Share

6. Rencana Licik Ibu

Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Kami bertiga duduk mengelilingi meja makan dalam diam. Ibu baru tiba dari rumahnya setelah kuminta datang segera ke sini. Kerumahku.

Diteguknya air dingin yang disediakan oleh Erika sampai habis.

"Ahhh …." Gumamnya setelah menandaskan minuman tersebut.

"Jadi kamu menyuruh Ibu ke sini cuma untuk bermalam? Supaya tetanggamu tidak curiga?" tanyanya dengan tatapan tajam ke arahku. Kuanggukkan kepala mengiyakan.

"Bukan bermalam, lebih tepatnya tinggal sampai Jaka bisa mengumumkan siapa Erika di komplek ini. Kalau kami cuma tinggal berdua dan dalam keadaan Erika yang sedang hamil, maka orang akan menuduh Jaka yang bukan-bukan. Jujur Sekarang pun siapa Erika bakal membahayakan posisi Jaka di perumahan ini."

"Ini nih yang jadi merepotkan Ibu. Sudah dari awal Ibu minta kamu cerita saja sama Andin, jadi nggak kayak gini jadinya. Andin kabur ya kalau tetanggamu tahu, tentu kamu yang dituduh bejat di sini. Seolah Andin pergi dari rumah karena kamu membawa madu baru ke sini, padahal madu lama." Erika mendelik tajam dibilang madu lama.

"Iya kan Sayang. Udah lama dinikahi kan madu lama namanya," ucap Ibu sadar telah menyinggung mantu kesayangan dan mencoba menenangkankannya.

"Ya sudah, Ibu manut saja. Ingat Lo ya, kamu harus bermain cantik. Harus kamu di sini yang menderita seolah Andin kabur demi lelaki lain dan Ibu ceritanya menghadirkan Erika sebagai penghibur kesedihan kamu."

"Penghibur? Maksud Ibu wanita penghibur?"

"Bu--bukan begitu. Maksud Ibu kamu jadi istri yang telah menenangkan hati suami, yang rela menjadi kedua untuk menghibur hati yang terluka, begitu, Er," jelasnya menepis dugaan Erika.

"Iya, tapi boleh dong kalau saya jadi yang pertama bukan kedua lagi?"

"Tentu, setelah masalah Andin selesai dan mereka cerai, Jaka akan mengurus surat-surat ke KUA dan menjadikanmu sah sebagai istrinya di mata negara."

Erika tersenyum setelah mendapat angin segar dari Ibu.

"Ehm … tapi Bu, saya kan lagi hamil, orang pasti curiga kalau melihat perut saya menyembul lebih besar dari wanita normal lainnya, badan saya kan tidak sebesarAndin, bagaimana ini?" tanya Erika. Sekarang ia baru sadar. Dari tadi kemana saja pikirannya baru terbuka.

"Tuh kamu baru sadar kan kenapa Mas tidak suka kamu ke sini. Lihat, gara-gara kamu, Mas harus berpikir keras lagi, harus bersandiwara segala. Argh … pusing kan kepala Mas, mana Andin nggak ketemu lagi," keluhku dengan menyugar kasar rambut. Penampilanku sekarang benar-benar menyedihkan. Baru pulang sudah disuguhkan dengan masalah yang baru. Mana belum mandi, rasanya gerah sekali.

"Oh … jadi Mas sempat mencari Andin? Untuk apa lagi? Mau mengajak dia rujuk, begitu?" Erika berkacak pinggang sambil melotot ke arahku.

Sekarang dia yang berbalik memarahiku. Salah lagi. Kenapa harus keceplosan mencari Andin tadi, Erika itu sangat pencemburu.

"Sudah, ini bukan saatnya bertengkar. Jadi maumu apa Jak? Apa kami harus pulang ke rumah Ibu, begitu?" usul Ibu menengahi.

"Mungkin itu yang terbaik, Bu. Nggak papa kan?" pintaku ragu.

Sejenak Ibu tampak berpikir. "Ya sudah, Er, bereskan bajumu dan ikut Ibu. Heh … Kalau gitu ngapain Ibu bawa baju segala ke sini, merepotkan," keluhnya setuju dengan mencebik. Erika dengan malas-malasan beranjak menuju kamar. Aku mengikutinya.

"Bantuin Mas, ini semua karenamu yang menghambur bajuku sampai berserakan di lantai," titahnya masih dengan bersungut. Salah sendiri sudah meletakkan pakaian di lemari tanpa izinku. Bagaimana kalau Andin pulang mendadak dan melihat ada Erika di sini? Makin kacau kan.

Kuhela napas mencoba sabar menghadapi istri keduaku ini. Ini adalah yang kesekian perbedaan Andin dan Erika. Andin tidak pernah sekalipun memerintahku seperti ini. Urusan rumah selalu dibereskannya sendiri, bahkan bagian memasang selang tabung gas pun dia bisa. Istriku itu memang mandiri.

"Bagaimana, sudah?" Ibu menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang terbuka. Lalu ia masuk saja tanpa minta izin terlebih dahulu. Ini juga yang menyebabkan Andin merasa risih saat tinggal di rumah Ibu hingga kami memutuskan membeli rumah dari uang tabungannya. Aku tidak menyangka Andin mempunyai uang tabungan yang banyak. Aku pun tidak menanyakannya karena kupikir ia tidak mempunyai simpanan sebanyak itu.

