menikah lagi? Hingga kamu sengaja menghilang begitu saja dan tak pernah bisa kuhubungi? Apakah saat ini kamu masih berusaha menenangkan diri atau kamu memang sengaja membuatku sebimbang dan sekhawatir ini?

 

Zilva ...  apakah sebaiknya aku tak perlu melanjutkan pernikahan ini? Aku benar-benar tak tahu apa yang harus kulakukan. Saat ini hatiku bimbang kembali. Ingin rasanya pergi untuk mencari Zilva, tapi di sisi lain aku kembali mengingat permintaan mama. 

 

***

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ai Siti Rahmayati
mudah-mudahan istri ke 2 nya mandul
goodnovel comment avatar
Nyaprut
kenapa banyak perempuan murahan nikah harus sama laki orang ...
goodnovel comment avatar
Falistiq
geregetan sama mama dan suaminya, emang keturunan tugas istri doang yg menuhin?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Pesan Mengejutkan

    "Assalamualaikum, Jeng Ratna. Gimana kabarnya?" Ratna, mamanya Amran menerima panggilan telepon. "Wa'alaikumsalam, Jeng Mayang. Alhamdulillah kabar saya dan keluarga baik. Kabar Jeng May sama Wita bagaimana?" balas Ratna dengan senyum tipis. Ternyata yang menelepon saat ini adalah Mayang, mamanya Deswita. Wanita paruh baya itupun gegas mencuci tangan di wastafel. Suara Mayang terdengar cukup keras saat loud speaker di handphone Ratna diaktifkan. "Alhamdulillah kami juga baik, Jeng. Kebetulan Wita sama suaminya baru pulang dari Singapure. Mereka bawa oleh-oleh lumayan banyak, sudah dibagi-bagi ke tetangga. Tadi pagi kami ke rumah Jeng Ratna, sayangnya nggak ada di rumah. Memangnya Jeng Ratna sekeluarga ke mana?" tanya Mayang perlahan. "Oh iya, Jeng. Sejak kemarin kami memang pergi hajatan ke rumah saudara. InsyaAllah sore nanti pulang, sengaja menginap semalam di sini. Wita baru pulang honeymoon ya, Jeng?" balas Ratna lagi. "Benar, Jeng. Mereka baru pulang honeymoon di Singapure.

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Tamu Spesial

    "Tamu yang kamu tunggu datang tuh, Mas," ucap Arumi saat melihat Lana dan Dikta datang dari pintu utama. Berliana adalah perempuan yang disukai Radit sejak dulu, namun cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia justru menikah dengan Dikta, cinta pertamanya saat di sekolah putih abu-abu dulu. "Apa kamu bilang?" tanya Radit yang tak terlalu mendengar ucapan istrinya. Radit sempat melamun beberapa saat, jadi tak fokus dengan pembicaraan Arumi. "Tamu yang kamu tunggu sudah datang. Lihatlah, biar hatimu senang," ucap Arumi lagi dengan menahan sesak di dada. Radit cukup kaget saat melihat Lana datang bersama suaminya, lebih kaget lagi saat mendengar ucapan sang istri perihal masa lalunya. Dia memang sempat cerita soal Lana sekilas, tapi tak menyangka jika Arumi mengenali wajah perempuan itu. Tanpa Radit tahu jika Arumi sempat melihat Lana di album foto mertuanya bahkan ada foto perempuan itu di dompet suaminya. "Kamu tahu darimana kalau dia Lana?" tanya Radit gugup. Dia menatap Arumi beber

