Share

Bab 7

Putus Asa

Ini malam pertama bagi Rendi tanpa Clara tanpa Ana. Dia benar-benar sendiri. Benar-benar merasakan sepi. Rendi kembali menatap kakinya. Dia benar-benar putus asa. Tanpa ada satu orang pun yang menguatkannya. Lelaki itu malam ini begitu lemah. Hingga dia berpasrah kepada Allah. Mencurahkan segala gundah dalam hati. Meminta diberikan kekuatan dan juga kesabaran.

Rendi duduk termenung di sisi Ranjang. Dia benar-benar berusaha keras melakukan semuanya sendiri. Meskipun baginya begitu luar biasa sulitnya.

Bayangan Clara sekelebat terbesit dalam pikirannya. Clara yang cantik, anggun dan juga cerdas. Dia wanita yang mengagumkan. Hingga akhirnya Rendi jatuh hati pada wanita itu.

Dulu dia berharap Clara adalah wanita terakhir untuknya. Wanita terbaik dan juga wanita tercantik yang ia miliki. Namun sayang, takdir membuat Clara berkhianat. Ketika Rendi tak lagi bisa memberi nafkah batin.

Kini takdir benar-benar berjalan. Takdir yang akan memisahkan mereka. Tak pernah ada rencana maupun hasrat ingin mencari pengganti. Karena Rendi sadar kesembuhan kakinya tak bisa diukur oleh waktu. Bisa saja lebih cepat mungkin jadi lebih lama.

Tak ingin lagi menoreh luka pada wanita kelak yang bersanding dengannya.

Pyar ….

Rendi membuang gelas berisi air minum ke sembarang arah. Pikirannya benar-benar tak terkendali. Hingga akhirnya dia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. 

Matanya masih saja mengalir air bening tak tertahan.

***

Rania sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Karena hari ini dia mendapatkan pekerjaan dari Bu Husen, Bu Haji yang tempat tinggalnya persis disamping rumah Rendi. Bu Husen janda dengan tiga orang anak. Dia baik, dia baru pulang dari rumah anaknya yang ada di Bandung. Setelah suami Rania meninggal, Bu Husen Lah yang kerap kali membantu Rania. 

Memberinya Pekerjaan, kadang juga memberikan banyak makanan. Makanan yang tidak mungkin habis jika dimakannya seorang diri.

Bu Husen beruntung, memiliki anak yang semuanya sukses dalam bidangnya masing-masing. Itu berarti Bu Husen sukses dalam mendidik anak.

Dulu Rania diminta tinggal bersamanya, tapi ia tolak. Karena rumah yang Rania tempati adalah rumah peninggalan suaminya. 

Rania begitu mencintai suaminya. Dia ingin Salsa tumbuh ditempat Ayahnya dulu tinggal. Harapan Rania, Salsa masih bisa merasakan hangatnya rumah ayahnya.

Meskipun pekerjaan yang diberikan hanya mencuci baju dan juga membersihkan rumah. Tapi Rania tetap bersyukur, masih ada yang mau memberikan pekerjaan tanpa harus meminta belas kasih. 

Rania dengan telaten mengurus Salsa, anak semata wayangnya yang berusia satu setengah bulan. Masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Namun sayang, takdir mengharuskan Rania dan juga Salsa harus kuat. Harus kuat tanpa seorang figur ayah dan juga suami. 

Rania menggendong Salsa lalu mengajaknya ke rumah Ibu Husen. Berjalan dengan senyum yang mengembang. Sesekali menyapa tetangga yang melewati mereka. Hingga akhirnya dia sampai di depan rumah Rendi. Rumah yang gelap dan seperti tak berpenghuni.

Rania kembali melangkah, segera dia menghampiri Bu Husen yang tengah menyiram tanaman.

"Halo, Salsa. Apa kabar cantik?"

"Baik, Oma." Rania menjawab, Bu Husen meminta dia tetap dipanggil Oma. Meskipun mereka tidak ada hubungan darah. Sedekat itu mereka.

Salsa sedikit merengek. Memang ini sudah jamnya dia tidur. Segera Rania meminta izin masuk kedalam rumah dan menidurkan Salsa terlebih dahulu sebelum dia bekerja.

Salsa akhirnya tertidur. Dia dibawa ke kamar paling belakang yang biasanya ditempati irt. 

Rania bekerja dengan telaten, menyapu seluruh ruangan lalu mengepel. Menyatukan sampah lalu membuangnya ke tempat sampah ujung komplek. Karena Bu Husen tidak suka dengan sampah yang menumpuk di depan rumahnya. 

Rania pun menyapu halaman rumah Bu Husen. Sesekali menatap rumah Rendi yang masih terlihat sepi. Tidak ada tanda-tanda sang penghuni melakukan aktifitas. 

Hati Rania sedikit penasaran. Dia terlihat bimbang jika ingin menyapa pria yang notabennya sudah beristri itu.

"Kok masih sepi ya? Ah, nanti saja jika Pak Rendi keluar, baru deh aku sapa." gumam Rania. 

"Ran, aku pergi dulu ya. Mau belanja dulu ke supermarket ujung jalan. Kamu mau dibeliin apa?" tanya Bu Husen sembari mengambil sandal dalam rak.

"Nggak usah, Bu. Terima kasih, Bu Husen sudah pesen ojek?"

"Sudah," jawab Bu Husen sambil menepuk pundak Rania. "Pergi dulu ya!" Bu Husen kembali berpamitan. Kini langkahnya mulai menjauh dari rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status