Share

2 | Nerium Oleander

Matahari tidak pernah memunculkan dirinya di negeri ini, tapi Kyrena sama sekali tidak membenci nya sedikitpun. Dibandingkan matahari, negeri ini memiliki beribu-ribu matahari kecil di langitnya. Kalian tidak akan pernah bisa melihat pemandangan tersebut di negeri mana pun.

Pagi hari selalu ditandai dengan pembiasan cahaya bintang yang menari nari di atas langit, orang orang beraktivitas sebagaimana layaknya sambil membawa barang sihir yang menyala-nyala di sekitar mereka. Beberapa diantaranya bahkan memelihara monster kecil yang biasa di panggil Guardian.

Guardian itu sendiri bisa berbagi jenis monster, contohnya pixie, peri, naga kecil, dan monster berukuran kecil lainnya. Hanya di Drystan, manusia dan monster dapat hidup secara bersamaan, meskipun di kenyataan hampir setiap hari Drystan di serang oleh monster jahat. Tiap hari kerajaan akan menerima banyak laporan tentang orang-orang yang hilang, sebagian karena diculik oleh goblin atau terbunuh dalam pertempuran.

Kyrena memandangi kota dari jendela kamarnya, ada perasaan tidak rela di hati dia. Sebentar lagi dia akan meninggalkan Kerajaan ini dan itu membuatnya terlihat sedih, sementara Lucien dengan tegak berdiri di daun pintu memandangi wajah Kyrena yang tampak suram.

"Tuan Putri, apakah anda ingin berkeliling kota?" usul Lucien. Kyrena melihat ke arah Lucien, cukup lama untuk Kyrena berpikir,

"Apakah boleh?"

"Tentu saja Yang Mulia, jika itu bisa membuat anda senang saya akan menemani anda," jawab Lucien dengan senyuman hangat.

"Terimakasih, tapi sepertinya kita sudah tidak punya cukup waktu. Setidaknya kalimat kamu dapat menghiburku." Kyrena berdiri dari duduknya, mengambil beberapa buku kemudian menarik nafas yang panjang. Hatinya seperti tertimpa batu yang ukurannya sangat besar dan kakinya terasa berat untuk melangkah keluar dari kamar. Bagaimanapun ini pertama kalinya Kyrena meninggalkan Drystan selama dia hidup hingga umur 14 tahun, tidak pernah sekalipun dia pergi dari tempat kelahirannya.

"Aku akan kembali 6 bulan lagi kesini," ungkapnya sambil mengelus meja baca di sudut ruangan. Kyrena menatap dalam manik mata Lucien, kemudian tersenyum lembut, "Sudah saatnya kita berangkat."

***

Di sepanjang perjalanan Kyrena tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Didalam kereta kuda sudah ada Luna yang duduk menemaninya berseberangan, sementara Lucien memutuskan menaiki kuda miliknya untuk menjaga keamanan sang putri. "Kyrena, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Luna dengan suara lembutnya. Kyrena hanya menggeleng, matanya terikat pada pemandangan diluar jendela. Dia menatap lamat-lamat setiap sudut Drystan dari kereta agar tidak akan melupakan negeri itu, 6 bulan adalah waktu yang cukup untuk melupakan sebuah tempat dan Kyrena tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika dia melupakan setiap detail negerinya.

"Kyre..." suara Luna terdengar lemas, ia khawatir dengan Kyrena. Luna menggenggam tangan Kyrena dengan lembut, mata ungunya menatap lekat Kyrena. "Aku tahu kamu sedang memikirkan banyak hal, karena itu sebelum berangkat aku aku memutuskan untuk membeli ini." Luna memasangkan sebuah gelang sihir di pergelangan tangan Kyrena.

Gelang yang di berikan Luna hanyalah gelang pasaran yang terbuat dari batang kayu kering dan terdapat batu kristal yang berbentuk bintang dengan warna hijau terang, semua orang bisa mendapatkan gelang seperti itu di Drystan. Tapi tujuan Luna membeli gelang murah tersebut bukan karena dia tidak memiliki cukup uang untuk membeli yang lebih bagus, dia membelinya karena ingin membantu Kyrena.

