Share

Kado untuk Ibu Mertua
Kado untuk Ibu Mertua
Author: Siti Aisyah

Buruk Sangka

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2023-02-03 16:59:53

"Kita mau memberi kado Ibu apa, Nes?" tanya Mas Ramzi--suamiku.

Aku yang sedang mengupas bawang untuk persiapan membuat bumbu kuah bakso hanya mengerutkan dahi mendengar pertanyaannya. "Kado?"

Mas Ramzi yang sedang membuat adonan untuk dibuat bakso itu tersenyum. "Maaf, aku lupa memberi tahu kalau ulang tahun ibu akan diadakan minggu depan. Biasanya anak-anak akan datang dan memberi kado, gitu."

Aku mendesah pelan. Usia ibu mertua tentu sudah tidak muda lagi, tetapi kenapa masih harus mengadakan acara ulang tahun segala. Mana anak-anak harus memberi kado pula. Merepotkan sekali.

Sebenarnya aku paling tidak suka dengan acara seperti ini. Berkumpul bersama keluarga dari Mas Ramzi rasanya tidak menyenangkan. Belum lagi harus mengeluarkan uang untuk membeli kado. Bukannya aku pelit, tetapi keadaanlah yang membuatku harus selalu perhitungan dengan yang namanya pengeluaran.

Aku dan Mas Ramzi baru dua bulan menikah dan sekarang baru merintis usaha jualan bakso. Dulu, kami sama-sama di perantauan bekerja di sebuah pabrik tekstil. Namun, setelah menikah, ibu mertua meminta Mas Ramzi untuk tinggal di sini karena para kakaknya sudah berumah tangga semua dan tinggal di kota.

Mas Ramzi, Mas Akbar, dan Mbak Divya memang lahir dari rahim yang sama, tetapi nasibnya berbeda.

Mas Akbar yang merupakan anak pertama di keluarga ini menjadi manager perusahaan ternama di kota, Mbak Divya punya suami dokter sedangkan suamiku--Mas Ramzi hanya menjadi pedagang bakso, itu pun baru merintis.

Mas Ramzi terpaksa tidak melanjutkan kuliah karena ayahnya meninggal saat ia duduk di bangku SMA sedangkan uang pensiunan sang ayah tidak cukup untuk biaya melanjutkan pendidikan karena masih ada Nella--anak bungsu--yang juga butuh biaya pendidikan.

Aku baru bertemu dengan para kakak ipar sekali saja yaitu dua bulan lalu saat hari pernikahanku dengan Mas Ramzi.

Aku dan mereka jelas sangat jauh berbeda. Mbak Nirma--istri Mas Akbar yang merupakan anak dari pemilik perusahaan tempat Mas Akbar bekerja adalah sosok wanita cantik dan berkelas. Penampilannya selalu cetar dengan baju branded dan perhiasan mewah.

Mbak Divya yang mempunyai suami dokter dan punya mertua kaya raya juga tidak kalah penampilannya.

Bisa dikatakan hanya aku menantu yang dari golongan menengah ke bawah di keluarga ini dan itu membuatku tidak percaya diri jika harus bertemu dengan mereka.

***

Aku gelisah membayangkan hari itu tiba. Bagaimana jika mereka menganggapku siluman yang ada tetapi tidak terlihat, parahnya lagi jika aku dianggap kuman yang harus disingkirkan saat acara yang katanya akan digelar dengan meriah itu.

Kuhela napas pelan. Dalam acara itu pasti ibu tidak mau mengenalkan aku sebagai menantu pada para tamu undangan. Jangan-jangan nanti aku hanya jadi tukang cuci piring. Huh, ingin rasanya aku menghilang saat ini juga agar tidak perlu hadir dalam acara itu nanti.

Di mana aku bisa mendapatkan uang untuk membeli kado ibu mertua? Untuk saat ini uang yang ada masih diputar untuk modal lagi. Lagi pula, kadonya juga tidak mungkin asal-asalan kalau tidak mau dihina oleh para kakak ipar yang sudah pasti memberi kado mahal.

"Nes?"

Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Bu Mila--Ibu mertuaku sudah berada di dekatku dan membuyarkan lamunanku.

Rumahku dan rumah mertua berdekatan, hanya dipisahkan sepetak tanah yang biasa digunakan untuk menaruh jemuran sehingga Bu Mila bisa masuk rumahku kapan saja.

"Minggu depan Ibu mau mengadakan ulang tahun." Ibu mengawali pembicaraan dan aku hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis.

