Gelap dan sunyi, itulah gambaran Kampung Sepuh pada tahun 1980 an. Tidak ada listrik sama sekali di kampung sepuh pada tahun itu. Sehingga, hanya lampu minyak, lilin dan petromax yang menemani malam para warga kampung seumur hidupnya.
Tidak ada gemerlap lampu-lampu yang berjejer di depan rumah, tidak ada suara lalu lalang kendaraan dengan lampu-lampunya yang menyilaukan mata, juga tidak ada lampu senter yang setia menemani para warga ketika akan bepergian.
Sehingga Kampung Sepuh terlalu sunyi dan sepi. Hanya cahaya bulan dan bintang-bintang saja yang menemani suasana malam mereka, dan itu terus-menerus berlanjut hingga pagi tiba.
Meskipun begitu, tampaknya ada satu titik cahaya kecil. yang menerangi tempatnya setiap malam, sebuah titik cahaya yang terang dari lampu minyak yang disimpan di luar. Sehingga cahaya tersebut terlihat dari kejauhan, di mana rumah di sekitar mereka gelap gulita. Dan hanya ada cahaya yang terlihat dari sela-sela bilik bambu dan kayu yang menjadi dinding rumah yang mereka tempati setiap harinya.
Sebuah warung yang tampak tegak berdiri di dalam kegelapan yang menyelimuti Kampung Sepuh pada malam itu. Dengan beberapa cahaya dari lampu minyak yang menerangi depan warung dan di dalam warung yang menyala semalaman.
Tap, tap, tap,
Terdengar suara langkah kaki dari kegelapan malam yang terdengar secara samar-samar dikala waktu yang sunyi seperti ini, seseorang yang berjalan dengan santainya tanpa penerangan apa pun.
Tidak ada rasa takut yang terpancar dari orang tersebut, dia seperti terbiasa dengan suasana malam Kampung Sepuh yang sangat sunyi dan sepi itu.
Orang tersebut terus-menerus berjalan, hingga cahaya dari lampu minyak menyinarinya secara perlahan. Dan itu adalah bapak Darsa, yang tak lain adalah Bapakku yang meninggalkan ku di tengah hutan sendirian dalam keadaan yang ketakutan setengah mati.
Namun, dia seperti tidak khawatir karena sudah meninggalkan anaknya di tengah hutan, dan kini dia sedang bersusah payah untuk bisa keluar dari hutan Gunung Sepuh yang dikeramatkan dan terkenal angker pada malam itu.
Bahkan, ketika dia sampai di depan warung, dia hanya duduk di depan warung dan mengambil satu batang rokok dari saku celananya, dengan santainya dia menyalakan rokok itu dan menghisap rokok tersebut hingga mengeluarkan asap yang memenuhi warung.
Bapak hanya duduk dan memandangi langit malam yang sangat indah itu, gugusan bintang-bintang yang berkilau dengan bulan yang sangat terang, adalah pemandangan setiap malam bagi Bapak ketika menjaga warung yang terlihat sepi ini.
Meskipun rasanya aneh, dengan keadaan Kampung Sepuh yang sunyi dan gelap di setiap malamnya. Tapi Bapak harus tetap membuka warungnya hingga malam hari, tidak peduli itu adalah hari raya, ataupun dikala hujan lebat atau kabut tebal yang turun dan menutupi kampung.
Warung yang menjadi sumber penghasilan keluargaku masih tetap terbuka dan melayani pembeli. Meskipun, Kampung Sepuh sendiri mempunyai suatu aturan, suatu aturan yang harus dipatuhi oleh semua warga kampung.
Yaitu tidak boleh keluar rumah pada malam tiba dan baru bisa keluar ketika pagi menjelang. Sungguh aneh memang, namun bagi orang-orang sepertiku yang hidup di dalam kampung terpencil dari lahir dengan segala keterbatasannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan yang harus aku patuhi bersamaan dengan semua warga lainnya yang tinggal di Kampung Sepuh seumur hidupnya.