"Ini bisa sedikit mengobati kerinduan mu saat disana nanti pada Drystan." Matanya membentuk bulan sabit, Luna tersenyum cantik melihat gelang itu tampak indah dipakai oleh Kyrena. Hati Kyrena menghangat menatap benda kecil itu di pergelangan tangan nya, rasa takutnya akan melupakan Drystan menguap ke udara dan dia sangat bersyukur karena memiliki teman seperti Luna yang perhatian.

"Terimakasih Luna, kamu yang terbaik." Kyrena menarik Luna kedalam pelukannya, dan Luna pun membalaskan pelukan hangat itu.

Didalam pelukan itu Kyrena menguatkan tekadnya, ia berjanji tidak akan mempermalukan nama kerajaan yang dibawanya ke Alvah. Kyrena berjanji, ia akan membawa kabar baik untuk kerajaannya. 'Acara yang saat ini kuhadiri bukan hanya sebatas debutante biasa, aku harus bisa membuat Drystan bangga.' batinnya dengan yakin.

***

Setelah 14 hari perjalanan, akhirnya kereta kuda berhenti tepat dibawah pohon cemara yang besar. Mereka memutuskan untuk mendirikan tenda di perbatasan Drystan dan Alvah, disamping itu Lucien dengan cekatan mendirikan tenda untuk Kyrena dan Luna memanaskan makanan dengan sihirnya.

"Tidak bisakah aku turut membantu?" kesal Kyrena pada kedua temannya itu, ralat satu teman dan satu lagi ajudan nya.

"Bagaimanapun anda tidak boleh melakukan tugas sederhana seperti ini, anda harus siap siaga dalam situasi apapun Yang Mulia," jawab Lucien dengan dingin. Kyrena menunjukkan ekspresi jengkel dengan jawaban Lucien, pria ini tidak pernah menggunakan hati dan perasaannya saat berbicara. "Kau berbicara sopan padaku, Tapi kalimat mu itu selalu saja menyakitkan hatiku," kesalnya.

"Jika saya bersikap lembut pada Yang Mulia, yang akan anda lakukan berikutnya adalah melanggar semua peraturan yang ada tuan Putri,"

"Lucien!? Padahal saat di istana kamu berkata padaku kalau sesuatu dapat membuatku bahagia kau akan melakukan apapun!" rengek Kyrena.

"Tidak bila harus mengorbankan keselamatan anda, Yang mulia." Lucien bersikap Tegas dengan wajahnya yang menjengkelkan, sungguh Kyrena ingin melayangkan sepatu nya pada wajah tampan ajudan nya itu. Bukan hanya menjengkelkan tapi Lucien juga sangat keras kepala, entah mengapa gadis ini bisa bertahan dengan ajudan sepertinya dan Kyrena mulai sering menanyakan hal ini pada dirinya sendiri.

"Oh ya? Mungkin aku bisa mati bila mendirikan tenda atau sekedar memanaskan makanan!" Kyrena menjulurkan lidahnya mengejek Lucien. Luna hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah mereka dari kejauhan. "Mari makan!" katanya menyihir piring-piring terbang keatas batang pohon besar yang di jadikan meja untuk mereka makan, tidak perlu waktu lama bagi Luna untuk memanaskan makanan dengan sihir dan menghidangkan makanan mereka. Dia pun melayangkan beberapa makanan untuk kedua kusir yang duduk terpisah dengan mereka dan membantu Kyrena dengan membersihkan tempat duduk putri itu.

"Lucien, tinggalkan itu dan ikutlah makan bersama kami," titah Luna. Lucien menolak, dia lebih memilih menjaga keamanan disekitar mereka dibandingkan makan. "Jangan lupakan tata krama, Lucien."