"Acara ini ide Divya," imbuhnya.

Aku menelan ludah. Ingin rasanya aku mengatakan 'aku tidak bertanya, Bu' tetapi hanya membatin saja.

Dia pasti bilang agar aku mempersiapkan kado. Apakah dia tidak tahu kalau saat ini keuangan kami sedang tidak baik-baik saja karena kami baru merintis usaha.

"Ini."

Mataku membola saat melihat Bu Mila mengulurkan lima lembar uang seratus ribuan.

"Apa ini, Bu?" tanyaku dengan dahi berkerut.

"Ambil uang ini dan belikan kado untuk Ibu." Ibu meletakkan uang itu di tanganku. "Maaf, bukannya Ibu meremehkanmu dan Ramzi, tetapi saat ini kalian lagi butuh uang sedangkan anak ibu yang lain nanti memberi kado semua. Ibu tidak ingin kamu malu, Nes."

"Ibu?" Aku menatapnya yang tersenyum manis sambil menyentuh lenganku.

"Sekali lagi Ibu minta maaf."

Dadaku menghangat. Mataku mengabur seolah dipenuhi kaca tebal. Demi harga diriku di depan anak-anaknya yang lain, ibu mertuaku rela memberiku uang padahal ia yang berulang tahun.

"Belikan Ibu gamis yang bagus dan nanti dibungkus yang rapi, ya! Ibu percaya kalau kamu yang memilih pasti bagus dan Ibu pasti suka."

Ibu ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kado untuk Ibu Mertua   Akhir dari Semuanya

    Ririn mundur beberapa langkah hingga menyentuh tembok. Tatapan matanya tidak berkedip melihat Candra yang menatapnya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Ayolah, Rin. Selama dua tahun ini aku sudah begitu sabar menunggumu untuk bisa kusentuh. Kita ini suami istri, tetapi kenapa aku tidak pernah mendapatkan hakku? Kesabaran seorang lelaki ada batasnya. Aku seorang lelaki normal yang tidak akan sanggup menahan hasrat yang bergejolak ini," kata Candra dengan tatapan memelas. Brak! Pintu terbuka lebar bersamaan dengan masuknya Yani--ibunya Candra. "Apa maksudmu, Ndra?" "Ibu?" Ririn dan Candra berbarengan. "Apa maksudmu tidak pernah menyentuh Ririn? Pernikahan macam apa ini?" tanya Yani dengan nada tinggi. Mau tidak mau Candra bercerita pada ibunya kalau selama menikah dengan Ririn, ia sama sekali tidak pernah merasakan indahnya surga dunia. Ririn selalu menolak saat diajak melakukan hubungan suami istri. Bahkan, selama ini mereka tidak pernah tidur dalam satu ranjang. Candra tidu

  • Kado untuk Ibu Mertua   Terima kasih

    "Romi, bolehkah aku kembali padamu?" kata Indy dengan mulut bergetar. Romi mengurai rangkulannya pada Ulfa lalu menatap tajam Indy yang berusaha tersenyum semanis mungkin. "Apa? Ingin kembali?" Indy mengangguk. "Iya, boleh kan? Aku yakin tidak mudah bagimu melupakan diriku yang sangat cantik ini. Bukankah kamu dulu begitu tergila-gila padaku?" Romi tertawa sumbang. "Romi yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dulu dia suka main dengan banyak wanita, sekarang tidak lagi. Sekarang hanya ada satu wanita yang aku cintai di dunia ini yaitu Maria Ulfa." Indy melengos ketika Romi menatap Ulfa penuh cinta lalu mencium keningnya. "Jadi, kamu nolak aku?" tanya Indy dengan nada tinggi. "Hal seperti ini tidak usah ditanyakan lagi. Jawabannya sudah pasti. Sekarang silakan kamu pergi dari sini dan biarkan aku hidup tenang bersama istriku tercinta." Romi menatap Ulfa dan mengedipkan mata. Ia merasa dari hari ke hari rasa cinta pada wanita yang dulu pernah disia-siakannya itu semakin bertamba