Pamali.
Itu adalah kata yang sering diucapkan oleh seluruh orang tua di Kampung Sepuh, sebuah kata yang berarti hal yang tabu atau tidak boleh dilanggar dalam bahasa sunda lama atas apa yang terjadi di Kampung Sepuh pada saat ini.
Sehingga para warga kampung menahan diri mereka ketika mereka ingin keluar rumah pada malam hari. Bahkan untuk ke kamar mandi sekalipun, mereka harus menahan itu hingga pagi tiba. Atau mereka sengaja menyetok air di dalam gentong yang terbuat dari tanah liat yang disimpan di dapur untuk saat-saat darurat. Karena mereka tidak mungkin berangkat ke MCK di dekat sungai pada malam hari.
Namun berbeda dengan warung yang sedang bapak tempati pada saat ini, warung adalah pengecualian. Karena warung ini sudah ada secara turun-temurun bahkan sebelum bapak lahir.
Dari dulu hingga sekarang, warung tersebut tidak pernah tertutup sekalipun. Meskipun sudah beberapa generasi terlewati, tapi tetap saja. Belum pernah sekalipun warung ini tertutup dengan sempurna, warung ini selalu melayani siapa pun yang datang siang dan malam setiap harinya.
“Maafin aku Mat,” Kata Bapak sambil menghisap kembali rokok yang dia nyalakan.
Fuhh
Sebuah asap putih tiba-tiba keluar memenuhi langit-langit di depan warung dan menghilang secara perlahan di kegelapan malam.
“Semua yang aku lakukan, pasti akan membuatmu ketakutan setengah mati.”
“Namun, aku melakukan hal ini karena aku sayang kepadamu Mat. ”
Bapak berbicara sendirian sambil memandang Gunung Sepuh yang menjulang tinggi di dekat kampung. Sebuah gunung yang gelap gulita dan tidak ada penerangan sama sekali dengan semua mitos-mitos dan cerita-cerita yang menyeramkan di dalamnya.
Fuhh
Bapak kembali menghisap rokoknya pada malam itu. Dan dia terus-menerus berkata sendirian di depan warung yang terlihat sangat sunyi dengan cahaya lampu minyak yang menyinari kegelapan malam di sekitar warung.
“Aku sengaja melakukan hal ini kepadamu, karena apabila kamu menyerah pada malam ini, maka kamu tidak akan bisa bertahan ketika menghadapi sebuah kenyataan pahit akan kampung dan warung ini. ”
Hah hah hahJantungku berdegup sangat kencang, keringat dingin membasahi tubuhku hingga membuat pakaianku basah kuyup akibat keringat yang keluar dari tubuhku pada malam itu.Sudah lima kali aku berlari, mencoba menjauhi tempat yang aku tempati sekarang. Namun, aku kembali lagi ke tempat ini dengan perasaan takut terus-menerus menghantuiku saat ini.Hutan Gunung Sepuh semakin malam semakin gaduh, suara-suara hewan malam kini saling bersahutan. Mereka saling berirama satu sama lain, memainkan simponi yang mencekam apabila di dengarkan oleh manusia yang terjebak di dalamnya.Angin malam yang entah dari mana seringkali berhembus ke arahku, menerbangkan daun-daun kering yang berjatuhan di tanah di sekitar pepohonan hutan yang gelap dan menyeramkan itu.Disaat orang-orang sedang terlelap tidur dengan hangat nya selimut mereka, aku harus merasakan kedinginan dan rasa putus asa yang semakin membuat aku bingung dan sedih di tempat ini."Apa mungkin