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Sesak

    Suasana begitu meriah saat keluarga Amran sampai ke gedung tempat pernikahan Arumi dan Radit digelar. Sepasang pengantin sudah duduk di pelaminan. Arumi tampak cantik dan anggun dengan kebaya berwarna biru mudanya. Radit pun terlihat lebih tampan dan menawan dengan warna jas yang sama."Zilva!" Arumi melambaikan tangan pada Zilva yang baru memasuki gedung. Zilva tersenyum sembari memberikan kode agar sahabatnya itu bisa menjaga sikap karena banyak tamu yang datang. "Mas, aku ke sana sebentar ya?" ucap Zilva saat ingin menghampiri Arumi di pelaminan. "Iya, Sayang. Aku tunggu di sini sama mama. Mbak Selly juga mau ikut itu," balas Amran sembari menunjuk kakaknya yang melangkah paling belakang. "Iya, Mas. Mbak Selly juga mau ngucapin selamat." Zilva tersenyum tipis. "Kenapa nggak sekalian nanti aja pas mau pulang?""Kelamaan, Mas. Arumi sudah lihat tadi, lagipula cuma salaman aja, nanti ke sini lagi," bisik Zilva dibalas dengan anggukan suaminya. Zilva pun menggandeng Rafka lalu men

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Kabar Terbaru

    Robby, tangan kanan Amran itu tiba-tiba datang tanpa mengirimkan pesan terlebih dahulu. Sepertinya ada kabar penting yang dia bawa, makanya buru-buru datang meski dia juga tahu kalau Amran dan keluarganya ada acara saat ini. "Maaf mengganggu, Mas. Ada berita penting yang harus saya sampaikan secepatnya," ucap Robby sembari mengikuti langkah bosnya ke teras rumah. Amran duduk di salah satu kursi teras lalu disusul oleh Robby yang menduduki kursi lain. "Soal apa? Kecelakaan Prilly?" tebak Amran seketika. Namun, Robby menggeleng pelan membuat Amran mengernyit. "Kalau bukan itu, lantas soal apa?" tanyanya penasaran karena tebakan yang diyakininya benar justru salah besar. "Soal lelaki berjaket kulit yang selama ini meneror keluarga bos." Robby mengangguk pelan berusaha meyakinkan saat Amran menatapnya lekat. "Kenapa dia? Sudah tertangkap?" Kali ini Robby menggeleng. "Lantas? Lincah sekali dia, bisa-bisanya kamu dan anak buahmu tak mampu menangkapnya setelah sekian lama berusaha mel

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Tamu Laki-laki

    Zilva merahasiakan permasalahan Arumi dengan calon suaminya dari Amran. Dia ingin menjaga perasaan sahabatnya, meskipun Amran sedikit tahu tentang kisah percintaan Arumi saat ini. Kisah cinta yang datang dari sebuah perjodohan, sementara Radit belum selesai dengan masa lalunya. "Cantik," puji Amran saat melihat istrinya keluar dari kamar dengan gamis abu-abunya. Rafka dan Amran pun memakai kemeja dengan warna yang sama. "Bukannya dari dulu memang cantik, Mas? Lupa?" Zilva sedikit mencibir saat digoda suaminya. "Nggak lupa dong. Lagipula kalau nggak cantik, mana mungkin jadi istri seorang Amran." "Oo ... jadi, kriteria menjadi istri Amran itu hanya cantik saja?" Zilva melirik malas. "Cantik wajahnya memang banyak, tapi yang cantik wajah dan hatinya itu nggak akan banyak." Amran menarik pelan dagu istrinya lalu mencium kening dan bibirnya."Kalian sudah siap?" Tiba-tiba mama Amran muncul dari ruang tamu. Sepertinya dia baru saja datang bersama Selly dan Ruri. "Astaghfirullah!" pek

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Tak Masuk Akal

    "Om Galih ya, Mas?" tanya Zilva setelah Amran mengakhiri panggilan. Laki-laki itu pun mengangguk lalu meletakkan kembali benda pipih kecil berwarna hitam itu ke meja. "Om Galih bilang kalau Lala akan segera bebas sekitar enam bulan lagi." Zilva manggut-manggut. "Lala masih berharap kalau kamu bakal jenguk dia?" tebak Zilva yang tahu apa inti pembicaraan itu. Zilva paham bagaimana keinginan Lala, tapi dia juga mengerti bagaimana keputusan suaminya yang tak ingin berhubungan dengan mantan istrinya itu lagi. "Biar sajalah, Sayang. Makin ribet kalau nanti berurusan dengan dia lagi. Kita nggak tahu apakah tiga tahun penahanannya itu membuatnya benar-benar jera atau justru menimbulkan dendam semakin dalam." "Jenguk saja sekali, Mas. Nggak ada salahnya kan?" bujuk Zilva lagi. Namun, Amran justru hanya membalas dengan hembusan napas kasar lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kamu lupa bagaimana sepak terjangnya selama ini? Dia nyaris memisahkan kita dan membuat kita selalu ribut, Saya

