Share

5. Kehilangan

"Kamu siapa?" tanyaku pada lelaki itu. Aku kesulitan untuk mengingat orang yang saat ini berada di hadapan. Wajahnya tidak asing tapi tidak dapat kuraba dalam pikiran siapakah ia.

"Maaf, saya cuma tetangga di sini. Saya dengar ada keributan. Kalau ada masalah bisa diselesaikan di dalam rumah, tidak perlu dengan teriak-teriak," ujarnya sok menasihati.

Sepertinya memang iya. Dia hanya tetangga di sini. Mungkin cuma perasaanku saja karena wajahnya yang kuakui cukup rupawan mirip seorang artis di televisi hingga aku merasa pernah melihatnya.

"Maaf, Mas. Masalahnya saya tidak suka orang ini di depan rumah saya. Sudah diusir tetap tidak mau pergi," sahut Lola mencari pembelaan.

Orang-orang mulai datang menghampiri kami. Aku jadi risih diperhatikan, apalagi Lola menjelaskan seolah aku yang bersalah dan mencari keributan di depan rumahnya.

Semua mata memandangku. Menatap heran penuh tanya.

"Eh, jangan salah sangka dulu. Aku cuma ingin bertemu dengan istriku yang ada di rumahnya. Dia," kutunjuk ke arah Lola. "Melarangku menemui istriku sendiri karena itulah aku teriak menyuruhnya keluar."

Sekarang terbalik, Lola lah yang ditatap mereka seperti barusan mereka menatapku. Satu sudut bibirku tertarik ke atas.

"Lah, sembarangan. Jangan salah paham. Istrinya lah yang tidak ingin ditemui, masa aku harus membiarkan laki-laki tak bertanggung jawab kayak dia ini menemui istrinya." Tangan Lola menunjuk ke arahku dengan sinis.

"Jaka! Lebih baik kamu pergi sebelum aibmu kubongkar di sini!" Ancamnya lagi membuat nyaliku menciut. Aku tidak mau Lola membuka permasalahan rumah tanggaku di hadapan orang banyak. Sepertinya memang lebih baik aku pergi. Sulit menjelaskan masalah ini ke hadapan orang banyak yang tidak mengetahui duduk permasalahannya kami. Mereka cuma orang asing, pasti lebih mudah percaya dengan kisah Lola yang menyudutkanku sebagai suami yang tidak baik.

"Baik aku pergi, tapi aku akan kembali ke sini untuk menjemput Andin--istriku. Kami hanya salah paham. Namun sepertinya permasalah kami tidak bisa diselesaikan hari ini." Kuedarkan pandangan menatap mereka satu persatu dengan wajah memelas meminta rasa iba mereka. "Lol, titip Andin, dan katakan padanya aku akan kembali," lirihku pelan seolah aku berputus asa. Lola hanya mencebik saat mendengar penuturan dan pesanku untuk Andin. Sulit menaklukan hatinya. Entah bagaimana Andin menceritakan biduk rumah kami hingga ia sangat membenciku.

***

"Loh, Erika? Kenapa ada disini?" Heran saat pulang dan membuka pintu rumah, sudah terbuka lebih dulu, dan di hadapanku sekarang ada sosok Erika yang berdiri menyambutku dengan seulas senyum manis. Aku mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri, menyelidik apakah ada orang atau tetangga yang melihat keberadaan Erika di sini.

"Kan ini rumahku juga. Aku berhak dong tinggal di rumah ini?" Senyumnya masih terkembang sempurna saat kudorong paksa masuk rumah.

"Kecilkan suaramu. Kenapa kamu ke sini tidak bilang sama Mas?" cecarku setelah pintu kututup dan menariknya duduk ke kursi.

"Memang kenapa? Ini rumahmu artinya rumahku juga. Andin sudah pergi meninggalkan rumah ini jadi aku yang berhak sekarang tinggal di sini, iya kan Mas?" Erika bersikeras dengan pendapatnya. Ia melipat tangan bersedekap.

"Ini terlalu cepat, Ka. Ini rumahku bersama Andin dan orang di sini tahunya begitu. Kalau mereka melihat kamu ada di sini di saat Andin tidak ada, maka mereka bisa menuduh kita macam-macam." Kujambak rambutku dengan frustrasi.

"Ya jujur saja pada mereka kalau aku ini istri Mas juga, gampang kan? Aku capek Mas sembunyi di rumah Ibu dan dibilang cuma sepupumu. Aku kan istri Mas juga walau cuma siri," rutuknya dengan wajah sendu. Sial. Erika ngotot ingin diakui dan tinggal di sini. Dia mulai meminta haknya.

"Tidak segampang itu, Ka. Aku akan menelepon Ibu dan menyuruhnya menjemputmu pulang," tukasku akhirnya mengambil keputusan.

"Nggak! Aku nggak mau Mas. Aku tetap tinggal disini. Andin sudah pergi dan akui saja aku sebagai istrimu. Sah kan pernikahan kita biar anak ini kelak diakui negara," elaknya dengan bersungut sambil mengelus perutnya yang masih rata.

"Iya, itu gampang. Sekarang kamu harus pulang, jangan tinggal di sini," sanggahku dengan merogoh ponsel di dalam saku celana mencoba menghubungi Ibu.

Erika merebut ponselku dan menyembunyikannya di belakang badan.

"Tidak perlu Mas. Ibu setuju aku tinggal di sini. Aku juga tahu letak kunci rumah ini darinya. Memangnya Mas nggak mikir bagaimana caraku masuk tadi?" Terkesiap, aku baru sadar. Yang tahu letak dimana kunci cadangan rumah ini selain yang di tanganku dan Andin adalah Ibu. Beliau sering ke rumah dulunya sebelum akhirnya malah berselisih paham dengan Andin.

Erika mengangkat kedua alisnya memojokkanku.

Ya ampun Ibu … kenapa malah membuatku semakin sulit. Kepalaku seketika jadi pusing. Soal membujuk dan menemui Andin saja belum berhasil sekarang malah disibukkan dengan kedatangan Erika.

"Argh … terserah kamu lah, tapi ingat tetap berada di dalam rumah. Jangan menunjukkan dirimu ke depan atau ke tetangga yang ada di sini. Aku akan menghubungi Ibu memintanya tinggal di sini juga."

"Tapi, Mas. Ak--"

"Cukup Ka! Mas pusing. Jangan mendebat lagi." Kusela ucapannya dan kutinggalkan ia begitu saja menuju kamar. Ada yang harus kucari.

Lemari pakaian sudah kuobrak-abrik, tapi benda itu belum kutemukan. Pakaian sampai terhambur berserakan di atas lantai.

Meja kerja dan nakas samping ranjang, lacinya sudah kubuka satu per satu, tapi tidak kutemukan juga benda tersebut.

"Mas! Kamu nyari apaan sih sampai berantakan begini kamarnya?" cecar Erika yang masuk ke dalam kamar.

"Argh …! Tidak ada," umpatku kesal.

"Apanya yang tidak ada?" Sambutnya menyahut. Raut wajahnya penuh keheranan.

Aku tidak mungkin mengatakan pada Erika kalau surat rumah ini yang sedang kucari dan benda tersebut tidak ada di manapun. Pasti surat-menyurat itu sudah dibawa Andin pergi. Artinya ancaman Lola benar, rumah ini bakal dijual Andin.

Kalau iya, aku nantinya akan tinggal dimana?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ayo Andin buruan dijual rumah nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status