Sepeninggal Daniel, Camila yang masih berdiri di tangga perlahan merosot ke lantai. Kakinya bergetar dan napasnya tersengal.
Beberapa kali Camila berusaha untuk menelepon Daniel, tapi sama sekali tak diangkat. Camila lantas memukul-mukul dadanya yang makin terasa sakit dan air matanya jatuh berguguran. Terhitung hari ini, sudah tiga bulan lamanya dia berjuang dan hasilnya masih nol besar. Ia memang berhasil hamil, tapi apa Daniel akan menerimanya? Dari perlakuan pria itu kepada Gracia, Camila sangat yakin kalau anak yang dikandung wanita itu adalah anak suaminya. Kalau sudah begitu, apa kehamilannya masih ada artinya? Apalagi anak-anak ini lahir dari wanita yang pria itu benci–dirinya. Memikirkan itu, Camila bertekad untuk tidak tinggal dirumah ini lagi. Ia akan pergi jauh membawa anak-anaknya. Ia sangat bersyukur karena tidak sempat memberitahukan kehamilannya kepada Daniel. Sebab, kenyataan pasti akan menempatkan anak-anaknya menjadi yang kedua di mata pria itu. Camila tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan sepanjang hidupnya, mengemis perhatian pada orang lain yang tak peduli pada mereka. Lagipula, bukankah sekarang sudah ada Gracia? Wanita itu juga tengah hamil. Dengan begitu, bukankah keluarga Wellington sudah mendapatkan pewaris seperti yang mereka mau? Tak ingin memikirkan hal itu berlarut-larut, Camila segera menghapus air mata nya dan mulai beranjak dari posisinya sebelum mengelus perutnya yang masih rata. "Maafkan mama, Nak. Tampaknya, Mama tidak bisa memberikan kasih sayang dari papa untuk kalian. Namun, Mama janji akan selalu menjaga dan menyayangi kalian semua. Mama mencintai kalian.." Camila berucap lirih. Setelah membuang napas dan menenangkan diri, Camila melangkahkan kaki menuju kamar untuk mulai berkemas. Wanita itu lalu kemudian mengambil buku tabungan miliknya yang ia simpan di laci almari. Uang tabungan itu sudah ada sejak ia kuliah dan memiliki nominal yang lumayan. ‘Seharusnya cukup untuk beberapa bulan.’ Selama masih tinggal di keluarga Milano, Camila sama sekali tak pernah menggunakan uang pemberian ayah angkatnya dan mempertahankan gaya hidup sederhana melalui gajinya sebagai part-timer. Awalnya, uang itu ia kumpulkan untuk membeli hadiah ulang tahun ibunya, tapi siapa sangka kalau uang itu akan digunakan untuk hal lain? Camila tak butuh waktu lama untuk berkemas, karena kedatangannya ke keluarga Wellington sama sekali tak membawa banyak barang. Terlebih, selama 3 bulan menjadi istri Daniel, pria itu belum pernah sekali pun memberinya sesuatu. Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Camila bergegas melangkahkan kakinya keluar. Di depan pintu gerbang rumah milik Daniel, sudah ada taksi online yang tengah menunggunya. Camila segera masuk kedalam taksi itu dan duduk dikursi penumpang. "Ke stasiun ya, Pak.” Sopir taksi tersebut menganggukkan kepalanya dan segera menyalakan mesin mobilnya. Perlahan taksi yang Camila kendarai melaju pelan meninggalkan pelataran rumah Daniel tanpa melihat lagi ke belakang. "Maafkan aku dan selamat tinggal.." Sesaat setelah taksi yang ditumpangi Camila pergi, mobil lain datang. Daniel bergegas turun dan dengan ekspresi tajam melangkahkan kakinya dengan lebar masuk ke dalam rumah. Rahangnya mengeras dengan mata yang dipenuhi kilatan amarah. Tangan nya terus saja terkepal erat di kedua samping tubuhnya. Daniel menunggui Gracia tanpa henti selama tiga jam di rumah sakit dan untungnya kecelakaan di tangga itu tak membuat kondisi bayi Gracia kenapa-napa. Sekarang, Daniel hanya ingin memberi pelajaran kepada Camila karena sudah berani mencelakai wanita yang tengah hamil dengan begitu kejam. "Camila!!" teriak Daniel beru penuh amarah sesaat setelah masuk ke rumah. Namun, tak ada yang menjawab panggilannya. Ruang tamu dan dapur terlihat kosong, begitu juga ruang keluarga. Tak seperti biasa, rumah itu terlihat kosong dan dingin.. Biasanya semalam apa pun Daniel pulang, Camila akan terus menunggunya dan bertanya apa pria itu butuh bantuan. Sekarang ke mana wanita itu pergi?! Daniel menghembuskan napasnya gusar dan mulai melangkahkan kakinya naik ke lantai atas. “Camila!” Namun, saat dibuka, kamar itu kelihatan kosong dan barang-barang Camila tidak