Hah hah hah
Jantungku berdegup sangat kencang, keringat dingin membasahi tubuhku hingga membuat pakaianku basah kuyup akibat keringat yang keluar dari tubuhku pada malam itu.
Sudah lima kali aku berlari, mencoba menjauhi tempat yang aku tempati sekarang. Namun, aku kembali lagi ke tempat ini dengan perasaan takut terus-menerus menghantuiku saat ini.
Hutan Gunung Sepuh semakin malam semakin gaduh, suara-suara hewan malam kini saling bersahutan. Mereka saling berirama satu sama lain, memainkan simponi yang mencekam apabila di dengarkan oleh manusia yang terjebak di dalamnya.
Angin malam yang entah dari mana seringkali berhembus ke arahku, menerbangkan daun-daun kering yang berjatuhan di tanah di sekitar pepohonan hutan yang gelap dan menyeramkan itu.
Disaat orang-orang sedang terlelap tidur dengan hangat nya selimut mereka, aku harus merasakan kedinginan dan rasa putus asa yang semakin membuat aku bingung dan sedih di tempat ini.
"Apa mungkin Bapak sengaja membuangku di hutan."
"Apa aku sudah berbuat salah sehingga Bapak tega membuangku. "
“Kenapa Bapak tega meninggalkanku sendirian di tempat ini.”
Aku kini hanya bisa terduduk dengan perasaan takut, wajahku terasa tidak karuan karena lelah dengan rambut yang acak-acakan dan pikiranku yang kini tak tentu arah.
Sudah beberapa kali aku keluar dengan arah yang berbeda. Namun semua akhirnya sama, aku seperti diarahkan oleh para makhluk yang menampakan dirinya kepadaku dari kejauhan agar membuatku mengambil langkah yang salah dan kembali ke tempat ini.
“Bagaimana caranya aku keluar dari tempat ini? ”
Aku menunduk dengan tangan yang menjambak rambutku sendiri, aku dilanda ketakutan yang mendalam setelah ditinggal oleh Bapak di hutan ini sendirian dan tak tahu arah pulang.
Bahkan beberapa kali aku menangis tersedu-sedu ketika aku gagal keluar dan kembali ke tempat ini selepas aku berlari sekuat tenaga. Bahkan, air mata yang aku keluarkan kini tampak mengering. Namun, rasa sedih yang aku rasakan rupanya tidak menghentikan teror yang terjadi padaku saat ini.
Aku masih dibayang-bayangi oleh banyaknya mata yang seringkali muncul di sela-sela pepohonan hutan yang gelap itu.
Apalagi, dengan banyaknya cerita yang beredar tentang Gunung Sepuh. Yang di mana, ketika banyaknya orang-orang yang masuk ke Gunung Sepuh dan tidak pernah keluar.
Mereka membusuk dan menghilang di dalam gunung hingga saat ini, terutama bagi para manusia yang datang ke Gunung Sepuh untuk melakukan ritual tertentu dan tidak tahu medan juga rute Gunung Sepuh yang sering kali menyesatkan manusia yang masuk ke dalamnya.
Sehingga, hal itu sudah menjadi cerita yang lumrah bagi para warga kampung. Ketika ada seseorang yang masuk dan tidak kembali lagi, bahkan mereka hanya mencari satu atau dua hari saja. Sisanya, mereka akan menganggap, orang tersebut sudah menghilang dan ditelan oleh lebatnya Gunung Sepuh.
Aku semakin takut ketika aku teringat lagi akan hal itu, karena aku tahu, kondisiku kini seperti mereka yang hilang di dalam gunung, aku tidak tahu arah untuk pulang, dan aku tidak bisa berdiam diri lama-lama di tempat ini karena akan banyak sekali penampakan yang muncul di depanku.
Aku sungguh bingung, sangat-sangat bingung, aku harus melakukan apa untuk bisa keluar dari hutan ini.