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Harapan Yang Berbeda

    "Assalamualaikum. Bagaimana kabarmu, Ran?" Suara dari seberang mengingatkan Amran dengan seseorang yang begitu dia kenal. Amran mengernyit. Dia tak tahu mengapa tiba-tiba laki-laki itu meneleponnya dengan nomor baru. "Wa'alaikumsalam, Pa. Alhamdulillah kabar baik. Papa sama mama gimana?" tanya Amran pada Galih, orang tua Lala yang tak lain mantan istri keduanya. "Alhamdulillah kami baik, Ran." Amran mengucap Hamdallah saat mendengar berita baik itu. "Sudah lama tak kasih kabar, papa hanya mau bilang kalau nomor yang lama hilang. Ini nomor baru papa." "Iya, Pa. Nanti Amran simpan nomornya. Maaf belum bisa jenguk papa dan mama. Akhir-akhir ini cukup banyak masalah dan Amran harus menyelesaikannya satu persatu." Amran menghela napas panjang. Sejak perceraiannya dengan Lala beberapa bulan silam, Amran memang hanya dua atau tiga kali menjenguk mertuanya. Itupun karena mama mertuanya sakit. Setelahnya, dia tak pernah ke sana lagi karena memang banyak masalah yang menimpa keluarganya.

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Nomor Asing

    "Fika, sini sama Tante." Zilva menyambut Fika dengan hangat. Gadis cantik itu dititipkan pada Zilva dan Amran selama Prilly masih di klinik. Romi yang bekerja sebagai karyawan swasta tak mungkin bisa menjaga Fika 24 jam. Dia harus bekerja dan menjenguk istrinya. Oleh karena itulah, pilihan terakhir dan terbaik memang menitipkan Fika pada Zilva karena dia yang selalu di rumah. "Tante, maaf kalau Fika ganggu Tante Zilva ya," ucap Fika dengan polosnya. "Nggak ganggu, Sayang. Tante justru senang Fika di sini. Adik Rafka ada yang nemenin main. Iya kan?" Zilva jongkok, mensejajari Fika yang berdiri di depannya. Dia pun tersenyum lalu mengusap puncak kepala Fika yang menatapnya dengan berbinar. "Iya, Tante. Fika mau ajak adik Rafka main," balas Fika sembari berlari kecil ke arah Rafka yang bermain bola di ruang tengah. Zilva dan Amran saling tatap lalu sama-sama tersenyum. Amran merangkul istrinya saat melangkah beriringan mendekati Rafka dan Fika. Mereka membicarakan tentang keadaan Pr

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Foto Pelaku

    "Gimana keadaan Prilly, Ma?" tanya Amran saat mamanya menjemput di depan pintu utama klinik Amal Sehat. "Alhamdulillah Prilly membaik, Ran. Dia cuma agak trauma saja." Amran menatap mamanya lekat."Trauma gimana, Ma?" lirih Amran sembari melangkah ke kamar inap Prilly. "Dia bilang beberapa kali tak sengaja lihat ada yang mengikutinya. Sebelum ke pasar tadi dia juga sudah lihat laki-laki yang menabraknya itu, tapi Prilly mencoba berbaik sangka. Ternyata, firasatnya memang benar kalau laki-laki itu ingin mencelakainya." Ratna menjelaskan semuanya pada Amran. "Jadi, Prilly memang sengaja ditabrak?" tanya Amran lagi saat berhenti di depan kamar inap Prilly. Ratna pun mengangguk. "Dia kabur setelah melihat Prilly tergeletak di trotoar." "Kurang ajar," gumam Amran begitu geram. Jemari-jemarinya mengepal. Dia tak akan tinggal diam melihat adiknya diperlakukan semena-mena seperti itu. "Sudahlah, Ran. Yang penting sekarang kesembuhan Prilly dulu. Soal pelakunya kita urus belakangan." "N

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status