LOGINDi bawah rumah kecil yang baru mereka tempati, Varthas telah membuka jalan rahasia, sebuah tangga spiral gelap yang memimpin ke jaringan terowongan kuno. Udara di bawah sana dingin dan lembab, berbeda dengan kehangatan kota di atas. Penciuman Kael segera menangkap bau yang asing: campuran lumut tua, tanah basah, dan aroma manis samar dari sisa-sisa sihir yang sudah lama mati—bukti bahwa terowongan ini dulunya adalah tempat Magis.
"Kota Veridian dibangun di atas kota tua, dan kota tua dibangun di atas rahasia," jelas Varthas, menyalakan lentera minyak kecil yang cahayanya berkedip, memantul di dinding batu yang basah. "Ranah Sage dimulai di sini, Kael. Kau akan meninggalkan Pedang Besi. Senjatamu sekarang adalah Pedang Cahaya Perunggu, dan yang lebih penting, akalmu." Pedang Cahaya Perunggu terasa ringan dan hampir tidak nyata di tangan Kael. "Ranah Sage," lanjut Varthas, suaranya dipenuhi ketegasan, "adalah tingkatan yang hampir tidak pernah disentuh manusia biasa. Ia sangat langka. Ini bukan tentang kekuatan Magis, melainkan tentang menguasai pola pikir manusia—karena mereka jauh lebih rumit daripada badai es." Varthas menunjuk ke dinding terowongan. Dinding itu ditutupi ukiran-ukiran kuno yang nyaris tidak terlihat. "Musuhmu di Ranah ini adalah manusia dengan konflik, politik, dan ketamakan. Mereka bergerak seperti Bayangan Veridian—tidak terlihat, tetapi nyata." Pelatihan pertama Kael di sini jauh berbeda dari pertarungan aura. Varthas memaksa Kael untuk duduk di persimpangan terowongan selama berhari-hari. Kael harus menggunakan Pendengaran dan Penglihatan Spiritual-nya untuk memetakan setiap pergerakan yang terjadi di atas kota, di dalam dinding, dan di bawah tanah. Setiap gerakan di atas memiliki Frekuensi Niat. Kael harus memisahkan frekuensi-frekuensi tersebut: suara roda gerobak dan tawa anak-anak (gerakan acak), bisikan di malam hari atau langkah kaki yang disamarkan (intrik kecil), dan fluktuasi aura tipis atau denyutan energi tersembunyi (ancaman Magis Kerajaan). Memproses ribuan data sensorik secara simultan jauh lebih melelahkan daripada menangkis Cakar Besi. Kael merasakan Pengecapan Rasa Sakit mental yang berdenyut di dahinya, tetapi ia menolak menyerah. Suatu malam, Kael melaporkan. "Di sektor utara, terdengar langkah kaki tiga orang. Mereka bergerak lambat, menyebar, dan suara mereka merangkak rendah di dinding. Mereka bukan pedagang." "Niat mereka?" tanya Varthas. "Mereka mencari sesuatu. Niat mereka tidak membunuh, tetapi mencari kelemahan. Frekuensi getaran di kaki mereka menunjukkan mereka membawa beban ringan dan bergerak dengan perhitungan," Kael menjawab. Ia menggunakan Perabaan Spiritual untuk memvisualisasikan langkah kaki tersebut di benaknya. Varthas tersenyum dalam kegelapan. "Benar. Mereka adalah mata-mata dari Serikat Pedagang yang mencoba menemukan harta karun tersembunyi. Kau mulai membaca manusia, Kael. Itulah Taktik. Sekarang, saatnya mengubah persepsimu menjadi aksi." Varthas memberikan Kael latihan kedua: Ujian Jejak Bayangan. Kael harus menyelinap melalui jaringan terowongan yang telah dipasang dengan jebakan aura kecil oleh Varthas. Kael tidak boleh memicu satu pun jebakan. Namun, ia juga harus meletakkan jejak aura palsu—seolah-olah ada orang lain yang lewat. "Kau harus bergerak seperti angin, tetapi meninggalkan bukti seperti batu. Musuh harus yakin mereka mengejar bayangan yang salah, Kael," perintah Varthas. Kael mulai menyelinap. Ia