Apabila kita sedang tersesat di dalam hutan ketika malam hari, kita biasanya melihat beberapa titik-titik cahaya. Sebuah titik-titik cahaya suatu kampung dari kejauhan, yang bisa menjadi petunjuk arah ketika kita sedang tersesat.Namun berbeda dengan hutan Gunung Sepuh, satu-satunya kampung yang paling dekat dengan hutan tersebut adalah Kampung Sepuh. Yang di mana, kampung tersebut sangatlah gelap pada malam hari.Tidak ada satu pun manusia yang sengaja menyalakan lampu minyaknya di depan rumah, juga menyalakan obor-obor di pinggir jalan untuk menerangi jalanan.Mereka hanya menyalakan lampu minyak dan petromak di dalam rumah, dan tidak sekalipun berani untuk menyalakan cahaya-cahaya itu di luar rumahnya.Apalagi cahaya-cahaya yang muncul di Gunung Sepuh selain cahaya bulan yang muncul secara tiba-tiba di tengah gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Hanya ada dua kemungkinan, yang pertama adalah cahaya tersebut muncul dari senter-senter ma
Srak srak srakSuara-suara langkah kaki kini terdengar dengan cahaya obor yang menjadi satu-satunya penerang jalan di dalam hutan tersebut, dengan yang dipenuhi oleh pepohonan dan semak-semak hutan di sisi dan kanan jalan.Semakin aku berjalan, semakin banyak daun-daun kering yang menutupi jalanan setapak itu. Karena mungkin saja, jalanan tersebut jarang sekali dilewati oleh manusia.Aku berjalan bersama seorang nenek tua yang kini berjalan pelan di depan ku, seorang nenek dengan senyumnya setiap kali dia berkata kepadaku, sehingga membuatku tidak lagi merasa ketakutan ketika dia berada di dekatku.Dengan santainya nenek tersebut berjalan di tengah-tengah hutan, tanpa ada rasa takut dengan para makhluk yang sering menampakan dirinya di hutan Gunung Sepuh ini ketika malam tiba.Aku memang sempat ragu dengannya, aku seperti tidak mempercayai nenek yang ada di depanku itu. Karena aku berpikir, bahwa dia adalah makhluk yang sama dengan apa yang a
Sebuah gubuk kecil di dekat tebing yang menjulang tinggi di tengah hutan, gubuk yang sepertinya sudah lama dibangun dan ditinggalkan oleh penghuninya, yang tak lain adalah para manusia yang melakukan perjanjian di hutan ini dan mengharuskan dirinya untuk menginap. Bekas gubuk tua tersebut akhirnya dipakai oleh nenek yang ada di depanku untuk dijadikan tempat tinggal, dia sendirian di hutan belantara, tanpa sedikitpun berinteraksi dengan para warga kampung yang mungkin saja akan membantunya apabila dia muncul dari hutan dan meminta pertolongan. “Geus ulah dipikiran Cu, keun bae, maranehna mah moal wani ngadeketan Nini, (Sudah jangan dipikirkan Cu, biarkan saja, mereka tidak akan berani mendekati Nenek, )” Kata nenek tersebut sambil naik ke depan gubuk itu dengan obor yang masih menyala di tangannya. Aku yang berhenti sejenak di depan gubuk, karena aku merasa seperti ada banyak sekali yang mengawasiku di tengah hutan, membuat nenek itu tiba-tiba berbicara dan m
Sebuah lampu minyak yang menyala terang dengan cahayanya yang kemerah-merahan membuat suasana di dalam gubuk itu terasa seperti rumah-rumah di Kampung Sepuh pada umumnya.Kini, aku terlihat sedang lahap memasukan potongan-potongan daging ke dalam mulutku. Dengan lahap aku terus-menerus memakan makanan yang disajikan oleh nenek tersebut, seorang nenek yang baik yang mengajakku untuk beristirahat dari gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Suara barang-barang yang saling beradu terdengar olehku dari ruangan belakang, sepertinya nenek tersebut sedang menyiapkan sesuatu lagi untukku. Dan di dalam hatiku, aku pasti akan kembali ketempat ini ketika sudah bisa pulang ke rumahku, dan membawa bahan makanan serta selimut hangat untuk nenek itu sebagai tanda terima kasih karena sudah menampungku pada malam ini.Makanan yang nenek itu sajikan terlihat sangatlah lezat, dengan kepulan asap kecil yang terlihat oleh lampu minyak yang ada di tengah-tengah ruangan tersebu