“Tong jigah jelema linglung, mendingan ulin jeung kaula. (Jangan seperti orang yang linglung, mendingan bermain saja denganku. )”
Deg...deg
Tiba-tiba aku merasakan detakan dari denyut nadiku yang tiba-tiba kuat dan terasa oleh tubuhku. Bersamaan dengan sebuah suara seorang wanita yang secara samar-samar terdengar olehku, disaat aku duduk sambil menundukan kepala karena ketakutan ini terus-menerus menghantuiku.
“Kadieu yuk ameng. (ke sini yuk main. )”
Deg...deg
Jantungku kembali berdetak ketika suara itu terdengar, ketika mendengar suara wanita dengan memakai bahasa sunda yang terdengar dengan nada yang cempreng di tengah hutan yang gelap.
Aku sengaja menghiraukan suara ajakan tersebut, tubuhku yang ketakutan hanya duduk dan menunduk. Dan berharap, suara itu akan menghilang kembali di tengah hutan setelah aku tidak merespon atas apa yang dia katakan.
Namun,
Aku merasakan sesuatu yang aneh, ketika aku mencoba menghiraukan suara tersebut. aku merasakan seperti sesosok tangan yang sedang memegang pundakku pada saat itu, juga kuku-kukunya yang tajam terasa ketika tangan itu menyentuhku secara perlahan.
Aku semakin ketakutan, karena tangannya yang terasa sangat kurus dengan kuku-kukunya yang Panjang kini memegang salah satu pundakku, dan menggerakannya secara perlahan hingga ke arah leherku.
Srettttttttt
Tangan tersebut bergerak secara perlahan, aku yang ketakutan hanya bisa terdiam ketika tangan itu bergerak dengan sendirinya. Namun, ketika tangan tersebut hampir saja menyentuh leher.
Plak
Aku reflek menepis tangan itu, aku yang awalnya duduk pun langsung berdiri dan berlari sambil menjauhi pohon tersebut beberapa langkah. Dan ketika aku membalikan badan untuk melihat sesuatu yang memegangku tadi, aku sungguh kaget atas apa yang aku lihat kini.
Aku melihat salah satu sosok wanita yang menggantung terbalik, tepat di salah satu dahan dari salah satu pohon tempat aku duduk tadi.
Tubuhnya menggantung seperti kelelawar, namun tidak terlihat sayap kelelawar yang terlihat di antara tangannya. Yang terlihat hanyalah tubuh yang kering kerontang tanpa pakaian dengan kuku-kukunya yang sangat panjang.
Wajahnya terkekeh-kekeh kepadaku. Rambutnya yang panjang dan terurai hingga kebawah, juga wajah yang terlihat sangat kurus dengan gigi-giginya yang tajam, terlihat dengan jelas olehku pada saat itu.
Kulitnya sangat pucat seperti mayat yang baru dikuburkan. Dan dia kini menggeleng-gelengkan kepalanya kepadaku sambil mengangkat tangannya dan melambaikan tangannya kepadaku seperti ingin mengajaku bermain dengannya di tengah hutan yang gelap ini.
“Naha make ngajauh, kadieu ngen urang ameng jeung kaula. (Kenapa menjauh, ke sini yuk main denganku. )”
Hihihihihihihi
Makhluk itu kembali berbicara kepadaku, bahkan kini dia tertawa dengan lepas ketika aku berdiri dan melihat wujudnya yang begitu menyeramkan. Tidak seperti mata merah dan suara langkah kaki yang mengikutiku tadi. Baru kali ini aku melihat makhluk dengan kedua mataku dengan sangat jelas, dan itu tepat berada di depan mataku.
Bukan kuntilanak, bukan genderuwo, bahkan bukan pocong. Namun sesosok makhluk aneh dan menyeramkan yang aku pun sendiri tidak tahu namanya.
ARGGGGGGGHHHHHHHHHH
Aku reflek berteriak di tengah hutan. Saking kerasnya suara yang aku keluarkan, bahkan sampai membuat burung-burung yang akan tidur di dalam sarangnya mendadak bangun dan terbang menjauh.