  • Kado untuk Ibu Mertua   Dia Datang Kembali

    "Kau tahu kenapa aku sangat ingin mendonorkan sebagian hatiku ini untukmu?" tanya Ulfa setelah mereka pulang dari rumah sakit seminggu kemudian dan saat ini mereka berada di rumah Ines. Ines tersenyum. "Kenapa?" Ines mengambil air putih dan menyesapnya. "Sampai saat ini aku masih mencintai Ramzi dan dengan adanya sebagian hati di tubuhmu itu aku harap secuil hati itu bisa mendapatkan cinta dari orang yang aku cintai." Ines melotot, tetapi Ulfa malah tertawa. "Enggak, Nes. Aku bercanda. Sebenarnya yang mau mendonorkan hati untukmu itu adalah Ibu, tetapi setelah diperiksa dokter ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. Saat dalam pemeriksaan tensi darah Ibu drop sementara untuk menjadi pendonor harus dalam keadaan prima. Lagi pula usia Ibu yang sudah 56 tahun sudah tidak diperbolehkan menjadi pendonor karena maksimal berusia 55." "Iya, Nes. Waktu itu Ibu berniat memberikan secuil hati ini untukmu, tetapi Ibu tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Maafkan Ibu." Murni

  • Kado untuk Ibu Mertua   Sembuhlah, Adikku

    "Astagfirullah."Dunia Ramzi dan Ines seakan berhenti berputar saat mendengar pendengar penjelasan dokter bahwa organ hati Ines bermasalah. Ines memang sudah lama merasa badannya kurang sehat, tetapi ia berpikir mungkin itu efek dari sering begadang karena punya bayi. Ia juga sering mual dan muntah, tetapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Ramzi memejamkan mata. Belakangan ini, ia merasa nafas Ines sangat bau tidak seperti biasanya. Lelaki itu ingin mengatakan pada sang istri akan hal itu, tetapi ia takut wanita yang sangat ia cintai itu tersinggung. Iya, siapa yang tidak malu dan tersinggung jika disebut mulutnya bau padahal baru saja gosok gigi. Tidak tahunya itu adalah salah satu tanda jika organ hatinya bermasalah. Ines juga merasa tubuhnya semakin kurus. Hal itu ia rasakan saat celana maupun rok yang biasanya pas atau ketat, kini terasa longgar, tetapi wanita itu menganggap hal itu biasa terjadi karena ia sedang menyusui. Nanti kalau Alifa sudah berhen

  • Kado untuk Ibu Mertua   Ines Sakit?

    "Ibu bilang juga apa, Ul?" Murni mengusap pundak Ulfa dengan lembut. "Buang jauh-jauh rasa benci yang menumpuk dalam hatimu itu. Hidup rukun bersama saudara itu lebih menyenangkan." Saat ini mereka sedang berada di rumah sakit menunggu Ramzi yang sedang diperiksa dokter. Lelaki yang sudah menyelamatkan Zanna itu perlu dilakukan rontgen karena ia mendapat pukulan di bagian perut berulang kali. "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika Ramzi sampai kenapa-napa. Dia menjadi begini karena aku lalai sebagai orang tua dalam menjaga anak." Romi mengacak rambut frustrasi. Ia tatap kakinya yang hanya tinggal sebelah sehingga membuat ia sulit bergerak. "Doakan saja semoga Ramzi tidak apa-apa," kata Murni. "Iya, Bu. Semoga dia baik-baik saja." Romi tergugu membayangkan Ramzi yang berjuang sendiri melawan penjahat itu. Pukulan demi pukulan ia dapatkan, sementara ia sendiri tidak bisa melakukan apa pun. Semua orang bernapas lega saat hasil rontgen keluar dan Ramzi dinyatakan baik-baik saja

  • Kado untuk Ibu Mertua   Kita adalah Keluarga

    Ines tersenyum sendiri melihat status WA kakaknya. Dalam diam, dia bersyukur akhirnya Ulfa mendapat kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tiba-tiba terbersit dalam benaknya untuk datang berkunjung ke rumah Ulfa.Semenjak Ulfa menikah, sekali pun ia belum pernah berkunjung ke rumahnya karena selalu dilarang dengan alasan tidak level menerima tamu seperti Ines, tetapi sekarang Ines yakin, kakaknya itu pasti akan memberi izin.Untungnya Ramzi tidak keberatan diajak ke rumah kakak ipar. Mereka berdua telah sampai di sebuah rumah megah berlantai dua dengan halaman luas dan terlihat asri dengan tanaman rumput jepang. Ulfa yang sedang memasak, gegas mematikan kompor begitu mendengar pintu depan ada yang mengetuk. Wanita itu mengintip dari balik jendela siapa yang datang. Ia memekik saat melihat Ines dan Ramzi sudah berdiri di depan rumahnya. Dengan bibir mengerucut, wanita yang saat ini sedang hamil muda itu membuka sedikit daun pintu dan melongokkan kepala. "Mau ngapain kalian ke sini?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status