Home / Fantasi / KUTUKAN DARAH EMAS / Bab 3: Ujian Dingin dan Suara Es

Share

Bab 3: Ujian Dingin dan Suara Es

Author: Bommz
last update Last Updated: 2025-10-26 20:30:48

Kael bertahan hidup di Aethelgard, bukan karena insting semata, melainkan karena keajaiban Darah Emas. Selama enam bulan pertama, ia ditinggalkan sendirian di lubang es buatan, berjarak ratusan meter dari tempat Varthas melakukan "lompatan" kedua. Dingin adalah gurunya, dan rasa lapar adalah rutinitas yang konstan.

​Indra perabaan Kael berevolusi secara brutal. Ia tidak lagi merasakan dingin sebagai rasa sakit, melainkan sebagai getaran tajam yang harus direspons oleh tubuhnya. Di bawah selimut kulit beruang, Kael akan merasakan Api Abadi berdenyut, memancarkan kehangatan hampa yang samar-samar, cukup untuk menjaga inti tubuhnya tetap hidup. Jika Api itu melemah, suhu luar akan segera mencengkeram paru-parunya, memberikan peringatan yang mematikan.

​Di usia setengah tahun, ia mulai mencoba merangkak. Dinding gua yang dilapisi es terasa licin dan menusuk di tangannya. Ia sering mendengar lolongan angin di luar—bukan suara biasa, melainkan seperti ratapan iblis yang kelaparan—yang membuatnya merangkak kembali ke dalam kulit beruang. Kael hanya mengonsumsi bubur yang ditinggalkan Varthas, yang kini terasa pahit dan dingin di lidahnya, namun merupakan satu-satunya sumber energi.

​Suatu sore, keheningan datang. Lolongan angin mendadak berhenti, digantikan oleh suara derap langkah yang sangat pelan di atas salju, suara yang berbeda dari gemerisik badai.

​Varthas telah kembali.

​Pakar sihir tua itu kini tampak sangat tua dan ringkih. Kerutan di wajahnya semakin dalam, dan aura biru tuanya tampak tipis dan rapuh, seperti asap yang ditiup. Ia nyaris tidak memiliki sisa energi setelah menyelesaikan kedua lompatan dan mengatur penyamaran Jaron dan Alisa di Kota Veridian.

​"Kau selamat, Darah Emas," desah Varthas, suaranya dipenuhi kelegaan yang pahit. "Sekarang, Ranah Awal dimulai. Kau tidak lagi Rey, kau adalah Kael."

​Varthas tidak menunjukkan kelembutan. Ia menarik paksa kulit beruang itu, membiarkan dinginnya Aethelgard langsung menjilat kulit Kael. Varthas menyadari, jika ia ingin anak ini mencapai Ranah Legenda, pelatihan harus dimulai dari nol: panca indra.

​"Ujian pertama, Kael. Kau harus mendengarkan," perintah Varthas.

​Varthas melemparkan sejumput salju lembut ke permukaan es, menghasilkan suara 'syt... syt...' yang halus. Kemudian, ia mengambil sepasang kepingan batu obsidian yang keras dan menggesekkannya. Suara gesekan batu itu terdengar tajam dan menusuk, memantul di dinding es.

​"Kau harus membedakan," Varthas menjelaskan, menunjuk ke penutup mata Rey. "Salah satunya adalah salju yang jatuh—bunyi alam. Satunya lagi adalah langkah Magis Kerajaan—bunyi musuh. Nyawa Manusia Biasa bergantung pada kemampuanmu membedakannya."

​Kael, yang kini berusia sembilan bulan, harus menggunakan seluruh fokusnya. Selama berjam-jam, Varthas akan menggesek batu obsidian itu, lalu menggosok salju, menguji indra pendengaran Kael hingga batasnya. Kepalanya terasa sakit dan berdenyut, tetapi Darah Emas itu menolak menyerah.

​Bulan-bulan berlalu. Pelatihan berlanjut. Varthas memaksa Kael untuk menjilat es murni sesekali untuk menguatkan pertahanan internalnya—rasanya manis dan menyakitkan secara bersamaan di tenggorokan Kael.

​Lalu, Varthas memperkenalkan aura. Ia akan melepaskan aura hangat (aura bersahabat) di dekat Kael, lalu segera menggantinya dengan aura dingin yang kejam (aura musuh). Kael harus merasakan (Sentuhan/Perabaan) perbedaan aura itu melalui penutup matanya.