ada. "Kemana wanita itu pergi?!” Daniel bergumam dengan geram. “Berani-beraninya dia meninggalkan rumah ini!!” Dengan amarah yang masih melingkupi hatinya, Daniel berniat untuk melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Namun, saat sampai di depan pintu, matanya tidak sengaja melihat sebuah amplop berwarna putih yang tergeletak di bawah meja. "Apa ini?" gumam Daniel. Daniel segera mengambilnya dan membaca amplop tersebut yang bertuliskan logo rumah sakit. Seketika kening Daniel mengkerut. Dengan cepat tangannya membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isi surat didalamnya. Mata Daniel memindai satu persatu huruf yang ada di dalam surat dan berhenti pada kalimat yang bercetak tebal bertuliskan 'positif mengandung'. Tanpa sadar Daniel mengepalkan tangannya seraya meremas surat itu hingga tak berbentuk. "Setelah gagal menggodaku, beraninya jalang itu hamil dengan lelaki lain!" Bayangan Camila yang menghabiskan malam dengan pria lain membuat Daniel semakin murka. Pria itu lantas memanggil Justin yang sedari tadi menunggu di dalam mobil, “Cari Camila! Seret dia dan selingkuhannya kemari!!” Mendengar itu, Justin mengerutkan dahinya bingung. Bagaimana bisa istri tuannya itu pergi kalau selama ini Daniel selalu membatasi gerakannya? Justin tahu betul jika Camila tidak pernah keluar rumah selain karena disuruh. Sebab, setahunya, Camila sangat jarang mendapat uang karena Daniel tak pernah memberikannya. Lalu, berselingkuh? Justin mengerutkan keningnya tanda tak setuju. Selama menjadi asisten Daniel, Camila sangat peduli dan sering menitipkan bekal Daniel padanya. Bahkan saat Justin sering bolak-balik rumah untuk mengambil barang, Camila selalu berada di rumah dan menyambutnya. Melihat Justin yang terdiam, Daniel hendak mengangkat suara. Namun, pria muda yang menjadi asistennya itu lebih dulu berkata dengan tegas. "Sepertinya ada kesalahpahaman, Tuan." "Apa maksudmu?” Daniel berdesis tak suka. "Bukannya saya membela Nyonya, Tuan. Hanya saja, Nyonya selalu berada di rumah selama saya berkali-kali datang berkunjung.” Justin menjawab. Kemudian, pria itu memandang lurus ke arah lorong dan menunjuk dengan jarinya. “Bahkan di tengah malam itu, Nyonya Camila lah yang menyambut dan membantu merawat Anda." Daniel mengerutkan dahi tak senang. "Merawat?" “Benar, Tuan. Setelah mengantar Anda dari club, Nyonya Camila-lah yang dengan telaten merawat Anda. Apakah malam itu ada sesuatu yang terjadi?”Tanpa pikir panjang Camila langsung menuju ke sekolah triplets. Dia berpikir tentang bagaimana bisa salah satu dari anak itu memukul orang. Sesampainya di ruang guru, Camila melihat sudah banyak orang di sana. Triplet dan dua anak laki-laki lain. Satu berwajah murung dan satunya anak lelaki yang sedang menangis dengan hidung disumbat tisu. Tanpa diduga, triplet duduk bertiga dengan tenang. Bahkan chloe duduk sambil makan eskrim yang entah anak itu dapat dari mana. Camila buru-buru menghampiri mereka dan mengecek kondisi mereka. Tidak ada yang luka. Baru kemudian dia bertanya apa yg sebenernya terjadi. "Apa yang terjadi sayang?" Ujar Camila bertanya "Begini mommy-" Chris dan Clayton berusaha menjawab, tapi bu guru sudah lebih dulu menjelaskan kalau Clayton memukul anak yg mimisan itu- Aksel tanpa alasan. "Clayton memukul Aksel duluan nyonya, padahal kami sudah melerainya tapi Clayton tetap saja memukuli Aksel tanpa ampun". Ucap Ibu guru itu terus menyudutkan clayton dan me
Setelah Heinrich dan Triplet pergi kesekolah, Camila juga bergegas bersiap untuk pergi kelokasi yang kelak akan menjadi cabang butik pribadinya.Selesai bersiap Camila bergegas turun lalu berjalan menuju depan gedung apartemen, karena sopir pribadi utusan Heinrich sudah menunggunya sedari tadi.Camila segera masuk kedalam mobil lalu meminta sopir tersebut untuk segera melajukan mobilnya menuju lokasi tempat yang akan ia jadikan butik pribadinya."Antarkan ke Jalan Bougenvile pak". Pinta Camila pada sang sopir."Baik nona". Sopir itu menyahutnya lalu segera melajukan mobilnya menuju lokasi yang disebutkan oleh Camila.Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Camila membuka butik, karena sebelumnya ia juga sudah memiliki dua butik di negara Amerika. Semua usaha butiknya bisa berkembang sepesat ini juga karena bantuan sang kakak Heinrich. Selama dalam perjalanan menuju lokasi, pandangan mata Camila selalu tertuju kearah luar jendela. Ia tatap jalanan yang dulu pernah menjadi kenangan diriny