Dengan cepat aku melangkahkan kakiku lagi, meskipun rasa sakit yang perih karena terus-menerus berlari dan bekas duri yang melukai tubuhku terasa sangat menyakitkan. Tapi dalam pikiranku saat itu, aku harus segera menjauh dari makhluk yang dengan sangat jelas menampakan dirinya kepadaku.
“Bade kamana, kan urang ameng, ulah kabur! (Mau ke mana, kan mau main, jangan kabur! )”
Hihihihi
Hihihihi
HIHIHIHI
HIHIHIHI
Aku kembali mendengar suara dari makhluk itu ketika berlari menembus lebatnya hutan, bahkan aku sampai beberapa kali terjatuh karena kurangnya penerangan yang menerangi jalanku dan rasa panik yang terasa olehku pada malam itu.
Dan suara tawa yang memekakan telinga kini terdengar jelas olehku ketika aku berlari, meskipun tampaknya makhluk itu tidak mengejarku. Namun tetap saja, suara ketawanya yang sangat keras dan menyeramkan terdengar sangat jelas di telingaku.
Aku terus-menerus berlari tak tentu arah kali ini, aku tidak peduli ke mana aku akan berlari. Yang pasti aku harus berlari lurus dengan sekuat tenaga, agar aku tidak kembali ke tempat itu lagi.
Hingga, kurang lebih sepuluh menit aku berlari dengan ketakutan yang mendalam. Aku akhirnya berhenti di salah satu batu besar di tengah hutan. Dan aku yakin, aku tidak akan kembali ke tempat tadi lagi, karena aku tidak menemukan batu besar ini ketika aku berlari dan kembali beberapa kali ke tempat tersebut.
Hah hah hah
Lagi-lagi aku memegang kaki dengan kedua tanganku, keringat yang muncul dari badanku bercucuran dan menetes ke tanah yang kini berlumpur.
Aku sekarang tidak tahu ada di mana, aku tidak tahu akan bisa keluar dari Gunung Sepuh kapan, bahkan aku tidak tahu aku akan bertahan di hutan ini sampai pagi tiba atau tidak.
Aku benar-benar bingung, sedih, takut, dan pasrah akan keadaan ini.
Akhirnya aku menyenderkan tubuhku ke arah batu tersebut, dan berharap, tidak ada makhluk yang menampakan dirinya lagi di tengah hutan. Apalagi malam semakin larut, dan itu adalah waktu yang pas untuk mereka memunculkan dirinya.
Dengan tubuhku yang sangat kelelahan, aku akhirnya menyenderkan tubuhku di dekat batu tersebut untuk sekedar beristirahat.
Namun rupanya, terror yang aku alami belum selesai. Aku kini melihat setitik cahaya kecil di antara pepohonan hutan, namun cahaya kecil itu terlihat bergerak mendekatiku secara perlahan. Bersamaan dengan suara langkah kaki yang bergerak melewati semak-semak hutan.
Krosak, krosak, krosak
Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum pasrah akan situasi yang aku alami sekarang. Bahkan aku sedikit memukul-mukul batu yang ada dibelakangku saking pasrahnya akan kondisiku saat ini.