​"Rasakan, Kael!" Varthas berteriak, suaranya bergetar karena tegang. "Aura adalah bau spiritual! Aura hangat ini adalah janji perlindungan. Aura dingin itu adalah Magis yang akan membunuhmu!"

​Saat Kael mencapai usia satu tahun, ia sudah bisa dengan cepat membedakan suara dan aura. Varthas tersenyum pahit. Bocah ini belajar dengan kecepatan yang menakutkan. Ranah Awal Kael kini sudah mulai stabil, diselimuti oleh aura api yang hangat namun tidak terlihat. Kael telah melewati Ujian Dingin—sekarang saatnya Ujian yang sesungguhnya: Ujian Kekuatan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KUTUKAN DARAH EMAS   Bab 10: Malam di Aelion dan Garis Batas Fana

    Lembah Naga, gurun pasir, dan Hutan Lumut Merah telah lama menjadi kenangan yang kabur. ​Tujuh belas tahun telah berlalu sejak Kael mendaki tangga dari bawah tanah Veridian, meninggalkan masa kecilnya di usia delapan tahun. Waktu telah bergerak, tetapi Darah Emas dan Ranah Grand Master telah mengikatnya pada janji keabadian. Kael kini berusia dua puluh lima tahun kronologis, tetapi Penglihatan sekilas di air yang tergenang menunjukkan wajah seorang pria muda yang terperangkap dalam kematangan awal usia dua puluhan—garis rahang yang tajam, mata yang tenang, tanpa sedikit pun kerutan atau kelelahan waktu. ​Selama tujuh belas tahun itu, ia hidup dalam bayangan, mengasah Ranah Sage-nya. Kael tidak pernah lagi menggunakan kekuatan penuhnya. Ia menyamar sebagai pengelana, pembuat peta, atau pedagang kecil, menjalankan misi pengawasan di seluruh wilayah, selalu bergerak, selalu mengawasi orang tuanya dari kejauhan tanpa pernah mendekat. Veridian kini hanyalah kenangan y

  • KUTUKAN DARAH EMAS   Bab 9: Pedang di Atas Papan Catur

    Beberapa bulan berlalu di bawah tanah Veridian. Kael, yang kini semakin stabil dalam Ranah Sage yang langka, tidak lagi hanya memetakan gerakan musuh; ia mulai meramalkan gerakan tersebut. Varthas membawa pelatihan taktik ke level tertinggi: Permainan Perang Spiritual. ​Varthas menciptakan sebuah ruang di ujung terowongan, dindingnya diukir dengan pola-pola rumit. Ruangan itu berfungsi sebagai papan catur raksasa. Bidak yang mereka gunakan adalah gambaran spiritual dari Pasukan Tentara Kerajaan dan Serikat Pedagang—dua faksi yang diam-diam bersaing di Veridian. ​Varthas memberi Kael skenario: "Kerajaan telah mengetahui adanya jalur penyelundupan di bawah Gerbang Timur. Kerajaan mengirimkan lima unit ksatria elit untuk menutupinya. Serikat Pedagang hanya memiliki tiga unit penjaga, tetapi mereka memiliki kontrol terowongan." ​Kael harus menggerakkan bidak spiritualnya, menggunakan Perabaan Spiritual untuk merasakan dampak dari setiap gerakan. Setiap gera

  • KUTUKAN DARAH EMAS   Bab 8: Bayangan di Bawah Veridian

    ​Di bawah rumah kecil yang baru mereka tempati, Varthas telah membuka jalan rahasia, sebuah tangga spiral gelap yang memimpin ke jaringan terowongan kuno. Udara di bawah sana dingin dan lembab, berbeda dengan kehangatan kota di atas. Penciuman Kael segera menangkap bau yang asing: campuran lumut tua, tanah basah, dan aroma manis samar dari sisa-sisa sihir yang sudah lama mati—bukti bahwa terowongan ini dulunya adalah tempat Magis. ​"Kota Veridian dibangun di atas kota tua, dan kota tua dibangun di atas rahasia," jelas Varthas, menyalakan lentera minyak kecil yang cahayanya berkedip, memantul di dinding batu yang basah. "Ranah Sage dimulai di sini, Kael. Kau akan meninggalkan Pedang Besi. Senjatamu sekarang adalah Pedang Cahaya Perunggu, dan yang lebih penting, akalmu." ​Pedang Cahaya Perunggu terasa ringan dan hampir tidak nyata di tangan Kael. "Ranah Sage," lanjut Varthas, suaranya dipenuhi ketegasan, "adalah tingkatan yang hampir tidak pernah disentuh manusia b

