Share

BAB 4-MAAF

Gelap dan sunyi, itulah gambaran Kampung Sepuh pada tahun 1980 an. Tidak ada listrik sama sekali di kampung sepuh pada tahun itu. Sehingga, hanya lampu minyak, lilin dan petromax yang menemani malam para warga kampung seumur hidupnya.

Tidak ada gemerlap lampu-lampu yang berjejer di depan rumah, tidak ada suara lalu lalang kendaraan dengan lampu-lampunya yang menyilaukan mata, juga tidak ada lampu senter yang setia menemani para warga ketika akan bepergian.

Sehingga Kampung Sepuh terlalu sunyi dan sepi. Hanya cahaya bulan dan bintang-bintang saja yang menemani suasana malam mereka, dan itu terus-menerus berlanjut hingga pagi tiba.

Meskipun begitu, tampaknya ada satu titik cahaya kecil. yang menerangi tempatnya setiap malam, sebuah titik cahaya yang terang dari lampu minyak yang disimpan di luar. Sehingga cahaya tersebut terlihat dari kejauhan, di mana rumah di sekitar mereka gelap gulita. Dan hanya ada cahaya yang terlihat dari sela-sela bilik bambu dan kayu yang menjadi dinding rumah yang mereka tempati setiap harinya.

Sebuah warung yang tampak tegak berdiri di dalam kegelapan yang menyelimuti Kampung Sepuh pada malam itu. Dengan beberapa cahaya dari lampu minyak yang menerangi depan warung dan di dalam warung yang menyala semalaman.

Tap, tap, tap,

Terdengar suara langkah kaki dari kegelapan malam yang terdengar secara samar-samar dikala waktu yang sunyi seperti ini, seseorang yang berjalan dengan santainya tanpa penerangan apa pun.

Tidak ada rasa takut yang terpancar dari orang tersebut, dia seperti terbiasa dengan suasana malam Kampung Sepuh yang sangat sunyi dan sepi itu.

Orang tersebut terus-menerus berjalan, hingga cahaya dari lampu minyak menyinarinya secara perlahan. Dan itu adalah bapak Darsa, yang tak lain adalah Bapakku yang meninggalkan ku di tengah hutan sendirian dalam keadaan yang ketakutan setengah mati.

Namun, dia seperti tidak khawatir karena sudah meninggalkan anaknya di tengah hutan, dan kini dia sedang bersusah payah untuk bisa keluar dari hutan Gunung Sepuh yang dikeramatkan dan terkenal angker pada malam itu.

Bahkan, ketika dia sampai di depan warung, dia hanya duduk di depan warung dan mengambil satu batang rokok dari saku celananya, dengan santainya dia menyalakan rokok itu dan menghisap rokok tersebut hingga mengeluarkan asap yang memenuhi warung.

Bapak hanya duduk dan memandangi langit malam yang sangat indah itu, gugusan bintang-bintang yang berkilau dengan bulan yang sangat terang, adalah pemandangan setiap malam bagi Bapak ketika menjaga warung yang terlihat sepi ini.

Meskipun rasanya aneh, dengan keadaan Kampung Sepuh yang sunyi dan gelap di setiap malamnya. Tapi Bapak harus tetap membuka warungnya hingga malam hari, tidak peduli itu adalah hari raya, ataupun dikala hujan lebat atau kabut tebal yang turun dan menutupi kampung.

Warung yang menjadi sumber penghasilan keluargaku masih tetap terbuka dan melayani pembeli. Meskipun, Kampung Sepuh sendiri mempunyai suatu aturan, suatu aturan yang harus dipatuhi oleh semua warga kampung.

Yaitu tidak boleh keluar rumah pada malam tiba dan baru bisa keluar ketika pagi menjelang. Sungguh aneh memang, namun bagi orang-orang sepertiku yang hidup di dalam kampung terpencil dari lahir dengan segala keterbatasannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan yang harus aku patuhi bersamaan dengan semua warga lainnya yang tinggal di Kampung Sepuh seumur hidupnya.

Pamali.

Itu adalah kata yang sering diucapkan oleh seluruh orang tua di Kampung Sepuh, sebuah kata yang berarti hal yang tabu atau tidak boleh dilanggar dalam bahasa sunda lama atas apa yang terjadi di Kampung Sepuh pada saat ini.

Sehingga para warga kampung menahan diri mereka ketika mereka ingin keluar rumah pada malam hari. Bahkan untuk ke kamar mandi sekalipun, mereka harus menahan itu hingga pagi tiba. Atau mereka sengaja menyetok air di dalam gentong yang terbuat dari  tanah liat yang disimpan di dapur untuk saat-saat darurat. Karena mereka tidak mungkin berangkat ke MCK di dekat sungai pada malam hari.

Namun berbeda dengan warung yang sedang bapak tempati pada saat ini, warung adalah pengecualian. Karena warung ini sudah ada secara turun-temurun bahkan sebelum bapak lahir.

Dari dulu hingga sekarang, warung tersebut tidak pernah tertutup sekalipun. Meskipun sudah beberapa generasi terlewati, tapi tetap saja. Belum pernah sekalipun warung ini tertutup dengan sempurna, warung ini selalu melayani siapa pun yang datang siang dan malam setiap harinya.

“Maafin aku Mat,” Kata Bapak sambil menghisap kembali rokok yang dia nyalakan.

Fuhh

Sebuah asap putih tiba-tiba keluar memenuhi langit-langit di depan warung dan menghilang secara perlahan di kegelapan malam.

“Semua yang aku lakukan, pasti akan membuatmu ketakutan setengah mati.”

“Namun, aku melakukan hal ini karena aku sayang kepadamu Mat. ”

Bapak berbicara sendirian sambil memandang Gunung Sepuh yang menjulang tinggi di dekat kampung. Sebuah gunung yang gelap gulita dan tidak ada penerangan sama sekali dengan semua mitos-mitos dan cerita-cerita yang menyeramkan di dalamnya.

Fuhh

Bapak kembali menghisap rokoknya pada malam itu. Dan dia terus-menerus berkata sendirian di depan warung yang terlihat sangat sunyi dengan cahaya lampu minyak yang menyinari kegelapan malam di sekitar warung.

“Aku sengaja melakukan hal ini kepadamu, karena apabila kamu menyerah pada malam ini, maka kamu tidak akan bisa bertahan ketika menghadapi sebuah kenyataan pahit akan kampung dan warung ini. ”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status