menggunakan kecepatan Ranah Master dan kontrol aura Ranah Grand Master untuk bergerak di antara jebakan. Ia menyadari, taktik bukan tentang bergerak cepat, melainkan bergerak tepat waktu—menggunakan suara kota di atas sebagai penyamaran bagi langkahnya sendiri. Saat ia berhasil menghindari semua jebakan, Kael memancarkan gelombang kecil Api Abadi-nya ke dinding basah, tetapi ia segera menarik energinya kembali, meninggalkan sisa panas (Perabaan) yang samar. Bau belerang dari Api Abadinya menghilang hampir seketika (Penciuman), tetapi jejak panasnya akan meyakinkan siapa pun yang menyelidiki bahwa seseorang baru saja melewati tempat itu dengan kecepatan tinggi—tetapi ke arah yang salah. Kael kembali, napasnya tersengal. "Selesai. Jejak mengarah ke barat, padahal aku ke timur." Varthas mengangguk. "Taktik bukan hanya tentang pedang, Kael. Ini tentang memanipulasi persepsi musuh. Kau mulai menguasai Ranah Sage. Dan kita harus menjaga rahasia ini. Jika ada yang tahu Darah Emas mencapai Ranah Sage, seluruh Kerajaan akan tahu Rey telah kembali."Lembah Naga, gurun pasir, dan Hutan Lumut Merah telah lama menjadi kenangan yang kabur. Tujuh belas tahun telah berlalu sejak Kael mendaki tangga dari bawah tanah Veridian, meninggalkan masa kecilnya di usia delapan tahun. Waktu telah bergerak, tetapi Darah Emas dan Ranah Grand Master telah mengikatnya pada janji keabadian. Kael kini berusia dua puluh lima tahun kronologis, tetapi Penglihatan sekilas di air yang tergenang menunjukkan wajah seorang pria muda yang terperangkap dalam kematangan awal usia dua puluhan—garis rahang yang tajam, mata yang tenang, tanpa sedikit pun kerutan atau kelelahan waktu. Selama tujuh belas tahun itu, ia hidup dalam bayangan, mengasah Ranah Sage-nya. Kael tidak pernah lagi menggunakan kekuatan penuhnya. Ia menyamar sebagai pengelana, pembuat peta, atau pedagang kecil, menjalankan misi pengawasan di seluruh wilayah, selalu bergerak, selalu mengawasi orang tuanya dari kejauhan tanpa pernah mendekat. Veridian kini hanyalah kenangan y
Beberapa bulan berlalu di bawah tanah Veridian. Kael, yang kini semakin stabil dalam Ranah Sage yang langka, tidak lagi hanya memetakan gerakan musuh; ia mulai meramalkan gerakan tersebut. Varthas membawa pelatihan taktik ke level tertinggi: Permainan Perang Spiritual. Varthas menciptakan sebuah ruang di ujung terowongan, dindingnya diukir dengan pola-pola rumit. Ruangan itu berfungsi sebagai papan catur raksasa. Bidak yang mereka gunakan adalah gambaran spiritual dari Pasukan Tentara Kerajaan dan Serikat Pedagang—dua faksi yang diam-diam bersaing di Veridian. Varthas memberi Kael skenario: "Kerajaan telah mengetahui adanya jalur penyelundupan di bawah Gerbang Timur. Kerajaan mengirimkan lima unit ksatria elit untuk menutupinya. Serikat Pedagang hanya memiliki tiga unit penjaga, tetapi mereka memiliki kontrol terowongan." Kael harus menggerakkan bidak spiritualnya, menggunakan Perabaan Spiritual untuk merasakan dampak dari setiap gerakan. Setiap gera