  • KUTUKAN DARAH EMAS   Bab 7: Gerbang Veridian dan Pedang yang Dingin

    Varthas berdiri di depan Kael di Lembah Naga. Keheningan yang menggantikan raungan kekacauan ENS terasa berat. Kael, berusia delapan tahun, kini berdiri dengan keseimbangan sempurna, Pedang Besi di tangan kanannya. Lengan kirinya kini ditutupi lapisan kristal ungu samar di bawah kulitnya—bekas pemadatan Energi Naga Sisa—lambang Ranah Grand Master yang baru ia capai. ​"Tiga Ranah pertama telah selesai, Kael," ujar Varthas, suaranya kembali parau, menahan beban usianya. "Kau menguasai Darah Emas, tetapi itu tidak akan cukup di antara manusia. Mereka tidak akan menyerang dengan aura, melainkan dengan tipu daya, intrik, dan perang. Ranah Keempat, Ranah Sage, menantimu. Kau harus menjadi Sword Sage—seorang ahli strategi yang mampu mengalahkan musuh sebelum mereka sempat mengangkat pedang." ​Varthas mengulurkan tangannya, dan sekejap, aura emas membungkus keduanya. Ini adalah lompatan terakhir. Kael merasakan pusaran energi membalikkan perutnya (Perabaan), diikuti rasa

  • KUTUKAN DARAH EMAS   Bab 6: Racun, Baja, dan Jantung yang Memadat

    Varthas dan Kael segera meninggalkan tempat Kael menguasai jalur aura netral, bergerak menuju keheningan mencekik di jurang yang disebut Kawah Penghisap. Jurang itu berbentuk cekungan curam, dindingnya berlapiskan mineral kehitaman yang mengkilap di bawah kabut. Suasananya gelap, sunyi, dan dingin. ​"Kau telah menolak yang kotor, Kael. Tapi Darah Emas juga harus tahu bagaimana cara menarik yang murni," ujar Varthas, suaranya kini terdengar seperti gemuruh batu yang tergesek, penuh otoritas. "Ranah Grand Master ini berlanjut. Tahap berikutnya menuntutmu untuk menarik Esensi Kuno sambil menolak Racun Spiritual." ​Rey, yang kini berusia delapan tahun, melompat ke dasar kawah, di atas lumpur tebal yang dingin dan kenyal. Rasa jijik dan kotor terasa saat lumpur merayap naik, memberikan Perabaan yang mengganggu. Varthas menjelaskan bahwa Racun Spiritual di kabut merah itu sangat pekat, tetapi di dalamnya tersembunyi Esensi Kuno. Pedang Besi Kael ditaruh di sampingnya s

  • KUTUKAN DARAH EMAS   bab 5: Lumut, Logam, dan Keseimbangan Aura

    Rey, yang kini berusia delapan tahun dan dikenal sebagai Kael selama pelatihan, berdiri di hadapan lingkungan pelatihan barunya. Mereka telah melompat jauh dari Neraka Sunyi Gurun Kematian. Panas yang membakar kulitnya digantikan oleh kelembaban yang mencekik dan dingin. Mereka berada di Hutan Lumut Merah, sebuah belantara tua yang dipagari oleh pepohonan bermetamorfosis, tumbuh di atas bekas medan perang Ranah Kekuatan kuno. ​Kabut tebal berwarna kelabu susu menggantung rendah, membatasi pandangan hingga hanya beberapa meter. Penciuman Kael segera menangkap aroma apek yang pekat, dominasi bau belerang dingin yang bercampur dengan fermentasi lumut basah—bau kematian spiritual yang mengudara. Udara lembab ini bahkan memiliki Pengecapan yang pahit dan metalik di lidahnya, seolah ia menghirup udara yang berkarat. ​Varthas berjalan di depan Kael. Jubah kulit serigalanya yang lusuh tampak menyatu dengan warna kelabu hutan. "Kau telah mencapai Ranah Master

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status