Share

Status WA

Aku pikir acara ulang tahun Ibu seperti acara ulang tahun pada umumnya yang menggunakan balon, kue ulang tahun lengkap dengan lilin sesuai dengan usia, dan segala printilannya.

Akan tetapi ternyata tidak sesuai dengan dugaanku padahal aku sudah berburuk sangka. Membayangkan ibu mertua memakai balon karakter di kepala lalu meniup lilin di atas kue disertai tepuk tangan yang bergemuruh itu adalah sesuatu yang lebay menurutku mengingat ibu bukan anak kecil lagi.

Konsep ulang tahun ibu mertua adalah pengajian dengan mengundang semua warga desa baik laki-laki maupun perempuan dan beberapa kerabat dekat serta anak yatim.

Untuk makanannya juga pakai jasa catering sehingga tidak ada acara sibuk memasak. Semua terima beres. Ibu juga sudah menyiapkan beberapa amplop berisi uang untuk dibagikan pada anak yatim.

Pantas saja hidup Bu Mila selalu damai dan bahagia. Rupanya ini salah satu rahasianya. Sedekah.

Acara akan dimulai sebentar lagi. Snack box yang menggunung sudah siap. Para undangan sudah mulai hadir dan pengisi acara yang merupakan seorang ustaz yang akan memberikan ceramah juga sudah hadir.

Aku menatap ke bawah, memandang gamis biru yang kukenakan. Sebuah gamis dengan warna dan model yang sama dengan para ipar dan juga ibu.

Kata Mbak Divya, ini adalah seragam keluarga tahun lalu saat aku belum menjadi menantu di rumah ini, tetapi kakak ipar memesan satu lagi khusus untukku.

Dengan percaya diri aku duduk di antara ipar dan ibu mertua. Duduk manis mendengarkan lantunan sholawat merdu menyejukkan hati yang dibawakan oleh grup rebana sebelum pengajian dimulai.

Ah, tentang ulang tahun, lagi-lagi wajah Mbak Ulfa dan ibu datang silih berganti. Aku tidak bermaksud mengingat hal yang menyakitkan itu, tetapi bayangan itu hadir sendiri tanpa bisa kuhalangi.

"Ulang tahunku kapan, Bu?" tanyaku saat ibu dan ayah sibuk mendekor ruang tamu dengan aneka balon warna-warni serta pita.

Ibu yang sedang memotong-motong pita warna-warni menghentikan gerakannya lalu menatapku tajam. "Nggak ada!" jawabnya ketus.

"Kenapa, Bu? Kenapa ulang tahun Mbak Ulfa selalu dirayakan sedangkan aku tidak? Aku sama-sama anak Ayah dan Ibu, kan?" Aku menatap balon-balon yang disusun sedemikian rupa di ruang tamu.

"Anggap saja ini ulang tahunmu juga. Sekalian. Kalau mengadakan pesta ulang tahun sendiri-sendiri boros nanti. Udah, pesta ulang tahun kamu nebeng sama Ulfa saja!" jawabnya dengan nada tinggi sehingga membuat nyaliku menciut.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Bagaimana mungkin aku menganggap ulang tahun Mbak Ulfa yang begitu meriah itu kuanggap sebagai ulang tahunku juga sedangkan tanggal lahirku 12 April dan Mbak Ulfa 16 Desember. Jauh.

Kue ulang tahun berbentuk bulat dengan gambar karakter princes itu juga terdapat lilin berbentuk angka 10 sedangkan usiaku 8 tahun waktu itu.

Kami bukan anak kembar, Bu. Hari ulang tahun kami jelas tidak sama. Jika Ayah dan Ibu rela merogoh kocek untuk membahagiakan Mbak Ulfa di hari ulang tahunnya, tetapi kenapa denganku tidak peduli?

Sempat terbersit dalam benakku kalau aku bukan anak kandung ayah dan ibu. Namun, garis wajah dan postur tubuh yang Ibu wariskan padaku tidak dapat memungkiri jika aku memang darah dagingnya. Terlebih dalam akta kelahiranku juga tertulis jelas kalau aku adalah anak dari pasangan ayah dan ibu.

Aku hanya bisa gigit jari saat pesta ulang tahun yang begitu meriah itu. Raut wajah Mbak Ulfa begitu bahagia saat lagu selamat ulang tahun dinyanyikan disertai tepuk tangan oleh teman-temannya.

Akan tetapi, lagu selamat ulang tahun yang menggema itu terdengar menyedihkan di telingaku, mencabik-cabik hatiku hingga luka dan berdarah. Lalu, tangisku pun pecah.

Pun saat potong kue, dengan semangat kakakku yang tampil cantik dengan gaun ala princes lengkap dengan mahkota di kepalanya itu memberikan potongan kue yang pertama pada Ibu dan selanjutnya ayah. Pelukan dan ciuman Mbak Ulfa terima bertubi-tubi dari dua orang yang sangat kucintai itu.

Aku juga mau ...

Aku mengikuti langkah Mbak Ulfa menuju kamar yang akan membuka kado hadiah, tetapi hanya pengusiran yang kudapat. Ia bilang kado yang sangat banyak itu hanya miliknya padahal aku hanya ingin melihat saja.

Aku hanya ingin ikut membuka kado dan tertawa lepas saat melihat isinya adalah sesuatu yang paling disukai, tetapi hal itu tidak pernah kurasakan.

Tubuhku merosot di pintu kamar. Aku terduduk sambil memeluk lutut dan menelungkup. Suara Mbak Ulfa di dalam sana yang sedang membuka kado sambil berteriak kegirangan terdengar bagai lagu yang menyayat hati.

Air mataku tumpah dan kubiarkan membasahi tanganku. Aku sesenggukan. Ya Rabb, ternyata sesakit ini rasanya diperlakukan tidak adil oleh ibu kandungku sendiri.

"Nes?"

Aku terlonjak kaget saat ibu mertua menyentuh lenganku. "Kamu nangis? Kenapa? Sakit? Atau tadi malam nggak bisa tidur karena nggak terbiasa tidur bareng orang banyak, ya?"

Aku mengulas senyum. "Enggak, Bu. Saya baik-baik saja.

"Pasti kecewa, ya, nggak bisa tidur dalam pelukan Mas Ramzi," tanya Nella sambil menaik turunkan alis dan tersenyum menggoda.

"Ish, apa, sih?" Aku mencubit gadis manis yang terus meledekku itu.

Ada sesuatu yang hangat menjalar di hati ini. Lihatlah, betapa damai Bu Mila berada di antara anak-anak yang begitu menyayanginya.

Tawanya lepas seolah tidak ada beban. Berulang kali ia mengecup kening Nella yang menggelayut manja di lengannya.

Mataku panas melihat pemandangan ini. Aku iri dan cemburu mengingat aku tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh ibu kandungku sendiri.

Dulu, saat aku masih bekerja di pabrik, Ibu hanya rindu uangku bukan rindu dengan darah dagingnya ini.

Diam-diam aku mengambil ponsel lalu mengambil foto kami berlima. Aku tersenyum bahagia menjadi bagian dari keluarga yang begitu menyayangi satu sama lain ini.

Iseng, aku membuat status WA dengan foto itu dan kuberi keterangan singkat 'Bahagia' iya hanya kata itu yang pas untukku saat ini. AKU BAHAGIA mendapat sesuatu yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya.

Ponselku berbunyi sebagai pertanda ada pesan masuk.

Mbak Ulfa mengomentari postinganku

[Enggak usah sok pencitraan menunjukkan kamu bahagia kalau sebenarnya menderita menjadi istri tukang bakso]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status