LOGINPelatihan indra sudah usai. Kael, yang kini berusia satu tahun, mampu membedakan jenis salju yang jatuh hanya dari bunyi getarannya di atas es, dan ia bisa merasakan aura dingin penuh ancaman Magis dari jarak yang jauh. Namun, Varthas tahu, indra saja tidak cukup untuk Darah Emas.
"Ranah Awal adalah tentang ketahanan, Kael," kata Varthas, suaranya kini dingin dan tanpa emosi. "Jika hatimu rapuh, Darah Emas-mu akan membeku." Varthas memindahkan Kael keluar dari gua, ke tengah dataran es yang luas. Angin kencang segera menghantam, membuat jubah Varthas berkibar liar. Kael yang masih mengenakan penutup mata merasa suhu turun drastis, tetapi kali ini, Api Abadi di dadanya merespons dengan lebih kuat, memancarkan gelombang panas pelindung yang tidak terlihat. "Berdiri!" perintah Varthas. Itu adalah perintah mustahil bagi bayi berusia satu tahun. Varthas mengaktifkan Ranahnya, menciptakan tekanan aura yang luar biasa. Kael segera ambruk, wajahnya mencium es yang keras dan tajam. Varthas mengulangi perintah itu. Setiap kali Kael ambruk, tekanan aura Varthas semakin besar, menghasilkan suara mendesis seperti listrik statis. Varthas memaksa Kael merasakan sakitnya kegagalan (Pengecapan: darah di bibirnya yang pecah), yang harus diatasi dengan kemauan. Latihan itu berlangsung tanpa ampun selama berbulan-bulan. Varthas hanya akan mengakhiri latihan jika Kael berhasil berdiri tegak selama sepuluh detik penuh. Kael akan jatuh, berguling, dan merangkak di atas es. Jari-jari kakinya melepuh dan membiru, tetapi ia belajar menggunakan dorongan minimal dari Api Abadi untuk menyeimbangkan tubuhnya. Saat Kael berusia dua tahun, ia sudah bisa berdiri dan berjalan singkat. Saat ia berusia tiga tahun, Varthas memperkenalkan Pedang Besi—pedang sederhana, dibuat dari bijih besi murni, berat dan dingin saat disentuh. Pedang itu tingginya hanya setengah dari tinggi Kael, namun bobotnya terasa seperti batu di tangan mungilnya. Ini adalah alat yang ditinggalkan Jaron sebelum berpisah—simbol kekuatan Manusia Biasa yang harus dikuasai Darah Emas. "Pedang ini tidak menggunakan sihir," jelas Varthas. "Ini adalah disiplin. Kedisiplinan adalah perisai terbaik melawan kehancuran Darah Emas." Varthas memaksa Kael untuk memegang Pedang Besi itu di posisi bertahan selama satu jam penuh setiap hari. Awalnya, lengan Kael bergetar tak terkontrol, otot-ototnya terasa terbakar (Perabaan Rasa Sakit) dan kaku. Peluh dingin akan mengalir deras di bawah penutup matanya. Lalu, Varthas menambahkan elemen api. Ia akan menyalakan Api Abadi yang kecil dan terkontrol di ujung pedang, membiarkan Kael merasakan panas yang samar (Perabaan) di ujung logam dingin. Ini adalah pelajaran terakhir dari Ranah Awal: Sihir dan Fisik adalah satu kesatuan. Di usia empat tahun, Kael tidak hanya mampu memegang pedang itu tanpa bergetar, tetapi ia mulai melakukan ayunan sederhana. Setiap ayunannya menghasilkan bunyi dering yang menggema di udara dingin. Fokusnya benar-benar ada. Dengan mata tertutup, ia bisa merasakan arah angin dan tekanan udara yang diciptakan oleh Pedang Besi. Kael mencapai usia lima tahun, dan Ranah Awalnya telah selesai. Ia tidak lagi hanya bertahan hidup; ia menguasai Aethelgard. Ia memiliki fisik yang jauh lebih kuat dari anak seusianya