Hoeek Hoeeek HoeeekAku kini terus-menerus memuntahkan semua makanan yang telah aku makan, meskipun tidak semuanya keluar karena sebagian dari makanan itu tampaknya sudah sampai ke dalam perutku.Tikar yang menjadi alas dari ruangan itu kini penuh dengan muntahan-muntahan makanan yang bercampur dengan darah yang berwarna merah tua yang dikeluarkan kembali dari dalam mulutku.Ketika semua makanan yang kini tersinari oleh cahaya lampu minyak dari dekat, seakan-akan makanan dan minuman itu berubah sepenuhnya.Buah-buahan seperti apel, pir, dan pisang kini terlihat busuk, dengan banyaknya titik hitam di sekitar buah-buahan tersebut. Bahkan sebagian dari buah-buahan itu terlihat berjamur, saking lamanya buah-buahan itu tersimpan dan tidak tersentuh satu kalipun oleh manusia.Juga minuman yang aku minum kini seketika berubah, menjadi cairan darah kental yang dituangkan di dalam gelas, dan aku sudah meminum setengahnya dari gelas tersebut.“J
Keh keh keh Nenek tersebut kembali terkekeh-kekeh di depanku. Aku yang sudah mengetahui bahwa sosok di depanku ini bukanlah manusia, melainkan wujud dari salah satu makhluk yang menyerupai nenek yang sudah meninggal di dalam gubuk. Aku hanya berdiri dan terdiam karena nenek itu menghalangi jalanku, dengan tangan yang kini sedang memegang obor dan ranting-ranting pohon yang dia bawa di tangan kanannya. Dia hanya terus-menerus tertawa dan menyuruhku untuk berdiam diri di dalam gubuk. “Naha cicing Cu, ulah kaluar bahaya, mendingan cicing we didieu maturan Nini,(Kenapa diam Cu, jangan keluar bahaya, mendingan di sini aja nemenin Nenek,)” Kata sosok nenek tersebut sambil berjalan secara perlahan mendekatiku. “Gak, ini gak bener, aku harus mencari jalan lain agar bisa keluar dan menjauh dari gubuk ini, ” Pikirku. Nenek tersebut kini semakin mendekatiku, langkah kakinya berjalan sangat pelan karena mungkin ranting-ranting pohon yang dia bawa untuk di
Aku Ingat.Ada salah satu mitos, tentang salah satu hantu yang seringkali menampakan dirinya di dalam Gunung Sepuh, mitos ini berkembang di masyarakat kampung, terutama bagi orang-orang yang menggantungkan hidupnya di dalam hutan.Sesosok makhluk yang mewujudkan dirinya menjadi manusia yang ditemuinya. Dan makhluk itu seringkali menghasut para manusia yang masuk ke dalam Gunung Sepuh dan menjebak mereka di dalamnya.Jurig Korod, atau dalam bahasa indonesianya adalah Hantu Borok. Sesosok hantu yang penuh dengan benjolan-benjolan bernanah dengan belatung-belatung yang ada di sekujur tubuhnya, wujudnya tampak tidak mengerikan. Namun, sangat menjijikan untuk dilihat.Baunya yang busuk menusuk hidung, juga wajahnya yang seringkali berganti. Membuat banyak sekali manusia yang terhasut dan terjebak olehnya.Terkadang, dirinya juga bisa mewujudkan dirinya menjadi sesosok yang tampan atau cantik jelita. Dan menjerat siapa saja yang terpesona oleh waja