Lima Tahun Kemudian."Mommy!! Lihat tasku tidak?" "Mommy!! Tolong ikat rambutku!!" Suara teriakan dua anak kecil di ruang keluarga membuat wanita yang tengah memasak menoleh dengan khawatir. “Chris? Bisa bantu Mommy mencari tas Clayton? Sebentar lagi masakan Mommy matang. Tolong yaa?” Suara wanita itu membuat Christopher, anak lelaki yang dimintai tolong, menatap ke arah dua anak kecil lain yang ribut sendiri di ruang keluarga. Pandangan matanya tajam dan berjalan dalam diam ke arah kamar Clayton. Beberapa saat kemudian, Christopher kembali dengan tas yang ditenteng. “Ini apa?” katanya. Melihat itu, Clayton menekukkan pipinya. “Tadi tidak ketemu loh!” “Lain kali, jangan cari pakai hidung.” kata Christopher lagi sebelum kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Sikap Christopher yang datar membuat Clayton kesal dan melempar kakaknya dengan pulpen. “Rasakan! Muka tembok!!” “Sudah! Jangan berkelahi!” wanita itu datang sembari membawa tiga tas bekal yang sudah diisi de
Daniel terhenyak. Camila merawatnya?Selama ini, dia pikir Justin lah yang membopongnya ke kamar dan membuatkannya minuman anti pengar. Sebab, asisten pribadinya itu memang selalu melakukan hal yang sama apabila dirinya pulang dalam kondisi mabuk.Diam-diam Daniel menggeram dan tiba-tiba saja suatu ingatan muncul di kepalanya.Pagi itu, selain pengar, Daniel memang terbangun dengan tubuh yang terasa rileks karena aroma yang menempel di tubuhnya terasa sangat menenangkan.Namun, rasa perih yang di punggungnya membuat Daniel terpaksa bangun. Saat itu, Daniel pikir punggungnya membentur sesuatu dan terluka saat mabuk, sehingga ia tak mau memeriksanya lebih jauh.Namun, bagaimana kalau luka itu sebenarnya adalah cakaran dari Camila?Apalagi setelah memikirkan semua yang dikatakan oleh Justin tadi, kemungkinan Camila memang naik ke ranjangnya malam itu sangat besar.Meski begitu, Daniel menggeleng. “Tidak mungkin. Jangan mengada-ngada, Justin. Tidak terjadi apa pun antara aku dan wanita i
Sepeninggal Daniel, Camila yang masih berdiri di tangga perlahan merosot ke lantai. Kakinya bergetar dan napasnya tersengal. Beberapa kali Camila berusaha untuk menelepon Daniel, tapi sama sekali tak diangkat.Camila lantas memukul-mukul dadanya yang makin terasa sakit dan air matanya jatuh berguguran. Terhitung hari ini, sudah tiga bulan lamanya dia berjuang dan hasilnya masih nol besar. Ia memang berhasil hamil, tapi apa Daniel akan menerimanya?Dari perlakuan pria itu kepada Gracia, Camila sangat yakin kalau anak yang dikandung wanita itu adalah anak suaminya.Kalau sudah begitu, apa kehamilannya masih ada artinya? Apalagi anak-anak ini lahir dari wanita yang pria itu benci–dirinya.Memikirkan itu, Camila bertekad untuk tidak tinggal dirumah ini lagi. Ia akan pergi jauh membawa anak-anaknya. Ia sangat bersyukur karena tidak sempat memberitahukan kehamilannya kepada Daniel. Sebab, kenyataan pasti akan menempatkan anak-anaknya menjadi yang kedua di mata pria itu.Camila tidak mau
"Ya Tuhan. Aku harus apa?" Camila membalik badannya dan berlari pergi dengan air mata yang tertahan. Percakapan Daniel itu menghancurkannya. Gracia adalah nama wanita yang disebutkan oleh Daniel di malam penyatuan mereka, dan kini… wanita itu hamil. Camila menggigit bibirnya, mencoba meredam tangis. Di sana, ia jatuh terduduk di sisi tempat tidur dan memeluk tubuhnya sendiri sembari menahan rasa sakit yang kian menyiksa. Sedetik kemudian, tangis Camila akhirnya pecah dan setiap isakannya terdengar putus asa. Menyakitkan dan miris. Hatinya berperang antara keinginan untuk berteriak dan dorongan untuk bersembunyi dari semua ini. Bagaimana ia bisa mengungkapkan kehamilannya pada pria yang dengan tenang berjanji akan membesarkan anak dari wanita lain? Bagaimana ia bisa meminta Daniel untuk menerima anak-anaknya kalau hatinya pria itu sudah sepenuhnya diberikan kepada Gracia? Camila menangis hingga dadanya terasa sangat sesak. Namun, perlahan ia beranjak karena sebentar lagi aka