dan indra spiritual yang tajam. Varthas berdiri di pintu gua, memandangi Kael yang kini berdiri di tengah badai salju tipis, memegang Pedang Besi dengan mudah, Api Abadi membalut tangannya. Pakar Sihir tua itu tahu, inilah waktunya. "Waktunya pergi, Kael," bisik Varthas, matanya memancarkan kesedihan. "Gunung Es ini sudah tidak lagi menjadi tantangan. Kita akan pindah ke Ranah yang lebih kejam. Ke tempat di mana kau akan benar-benar menjadi seorang pendekar." Kael menoleh, meskipun matanya tertutup. Ia tidak bertanya ke mana. Ia hanya mengangguk, menunjukkan ketaatan tanpa emosi yang telah ia pelajari dari dinginnya Aethelgard. Ia telah melewati Ranah Awal.Lembah Naga, gurun pasir, dan Hutan Lumut Merah telah lama menjadi kenangan yang kabur. Tujuh belas tahun telah berlalu sejak Kael mendaki tangga dari bawah tanah Veridian, meninggalkan masa kecilnya di usia delapan tahun. Waktu telah bergerak, tetapi Darah Emas dan Ranah Grand Master telah mengikatnya pada janji keabadian. Kael kini berusia dua puluh lima tahun kronologis, tetapi Penglihatan sekilas di air yang tergenang menunjukkan wajah seorang pria muda yang terperangkap dalam kematangan awal usia dua puluhan—garis rahang yang tajam, mata yang tenang, tanpa sedikit pun kerutan atau kelelahan waktu. Selama tujuh belas tahun itu, ia hidup dalam bayangan, mengasah Ranah Sage-nya. Kael tidak pernah lagi menggunakan kekuatan penuhnya. Ia menyamar sebagai pengelana, pembuat peta, atau pedagang kecil, menjalankan misi pengawasan di seluruh wilayah, selalu bergerak, selalu mengawasi orang tuanya dari kejauhan tanpa pernah mendekat. Veridian kini hanyalah kenangan y
Beberapa bulan berlalu di bawah tanah Veridian. Kael, yang kini semakin stabil dalam Ranah Sage yang langka, tidak lagi hanya memetakan gerakan musuh; ia mulai meramalkan gerakan tersebut. Varthas membawa pelatihan taktik ke level tertinggi: Permainan Perang Spiritual. Varthas menciptakan sebuah ruang di ujung terowongan, dindingnya diukir dengan pola-pola rumit. Ruangan itu berfungsi sebagai papan catur raksasa. Bidak yang mereka gunakan adalah gambaran spiritual dari Pasukan Tentara Kerajaan dan Serikat Pedagang—dua faksi yang diam-diam bersaing di Veridian. Varthas memberi Kael skenario: "Kerajaan telah mengetahui adanya jalur penyelundupan di bawah Gerbang Timur. Kerajaan mengirimkan lima unit ksatria elit untuk menutupinya. Serikat Pedagang hanya memiliki tiga unit penjaga, tetapi mereka memiliki kontrol terowongan." Kael harus menggerakkan bidak spiritualnya, menggunakan Perabaan Spiritual untuk merasakan dampak dari setiap gerakan. Setiap gera
Di bawah rumah kecil yang baru mereka tempati, Varthas telah membuka jalan rahasia, sebuah tangga spiral gelap yang memimpin ke jaringan terowongan kuno. Udara di bawah sana dingin dan lembab, berbeda dengan kehangatan kota di atas. Penciuman Kael segera menangkap bau yang asing: campuran lumut tua, tanah basah, dan aroma manis samar dari sisa-sisa sihir yang sudah lama mati—bukti bahwa terowongan ini dulunya adalah tempat Magis. "Kota Veridian dibangun di atas kota tua, dan kota tua dibangun di atas rahasia," jelas Varthas, menyalakan lentera minyak kecil yang cahayanya berkedip, memantul di dinding batu yang basah. "Ranah Sage dimulai di sini, Kael. Kau akan meninggalkan Pedang Besi. Senjatamu sekarang adalah Pedang Cahaya Perunggu, dan yang lebih penting, akalmu." Pedang Cahaya Perunggu terasa ringan dan hampir tidak nyata di tangan Kael. "Ranah Sage," lanjut Varthas, suaranya dipenuhi ketegasan, "adalah tingkatan yang hampir tidak pernah disentuh manusia b