Mendengar hal itu Lucien pun segera duduk bergabung dengan keduanya meskipun dia sedikit tidak rela dari ekspresinya yang cukup menghibur Kyrena. Ketiganya menikmati makanan dengan seksama tanpa bersuara sedikitpun.

Setelah menyelesaikan hidangan makan malam mereka, Luna dan Kyrena memutuskan untuk masuk ke dalam tenda mereka masing-masing dan beristirahat. Sementara itu Lucien mengeluarkan sebuah kantong yang didalamnya terdapat pasir ajaib, pria ini menyebarkan pasir tersebut mengitari wilayah tenda mereka kemudian membacakan mantra pelindung sihir agar mereka terjaga dari hewan buas dan para monster. Setelah berhasil memasang pelindung, ia melompat memanjat pohon dan memutuskan untuk memejamkan matanya di salah satu ranting pohon agar menjaga diri untuk tetap siap dan waspada pada segala ancaman yang tidak tahu pasti kapan akan datang.

Malam itu, rombongan putri Kyrena beristirahat dengan tenang.

***

Berbeda dengan ibukota Drystan, di perbatasan cahaya matahari tampak menyilaukan bagi Kyrena, dia dan Luna terbangun dari tidur. Kyrena keluar dari tenda, mendapati Lucien tidak ada di sekeliling tenda mereka, dia hanya berpikir mungkin saja ajudan nya itu sedang menyegarkan diri di sumber air atau menangkap ikan untuk di konsumsi.

"Menurut mu kemana dia pergi?" tanya Kyrena pada Luna yang masih setengah sadar. Luna menjawab, "Tidak tahu. Sebaiknya Kyrena kembali saja ke dalam tenda dan beristirahat lebih lama karena sebentar lagi kita akan memulai perjalanan."

Luna memandangi Alvah dari tempatnya, kerajaan itu sangat menyilaukan hingga membuat matanya kesakitan. Ada rasa kekhawatiran yang besar di hati Luna, dia takut mereka tidak terbiasa dengan cahaya matahari. Bukan hanya karena cahaya nya, tapi tekanan udara, budaya, dan kondisi fisik mereka pastilah sangat berbeda dengan orang-orang Drystan.

"Ah, aku ingat! Di sekitar perbatasan ada bunga hias yang tumbuh dengan indah. Aku akan mengambilkan nya untuk Luna!" seru Kyrena. Suara Kyrena mengintrupsi Luna dan tersadar dari lamunan nya.

"Tidak perlu Kyre...na," belum sempat Luna menyelesaikan kalimatnya, Kyrena sudah berlari menjauhi tenda.

"Ah tidak, Lucien akan marah padaku jika begini."

***

Setelah lama berkeliling mencari taman yang dimaksud olehnya, Kyrena akhirnya mendapati bunga yang ia cari.Bunganya amat cantik dengan ukuran kecil, kelopaknya berwarna putih dengan ujung nya yang berwarna merah muda. Dia mengeluarkan kantong tangan yang sudah disiapkan, dan mulai memetik bunga-bunga kecil itu. Nantinya Kyrena berniat akan membuat mahkota bunga untuk Luna, dia juga mengambil beberapa helai daun, bunga dan batang dari tumbuhan tersebut.

Crak~

Kyrena mendengar sebuah langkah kaki yang mendekat. Ia membalikkan badan perlahan-lahan dan mendapati pria asing berdiri tegak dengan busur dan panah yang menarget padanya, dengan segera Kyrena bersikap siaga dan mulai mengeluarkan mantra milik nya.

Pria bernetra biru itu menatap Kyrena dengan tajam, namun entah mengapa setelahnya tatapan dia melembut pada gadis yang berdiri di hadapannya.

"Tenang! Aku tidak mencoba menyakiti mu, maafkan aku. Kupikir kamu monster yang keluar dari perbatasan." Pria itu mengangkat kedua tangan dan menjatuhkan senjata nya di bawah tanah.

"Kau siapa?"

"Asteria ..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status