“Ya tuhan, makhluk apa lagi yang ada di depanku itu? ”
Apabila kita sedang tersesat di dalam hutan ketika malam hari, kita biasanya melihat beberapa titik-titik cahaya. Sebuah titik-titik cahaya suatu kampung dari kejauhan, yang bisa menjadi petunjuk arah ketika kita sedang tersesat.Namun berbeda dengan hutan Gunung Sepuh, satu-satunya kampung yang paling dekat dengan hutan tersebut adalah Kampung Sepuh. Yang di mana, kampung tersebut sangatlah gelap pada malam hari.Tidak ada satu pun manusia yang sengaja menyalakan lampu minyaknya di depan rumah, juga menyalakan obor-obor di pinggir jalan untuk menerangi jalanan.Mereka hanya menyalakan lampu minyak dan petromak di dalam rumah, dan tidak sekalipun berani untuk menyalakan cahaya-cahaya itu di luar rumahnya.Apalagi cahaya-cahaya yang muncul di Gunung Sepuh selain cahaya bulan yang muncul secara tiba-tiba di tengah gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Hanya ada dua kemungkinan, yang pertama adalah cahaya tersebut muncul dari senter-senter ma
Srak srak srakSuara-suara langkah kaki kini terdengar dengan cahaya obor yang menjadi satu-satunya penerang jalan di dalam hutan tersebut, dengan yang dipenuhi oleh pepohonan dan semak-semak hutan di sisi dan kanan jalan.Semakin aku berjalan, semakin banyak daun-daun kering yang menutupi jalanan setapak itu. Karena mungkin saja, jalanan tersebut jarang sekali dilewati oleh manusia.Aku berjalan bersama seorang nenek tua yang kini berjalan pelan di depan ku, seorang nenek dengan senyumnya setiap kali dia berkata kepadaku, sehingga membuatku tidak lagi merasa ketakutan ketika dia berada di dekatku.Dengan santainya nenek tersebut berjalan di tengah-tengah hutan, tanpa ada rasa takut dengan para makhluk yang sering menampakan dirinya di hutan Gunung Sepuh ini ketika malam tiba.Aku memang sempat ragu dengannya, aku seperti tidak mempercayai nenek yang ada di depanku itu. Karena aku berpikir, bahwa dia adalah makhluk yang sama dengan apa yang a
Sebuah gubuk kecil di dekat tebing yang menjulang tinggi di tengah hutan, gubuk yang sepertinya sudah lama dibangun dan ditinggalkan oleh penghuninya, yang tak lain adalah para manusia yang melakukan perjanjian di hutan ini dan mengharuskan dirinya untuk menginap. Bekas gubuk tua tersebut akhirnya dipakai oleh nenek yang ada di depanku untuk dijadikan tempat tinggal, dia sendirian di hutan belantara, tanpa sedikitpun berinteraksi dengan para warga kampung yang mungkin saja akan membantunya apabila dia muncul dari hutan dan meminta pertolongan. “Geus ulah dipikiran Cu, keun bae, maranehna mah moal wani ngadeketan Nini, (Sudah jangan dipikirkan Cu, biarkan saja, mereka tidak akan berani mendekati Nenek, )” Kata nenek tersebut sambil naik ke depan gubuk itu dengan obor yang masih menyala di tangannya. Aku yang berhenti sejenak di depan gubuk, karena aku merasa seperti ada banyak sekali yang mengawasiku di tengah hutan, membuat nenek itu tiba-tiba berbicara dan m
Sebuah lampu minyak yang menyala terang dengan cahayanya yang kemerah-merahan membuat suasana di dalam gubuk itu terasa seperti rumah-rumah di Kampung Sepuh pada umumnya.Kini, aku terlihat sedang lahap memasukan potongan-potongan daging ke dalam mulutku. Dengan lahap aku terus-menerus memakan makanan yang disajikan oleh nenek tersebut, seorang nenek yang baik yang mengajakku untuk beristirahat dari gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Suara barang-barang yang saling beradu terdengar olehku dari ruangan belakang, sepertinya nenek tersebut sedang menyiapkan sesuatu lagi untukku. Dan di dalam hatiku, aku pasti akan kembali ketempat ini ketika sudah bisa pulang ke rumahku, dan membawa bahan makanan serta selimut hangat untuk nenek itu sebagai tanda terima kasih karena sudah menampungku pada malam ini.Makanan yang nenek itu sajikan terlihat sangatlah lezat, dengan kepulan asap kecil yang terlihat oleh lampu minyak yang ada di tengah-tengah ruangan tersebu