Di bawah rumah kecil yang baru mereka tempati, Varthas telah membuka jalan rahasia, sebuah tangga spiral gelap yang memimpin ke jaringan terowongan kuno. Udara di bawah sana dingin dan lembab, berbeda dengan kehangatan kota di atas. Penciuman Kael segera menangkap bau yang asing: campuran lumut tua, tanah basah, dan aroma manis samar dari sisa-sisa sihir yang sudah lama mati—bukti bahwa terowongan ini dulunya adalah tempat Magis. "Kota Veridian dibangun di atas kota tua, dan kota tua dibangun di atas rahasia," jelas Varthas, menyalakan lentera minyak kecil yang cahayanya berkedip, memantul di dinding batu yang basah. "Ranah Sage dimulai di sini, Kael. Kau akan meninggalkan Pedang Besi. Senjatamu sekarang adalah Pedang Cahaya Perunggu, dan yang lebih penting, akalmu." Pedang Cahaya Perunggu terasa ringan dan hampir tidak nyata di tangan Kael. "Ranah Sage," lanjut Varthas, suaranya dipenuhi ketegasan, "adalah tingkatan yang hampir tidak pernah disentuh manusia b
Varthas berdiri di depan Kael di Lembah Naga. Keheningan yang menggantikan raungan kekacauan ENS terasa berat. Kael, berusia delapan tahun, kini berdiri dengan keseimbangan sempurna, Pedang Besi di tangan kanannya. Lengan kirinya kini ditutupi lapisan kristal ungu samar di bawah kulitnya—bekas pemadatan Energi Naga Sisa—lambang Ranah Grand Master yang baru ia capai. "Tiga Ranah pertama telah selesai, Kael," ujar Varthas, suaranya kembali parau, menahan beban usianya. "Kau menguasai Darah Emas, tetapi itu tidak akan cukup di antara manusia. Mereka tidak akan menyerang dengan aura, melainkan dengan tipu daya, intrik, dan perang. Ranah Keempat, Ranah Sage, menantimu. Kau harus menjadi Sword Sage—seorang ahli strategi yang mampu mengalahkan musuh sebelum mereka sempat mengangkat pedang." Varthas mengulurkan tangannya, dan sekejap, aura emas membungkus keduanya. Ini adalah lompatan terakhir. Kael merasakan pusaran energi membalikkan perutnya (Perabaan), diikuti rasa
Varthas dan Kael segera meninggalkan tempat Kael menguasai jalur aura netral, bergerak menuju keheningan mencekik di jurang yang disebut Kawah Penghisap. Jurang itu berbentuk cekungan curam, dindingnya berlapiskan mineral kehitaman yang mengkilap di bawah kabut. Suasananya gelap, sunyi, dan dingin. "Kau telah menolak yang kotor, Kael. Tapi Darah Emas juga harus tahu bagaimana cara menarik yang murni," ujar Varthas, suaranya kini terdengar seperti gemuruh batu yang tergesek, penuh otoritas. "Ranah Grand Master ini berlanjut. Tahap berikutnya menuntutmu untuk menarik Esensi Kuno sambil menolak Racun Spiritual." Rey, yang kini berusia delapan tahun, melompat ke dasar kawah, di atas lumpur tebal yang dingin dan kenyal. Rasa jijik dan kotor terasa saat lumpur merayap naik, memberikan Perabaan yang mengganggu. Varthas menjelaskan bahwa Racun Spiritual di kabut merah itu sangat pekat, tetapi di dalamnya tersembunyi Esensi Kuno. Pedang Besi Kael ditaruh di sampingnya s
Rey, yang kini berusia delapan tahun dan dikenal sebagai Kael selama pelatihan, berdiri di hadapan lingkungan pelatihan barunya. Mereka telah melompat jauh dari Neraka Sunyi Gurun Kematian. Panas yang membakar kulitnya digantikan oleh kelembaban yang mencekik dan dingin. Mereka berada di Hutan Lumut Merah, sebuah belantara tua yang dipagari oleh pepohonan bermetamorfosis, tumbuh di atas bekas medan perang Ranah Kekuatan kuno. Kabut tebal berwarna kelabu susu menggantung rendah, membatasi pandangan hingga hanya beberapa meter. Penciuman Kael segera menangkap aroma apek yang pekat, dominasi bau belerang dingin yang bercampur dengan fermentasi lumut basah—bau kematian spiritual yang mengudara. Udara lembab ini bahkan memiliki Pengecapan yang pahit dan metalik di lidahnya, seolah ia menghirup udara yang berkarat. Varthas berjalan di depan Kael. Jubah kulit serigalanya yang lusuh tampak menyatu dengan warna kelabu hutan. "Kau telah mencapai Ranah Master