Varthas berdiri di depan Kael di Lembah Naga. Keheningan yang menggantikan raungan kekacauan ENS terasa berat. Kael, berusia delapan tahun, kini berdiri dengan keseimbangan sempurna, Pedang Besi di tangan kanannya. Lengan kirinya kini ditutupi lapisan kristal ungu samar di bawah kulitnya—bekas pemadatan Energi Naga Sisa—lambang Ranah Grand Master yang baru ia capai. "Tiga Ranah pertama telah selesai, Kael," ujar Varthas, suaranya kembali parau, menahan beban usianya. "Kau menguasai Darah Emas, tetapi itu tidak akan cukup di antara manusia. Mereka tidak akan menyerang dengan aura, melainkan dengan tipu daya, intrik, dan perang. Ranah Keempat, Ranah Sage, menantimu. Kau harus menjadi Sword Sage—seorang ahli strategi yang mampu mengalahkan musuh sebelum mereka sempat mengangkat pedang." Varthas mengulurkan tangannya, dan sekejap, aura emas membungkus keduanya. Ini adalah lompatan terakhir. Kael merasakan pusaran energi membalikkan perutnya (Perabaan), diikuti rasa
Varthas dan Kael segera meninggalkan tempat Kael menguasai jalur aura netral, bergerak menuju keheningan mencekik di jurang yang disebut Kawah Penghisap. Jurang itu berbentuk cekungan curam, dindingnya berlapiskan mineral kehitaman yang mengkilap di bawah kabut. Suasananya gelap, sunyi, dan dingin. "Kau telah menolak yang kotor, Kael. Tapi Darah Emas juga harus tahu bagaimana cara menarik yang murni," ujar Varthas, suaranya kini terdengar seperti gemuruh batu yang tergesek, penuh otoritas. "Ranah Grand Master ini berlanjut. Tahap berikutnya menuntutmu untuk menarik Esensi Kuno sambil menolak Racun Spiritual." Rey, yang kini berusia delapan tahun, melompat ke dasar kawah, di atas lumpur tebal yang dingin dan kenyal. Rasa jijik dan kotor terasa saat lumpur merayap naik, memberikan Perabaan yang mengganggu. Varthas menjelaskan bahwa Racun Spiritual di kabut merah itu sangat pekat, tetapi di dalamnya tersembunyi Esensi Kuno. Pedang Besi Kael ditaruh di sampingnya s
Rey, yang kini berusia delapan tahun dan dikenal sebagai Kael selama pelatihan, berdiri di hadapan lingkungan pelatihan barunya. Mereka telah melompat jauh dari Neraka Sunyi Gurun Kematian. Panas yang membakar kulitnya digantikan oleh kelembaban yang mencekik dan dingin. Mereka berada di Hutan Lumut Merah, sebuah belantara tua yang dipagari oleh pepohonan bermetamorfosis, tumbuh di atas bekas medan perang Ranah Kekuatan kuno. Kabut tebal berwarna kelabu susu menggantung rendah, membatasi pandangan hingga hanya beberapa meter. Penciuman Kael segera menangkap aroma apek yang pekat, dominasi bau belerang dingin yang bercampur dengan fermentasi lumut basah—bau kematian spiritual yang mengudara. Udara lembab ini bahkan memiliki Pengecapan yang pahit dan metalik di lidahnya, seolah ia menghirup udara yang berkarat. Varthas berjalan di depan Kael. Jubah kulit serigalanya yang lusuh tampak menyatu dengan warna kelabu hutan. "Kau telah mencapai Ranah Master