"Sudah, Bu. Tinggal ganti baju saja." Keningku berkerut mendengarnya.

"Untuk apa, Ka? Pakai baju yang kamu kenakan saja. Kita mau pulang bukan mau kondangan," cibirku menggelengkan kepala.

"Benar, Er. Ini juga sudah malam. Kita keluar sembunyi-sembunyi bukan untuk menarik perhatian orang." Ibu membenarkan ucapanku.

"Iya." Dengan terpaksa ia menurut.

***

"Pak Jaka! Mau kemana?"

"Hah!" Aku sampai terkaget. Bu Dila--tetangga sebelah rumah, bertanya ketika memergokiku memasukkan koper ke dalam bagasi mobil taksi yang telah dipesan.

"Eh, ini--"

"Bu Dila, apa kabar? Baru pulang dari mana?" Ibu maju dan menghampiri Bu Dila.

"Ada Bu Menik, ini habis dari pesta ulang tahun suami saya, Bu. Kapan Ibu datang? Saya kok nggak dengar?"

"Bukan, tadi cuma mampir sebentar ke rumah Jaka. Ini juga mau pulang," jawab Ibu dengan seulas senyum semringah.

Bu Dila memperhatikan Erika. Aku segera mengkode Ibu.

"Ini sepupu Jaka, baru datang dari luar kota, mau saya bawa ke rumah," jelas Ibu menyambut kode dariku.

"Oh, mari Bu, masuk duluan." Bu Dila pamit ingin menutup pagar rumahnya.

Ibu menganggukkan kepala.

"Eh, Jaka. Istrimu kemana? Dari kemarin tidak melihatnya? Kata Bu Susi setelah pergi ingin menjual mesin jahitnya, ia tidak pernah terlihat lagi di rumah ini?" Bu Dila sampai bertanya lewat celah pagar yang telah ditutupnya. Susah juga mempunyai tetangga kepo dengan kehidupan orang lain. Hal begini saja diteliti mereka.

Ibu menatapku. Erika sudah masuk ke dalam mobil taksi atas perintahku. Aku tidak ingin Bu Dila memperhatikan Erika dan bertanya banyak tentangnya.

"Andin sedang liburan bersama temannya. Kasihan dia cuma berdiam diri di rumah, menjahit juga. Mungkin kalau pikirannya tenang dan badannya rileks maka dia bisa secepatnya memberikan saya cucu," jawab Ibu menjelaskan dengan tersenyum simpul. Aku diam saja, kurasa jawaban Ibu masuk akal.

"Oh, iya. Baguslah. Memang Bu Andin perlu hiburan. Kasihan, kadang akhir-akhir ini ia terlihat suntuk dan agak kurusan, kayak orang sakit. Syukurlah Pak Jaka dan Bu Menik cepat tanggap." Aku dan Ibu hanya tersenyum tipis.

"Kok Pak Jaka tidak ikut ya?" Ya Tuhan, ini yang paling malas berbicara dengan ibu-ibu, bertanya tidak hanya sekali tapi ada lanjutannya.

"Maaf, Bu. Kami harus pulang kasihan bapak sopirnya sudah lama menunggu. Nanti kapan-kapan lagi kita bicara," elak Ibu menyelamatkanku dari pertanyaan beruntunnya.

Bu Dila mengangguk dan meminta maaf. Ia pun juga pamit lagi berlalu masuk ke dalam rumahnya.

"Ingat Jak, setelah cerai dari Andin. Jual saja rumah ini dan beli rumah yang baru dengan suasana yang baru juga. Ibu malas kalau harus mendapatkan pertanyaan rempong dari ibu-ibu di sini. Apalagi kalau tidak salah mereka itu lumayan dekat dengan Andin. Jangan sampai mereka menghujatmu dan membencimu, bisa bahaya tinggal di sini. Secepatnya kamu bikin gosip kalau Andin telah selingkuh dengan lelaki lain hingga mereka iba dan berpihak padamu, Jak. Jadi seumpama Andin kembali ia akan mendapatkan julukan baru bukan Andin gendut lagi tapi wanita tidak tahu diri."

Tangan mengepal kuat mendengar rencana licik Ibu. Aku juga tidak suka cara Ibu mengatai Andin gendut. Bagaimana pun Andin adalah istriku juga. Istri yang kusesali telah menyakitinya. Andai … andai aku bisa bersabar sedikit saja, aku tidak perlu menikahi Erika atas sarannya hanya demi secepatnya mendapatkan keturunan.

Andin, maafkan Bang Jaka-mu ini. Abang menyesal, semoga besok Abang bisa membawamu balik ke rumah dan kita memulai hidup yang baru dengan anak yang ada dalam kandunganmu itu.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pintar dan hebat si andin. meninggalkan rumah yg dibeli pake tabungannya sendiri buat suami dan gundiknya. semoga dlm dunia nyata g ada wanita tolol kayak si andin ini
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Rasakan penyesalan kamu Jaka karena terlalu menuruti ego ibumu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status