Hoeek Hoeeek HoeeekAku kini terus-menerus memuntahkan semua makanan yang telah aku makan, meskipun tidak semuanya keluar karena sebagian dari makanan itu tampaknya sudah sampai ke dalam perutku.Tikar yang menjadi alas dari ruangan itu kini penuh dengan muntahan-muntahan makanan yang bercampur dengan darah yang berwarna merah tua yang dikeluarkan kembali dari dalam mulutku.Ketika semua makanan yang kini tersinari oleh cahaya lampu minyak dari dekat, seakan-akan makanan dan minuman itu berubah sepenuhnya.Buah-buahan seperti apel, pir, dan pisang kini terlihat busuk, dengan banyaknya titik hitam di sekitar buah-buahan tersebut. Bahkan sebagian dari buah-buahan itu terlihat berjamur, saking lamanya buah-buahan itu tersimpan dan tidak tersentuh satu kalipun oleh manusia.Juga minuman yang aku minum kini seketika berubah, menjadi cairan darah kental yang dituangkan di dalam gelas, dan aku sudah meminum setengahnya dari gelas tersebut.“J
Keh keh keh Nenek tersebut kembali terkekeh-kekeh di depanku. Aku yang sudah mengetahui bahwa sosok di depanku ini bukanlah manusia, melainkan wujud dari salah satu makhluk yang menyerupai nenek yang sudah meninggal di dalam gubuk. Aku hanya berdiri dan terdiam karena nenek itu menghalangi jalanku, dengan tangan yang kini sedang memegang obor dan ranting-ranting pohon yang dia bawa di tangan kanannya. Dia hanya terus-menerus tertawa dan menyuruhku untuk berdiam diri di dalam gubuk. “Naha cicing Cu, ulah kaluar bahaya, mendingan cicing we didieu maturan Nini,(Kenapa diam Cu, jangan keluar bahaya, mendingan di sini aja nemenin Nenek,)” Kata sosok nenek tersebut sambil berjalan secara perlahan mendekatiku. “Gak, ini gak bener, aku harus mencari jalan lain agar bisa keluar dan menjauh dari gubuk ini, ” Pikirku. Nenek tersebut kini semakin mendekatiku, langkah kakinya berjalan sangat pelan karena mungkin ranting-ranting pohon yang dia bawa untuk di
Aku Ingat.Ada salah satu mitos, tentang salah satu hantu yang seringkali menampakan dirinya di dalam Gunung Sepuh, mitos ini berkembang di masyarakat kampung, terutama bagi orang-orang yang menggantungkan hidupnya di dalam hutan.Sesosok makhluk yang mewujudkan dirinya menjadi manusia yang ditemuinya. Dan makhluk itu seringkali menghasut para manusia yang masuk ke dalam Gunung Sepuh dan menjebak mereka di dalamnya.Jurig Korod, atau dalam bahasa indonesianya adalah Hantu Borok. Sesosok hantu yang penuh dengan benjolan-benjolan bernanah dengan belatung-belatung yang ada di sekujur tubuhnya, wujudnya tampak tidak mengerikan. Namun, sangat menjijikan untuk dilihat.Baunya yang busuk menusuk hidung, juga wajahnya yang seringkali berganti. Membuat banyak sekali manusia yang terhasut dan terjebak olehnya.Terkadang, dirinya juga bisa mewujudkan dirinya menjadi sesosok yang tampan atau cantik jelita. Dan menjerat siapa saja yang terpesona oleh waja
“Kamu diam disini, dan jangan sekalipun kamu membuka mata sebelum aku memerintahkannya. ” Kata Kodir yang kini sedang berdiri di salah satu mulut gua di hutan yang gelap itu.Dia kemudian mengeluarkan sebuah nampan kecil, yang di isi oleh segala jenis buah-buahan dan kopi hitam yang sengaja dia seduh dengan air mineral yang dia bawa. Dia juga mengeluarkan tiga buah dupa sebagai pengganti kemenyan yang dibakar dan ditancapkan di tanah.Temannya yang berada di sampingnya hanya berdiri sambil memejamkan mata dengan tubuhnya yang bergetar karena ketakutan. Dan Kodir pun kini terlihat sedang duduk, dan mengangkat kedua tangannya seperti sedang menyembah sesuatu di depan gua tersebut.Beberapa kali dia mengangkat kedua tangannya sambil menundukan kepala dan bergumam seperti sedang membacakan mantra, dan beberapa kali pula dia mengambil tiga dupa yang telah dia tancapkan dan diputar-putar hingga akhirnya di tancapkan kembali di tanah.Dupa dan sesajen, sebuah be